Partisipasi Perempuan di Lembaga Pemerintahan

oleh -179 views
oleh
179 views
Melani Deswita Tanjung, Mahasiswa FISIP UNAND. (dok)

Oleh: Melani Deswita Tanjung

Mahasiwa Ilmu Politik UNAND

PARTISIPASI  berarti bahwa adanya keterlibatan atau keikutsertaan dalam pemilihan umum atau kegiatan politik lainnya dan mengambil peran dalam proses pemilihan dan secara langsung atau tidak langsung turut ikut serta dalam pengambilan kebijakan.

Sehingga partisipasi perempuan merupakan keterlibatan perempuan dalam proses berjalannya kegiatan politik baik dan berhak untuk dipilih maupun memilih.

Di Indonesia sendiri sudah diberlakukan sebuah kebijakan untuk mendukung keterlibatan perempuan dalam kegiatan politik yaitu “affirmative action” yang tertulis dalam aturan UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan UU NO. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum yang menjelaskan bahwa setiap partai politik peserta pemilu yang mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota wajib memperhatikan keterwakilan dari perempuan sekurang-kurangnya 30%.

Hal ini membuktikan bahwa pemerintah sudah mulai aware terhadap permasalahan yang melibatkan perempuan. Kehadiran perempuan dalam lembaga pemerintahan dapat menjadi sebuah peningkatan dari berjalannya demokrasi yang sehat.

Kehadiran perempuan ini berarti adanya partisipasi dari kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya di lembaga pemerintahan. Partisipasi perempuan dalam pemerintahan dapat berbentuk konvensional yang termasuk dalam memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat, menjadi anggota partai atau kelompok kepentingan, dan turut ikut serta dalam menjalin komunikassi dengan pejabat pemerintahan dan partisipasi perempuan juga dapat berbentuk non konvensional yaitu mengajukan sebuah tuntutan atau petisi, ikut berusara dalam gerakan demonstrasi, melakukan konfigurasi atau perlawanan terhadap kebijakan yang tidak sesuai dengan hak-hak perempuan dan melakukan aksi mogok jika terdapat kebijakan yang tidak sesuai.

Namun peran keterlibatan perempuan dalam lembaga pemerintahan tergantung kepada kesempatan yang diberikan dan sumber daya yang dimiliki perempuan apakah mampu untuk menandingi kaum laki-laki dalam lembaga pemerintahan.

Partisipasi perempuan dalam lembaga pemerintahan terbagi menjadi tiga bentuk yaitu pertama, aktif yaitu menyadari kepentingan politik atau memiliki kepercayaan terhadap pemerintah, yang kedua bersifat apatis atau pasif yaitu rendahnya rasa kesadaran dan kepercayaan kepada lembaga pemerintahan, yang ketiga adalah militan radikal yaitu memiliki kesadaran yang cukup tinggi kepada politik namun tidak memiliki kepercayaan kepada pemerintah dan yang terakhir adalah pasif yaitu rendahnya sikap berpolitik namun memiliki kepercayaan kepada pemerintah.

Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa rendahnya partisipasi perempuan dalam politik dan lembaga pemerintahan berasal dari internal perempuan itu sendiri.

Bukan hanya itu, perempuan juga memiliki beberapa kendala yaitu peran perempuan juga terbagi menjadi dua yaitu didalam dan diluar rumah, perempuan biasanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah karena kesempatan yang diperoleh lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki, dan adanya budaya patriarki yang berkembang di lingkungan masyarakat yaitu budaya yang mengedepankan kaum laki-laki dibandingkan dengan kaum perempuan.

Hal ini mengartikan bahwa masing banyak hal yang mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan dalam politik dan lembaga pemerintahan. Sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, partisipasi perempuan di lembaga legislatif mengalami peningkatan dari tahun 2009 ke 2019. Walaupun pada tahun 2014 terjadinya penurunan yaitu pada 2009 di kursi DPR

sebesar 17,86% dan mengalami penurunan di 2014 menjadi 17,32%. Namun presentase ini kembali meningkat pada tahun 2019 yaitu sebesar 20,87% (Badan Pusat Statiska). Ketua KPU juga mengatakan bahwa Pemilihan Umum pada tahun 2019 terjadi peningkatan terhadap jumlah kandidat calon legislatif perempuan yaitu sebanyak 2.563 orang perempuan, yang mana menjadi paling banyak sepanjang pemilihan umum diselenggarakan.

Hal ini membuktikan bahwa terdapat bentuk nyata dari partisipasi perempuan dalam lembaga pemerintahan. Kehadiran perempuan dapat menjadi sebuah sarana untuk menyuarakan hak-hak kaum perempuan dan turut mengangkat isu terkait dengan kaum perempuan atau gender bahkan terhadap isu-isu anak. Keterwakilan perempuan ini juga akan mendorong terwujudnya pembangunan yang responsif gender, sehingga keterlibatan perempuan akan turut dalam pengambilan kebijakan atau keputusan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.

Partisipasi perempuan menjadi hak dan kewajiban seorang warga negara yaitu perempuan akan memiliki kesempatan yang sama dalam berpartisipasi di bidang apapun termasuk dalam lembaga pemerintahan sehingga tidak ada sikap diskriminasi yang dialami oleh perempuan karena setiap perempuan juga memiliki potensi, kualitas, kuantitas dan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki yang mana perbedaannya hanya terletak pada gender saja namun kualitasnya kembali kedalam diri masing-masing.

Pemerintah juga harus turut dalam meningkatkan partisipasi perempuan yaitu dengan memperkuata komunikasi antara perempuan dan lembaga pemerintah.Strategi komunikasi yang dilakukan oleh perempuan adalah berupa mencapai kesetaraan dan keadilan gender yang bertujuan untuk memastikan bahwa perempuan dan laki-lak mendapatkan kesempatan yang sama, berhak untuk berpartisipasi, dan mendapatkan manfaat dari pembangunan yang dilaksanakan.

Yang kedua strategi yang dapat dilakukan adalah mendorong affirmative action agar terealisasikan sesuai dengan UU Pemilu Nomor 20 Tahun 2004 yaitu keterwakilan perempuan minimal sebesar 30% dan yang terakhir adalah melakukan upaya pendidikan politik kepada perempuan sehingga perempuan siap untuk berkontribusi dalam dunia politik dan perempuan memperoleh pengetahuan yang menjadi bekal mereka dalalm mengikuti kegiatan politik.

Salah satu bentuk dari pendidikan politik adalah dengan mendirikan organisasi perempuan yang berjalan untuk memperjuangkan isu-isu gender dan perempuan berhak untuk berkompetisi dan terampil dalam menyelesaikan masalah terkait dengan isu-isu yang akan dihadapi kedepannya.

Partisipasi perempuan di lembaga pemerintahan harus diupayakan dengan baik oleh pemerintah sehingga perempuan berhak memeperoleh kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki.

Partai politik juga harus turut dalam memberdayakan perempuan dengan turut mengikutsertakan perempuan dalam kebijakan partai politik yang dikeluarkan sehingga “affirmative action” dapat terealisasikan dengan baik. Sehingga semua pihak yang terlibat harus turut mendukung setiap aspirasi yang dikeluarkan untuk memberdayakan perempuan. (analisa)