Pak Id(ris) dan bangkitnya (kembali ?) Pariwisata Lembah Harau

oleh -633 views
oleh
633 views
1001 kisah ada di Harau (dok/ilham)

Oleh: Ilhamsyah Mirman

Founder Ranah Rantau circle (RRc)

PAK ID Id(ris), lengkapnya Muhammad Idris, bukanlah ‘public figure’ atau politisi yang gambarnya marak di sudut jalan. Namun di tangan pria berkulit kelam, berahang kokoh ini mengalir cerita cikal bakal Nagari Harau ‘kinclong’.

Potret Hari Ini

Bak pepatah, ‘ayam punya telur sapi dapat nama’, demikian pula dengan lokasi wisata yang dikenal luas sejak dieksplorasi tahun 1926. ‘Tampek tiket tu (nagari) Tarantang, sedangkan Harau dari pertigaan masuak ka dalam’, Pak Id memulai penjelasannya.

Kondisi seperti yang dikeluhkan Puteri Pariwisata 2015 Intan Aletrino tentang panjangnya antrian retribusi dan ‘pungli’ di pintu masuk, Rabu 3/5-2022 menjadi satu contoh nyata dampak tersebut. Sekalipun telah direspon Wagub Audy Joinaldi dan Kadispar Limapuluh Kota, namun sedikit banyak berimbas pada Harau sebagai nama generik.

Seandainya musim mudik pasca pandemi ini warga bisa tersenyum, yang salah satunya tercermin pada jumlah pengunjung dan tingkat hunian homestay.

Namun senyum ‘pencong’, karena tergoresnya hati dunsanak yang ingin menikmati liburan. Status yang diekspose di media publik ini hendaknya ditangani dengan cepat dan tepat. Tidak bisa dianggap remeh atau diabaikan begitu saja.

Peranan pemangku kepentingan terkait, seperti Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), Team Pemberdayaan dan Pengembangan Desa Wisata (TPP Dewi Sumbar) atau organisasi sejenis yang menaungi insan pariwisata, bisa menjadi salah satu alternatif menjembatani keluhan ini.

Berbeda dengan instansi pemerintah yang cenderung kaku, kedua wadah berkumpulnya para pelaku pariwisata ini diyakini memiliki jurus jitu bagaimana merespon situasi yang kurang kondusif. Mereka tau persis keinginan wisatawan. Karena memang untuk itulah, kedua wadah ini dibentuk.

Di samping perlu di stand by kan petugas gabungan, Dispar, Kepolisian, Babhinsa dan parit paga pemuda serta perangkat Nagari guna membantu kenyamanan dan keamanan.

Kondisi Aktual

Fakta di lapangan, dengan total keseluruhan berjumlah 400-an lokasi, praktis seluruh penginapan full booked. Mulai dari skala mini dengan 1-5 kamar hingga yang mengelola puluhan cottage, panen raya.

Ada areal kamping di Harau. (dok/ilham)

Sejak hari raya Idul Fitri, hingga jelang hari Minggu ini sudah dipesan para wisatawan. Yang istimewa, hari Senin, waktu suram wisatawan, justru cerah kembali. Hal ini dikarenakan banyak orang tua murid mengantarkan anaknya masuk sekolah unggul. Kiri kanan ok, amat menguntungkan masyarakat.

Keadaan yang tak terbantahkan, selain potensi Harau lainnya. Termasuk dengan dijadikan daerah ini sebagai lokasi Pasa Harau, ivent yang diakuinya sebagai kegiatan yang masuk kalender wisata nasional.

Adapula lokasi yang memiliki cerita dari mulut ke mulut, yang menguatkan statement Pak Id kalau ‘orang Harau jauah lebih dulu dari Urang Luhak‘. Sejumlah spot bernilai sejarah perlu pendalaman oleh akademisi, agar memperkuat aspek kultural hingga menjadi ‘story telling’ yang menjual.

Tambahan kondisi akhir-akhir ini kian mendukung dengan kencangnya signal handphone, sehingga memudahkan komunikasi. Meski berpengaruh terhadap ke asrian dan eksotisme Harau, namun tidak bisa dipungkiri media komunikasi sangat berperan.

‘Kalau kemarin-kemarin di kontak tidak aktif, di kirim WA dua hari kemudian baru dibalas’, sebut Yosharman, seorang pengunjung yang telah tiga tahun tidak ke Harau. Hampir enam bulan ini tower telekomunikasi terpasang sehingga memudahkan komunikasi.

Senyum sumringah juga tampak dari wajah Pak Umar. Pensiunan tentara ini menjelaskan pengalamannya mengelola penginapan dengan pendekatan kekeluargaan, tidak materi semata. Kebetulan si sulung jebolan pendidikan bidang pariwisata. Di tangannya pengelolaan tiga unit homestay warisan keluarga tertumpang.

Keunggulan posisi yang dekat pusat pemerintahan kabupaten, disamping hanya sepelemparan batu dari jalur vital Padang-Bukittinggi-Payakumbuh menuju propinsi tetangga, Riau dan Sumatera Utara, menjadikan lokasi persinggahan favorit para pemudik dan wisatawan.

Penutup

Berbagai keunggulan itu lambat laun meredup, bahkan sirna, kalau kerikil kecil pelayanan dan kenyamanan pengunjung tidak diperhatikan secara sungguh. Kerjasama antara pemerintah daerah, pelaku wisata dan tokoh masyarakat serta pemuda (Tarantang maupun Harau) hendaknya satu suara untuk mengikis perilaku yang mencoreng keramahan ranah. Bila perlu diberi sanksi tegas bagi oknum tersebut.

Sekiranya solusi mangkus ini bisa ditemukan, maka Pak Id bersama Intan Aletrino dan ‘keluarga’ barunya yang menikmati udara segar, plus gemericik air bisa tersenyum puas. Sensasi ‘glamping’ di tenda kecil berlatar bukit batu ‘berukir’ motif abstrak, menjadi kebahagiaan tak terperi. Demikian pula Pak Yos dan keponakan ‘Betawi’nya, sepulang trekking, dilanjutkan bermain keciprak di air terjun Sarasah Murai.

Menyimpan cerita petualangan seru yang bakal dikenang sepanjang hidup, dari sepenggal hari indahnya di Harau. (analisa)