Peluang Konservasi Sumber Daya Alam dalam Pertanian Berkelanjutan

oleh -373 views
oleh
373 views
Pertanian berkelanjutan. (foto: doc)

Oleh: Muhammad Nazri Janra

(Dosen Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Andalas)

DALAM prinsip pelestarian sumber daya alam dan lingkungan kontemporer, biasanya upaya konservasi lebih dipusatkan pada jenis hewan atau tumbuhan yang mempunyai status populasi yang mengkhawatirkan atau terancam kepunahan serta berada pada kawasan yang mempunyai nilai ekologi strategis.

Organisme atau kawasan alamiah tersebut biasanya terancam oleh eksploitasi atau aktifitas manusia yang berlebihan. Prioritas konservasi yang diberikan pada organisme atau kawasan dengan status tertentu tersebut dapat dipahami mengingat terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah selaku pemangku kebijakan dalam konservasi.

Keterbatasan dana atau tenaga manusia menyebabkan konservasi seringkali dilakukan pada jenis-jenis atau habitat yang kondisinya memang genting. Oleh karena itu, prinsip-prinsip alternatif dalam upaya pelestarian selalu menjadi hal yang menarik untuk dieksplorasi lebih lanjut untuk melengkapi kekurangan konservasi oleh negara. Juga demi menjamin tersedianya sumber daya alam yang disebutkan di atas di masa yang akan datang.

Belakangan ini, aspek-aspek pertanian serta hak-hak agraria kembali menjadi hal yang dibicarakan banyak pihak, terutama kaitannya dengan rancangan undang-undang Cipta Kerja yang banyak meresahkan pemerhati lingkungan.

Rancangan undang-undang ini dituding lebih mementingkan aliran masuk dana investasi daripada prinsip-prinsip kelestarian lingkungan yang berguna untuk menjamin kesejahteraan masyarakat dalam jangka waktu yang lama. Dan ini memang sepatutnya menjadi perhatian kita bersama, karena bukan hanya rancangan undang-undang ini saja yang mengancam keberlangsungan lingkungan hidup yang optimal bagi manusia, tetapi juga sistem pertanian yang kita anut selama ini. Salah satu yang seharusnya mulai mendapatkan perhatian kita bersama adalah mengenai sistem pertanian yang berkelanjutan.

Sistem pertanian berkelanjutan sedikit ‘tenggelam’ saat pemerintahan jaman orde baru menerapkan intensifikasi pertanian dengan menerapkan Panca Usaha Tani. Setidaknya, tiga prinsip yang digunakan di dalam Panca Usaha Tani ini berkontribusi besar di dalam menurunnya kualitas lahan pertanian, yaitu penggunaan pupuk, pemberantasan hama dan penyakit serta penggunaan bibit unggul.

Dua poin pertama yang disebutkan di atas menggunakan zat-zat kimia secara massif yang dalam jangka panjang memberangus banyak unsur-unsur biologis dan kimia esensial yang terdapat di dalam tanah secara alami. Sedangkan penggunaan bibit unggul hasil rekayasa genetika mempunyai dampak jangka panjang yang juga tidak kalah menakutkannya; menghilangnya kekayaan hayati bibit-bibit tumbuhan lokal, ketergantungan lahan akan satu tipe bibit unggul serta ketergantungan akan pupuk kimia yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhannya dengan optimal.

Tidak mengherankan jika dalam beberapa dasawarsa, Panca Usaha Tani yang awalnya ditujukan untuk meningkatkan hasil pertanian dengan luasan lahan yang sama hanya memberikan peningkatan yang semu. Ketika semua efek yang disebutkan di atas perlahan terjadi, hasil pertanian pun berkurang dengan drastic, sehingga berimbas pada pembukaan lahan-lahan baru pertanian untuk diolah lagi dengan prinsip yang sama sehingga berujung pada kondisi mengenaskan yang sama pula.

Pertanian berkelanjutan sebenarnya sudah lama diterapkan di banyak tempat dan dijadikan sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat dalam mengolah tanah pertanian di lingkungannya. Di Sumatera Barat, salah satu contoh yang sangat dikenal adalah sistem baparak. Di dalam sistem pertanian ini terdapat integrasi yang sangat kuat antara prinsip-prinsip ekologi yang menghubungkan setiap organisme yang ada di dalam daerah pertanian (termasuk manusia) dengan lingkungannya. Tidak hanya menghasilkan produk pertanian berupa tumbuhan, tetapi juga mencakup hasil-hasil hewani, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan dan serat bagi manusia.

Selain itu, sistem ini menggunakan sumber daya tak terbaharukan seperti tanah, air dan mineral dengan cara yang sangat efisien. Ini menyebabkan kualitas lingkungan dapat dijaga dengan baik dalam jangka waktu yang lama. Proses-proses pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen-agen hayati sehingga intrusi zat-zat anorganik ke dalam lingkungan dibatasi sangat minimal. Ujung dari semua ini adalah optimalitas pertanian yang menjamin kesejahteraan manusia dalam jangka waktu yang panjang.

Pertanian berkelanjutan terbukti sangat ramah dengan keanekaragaman hayati dan kehidupan liar yang ada di sekitarnya. Banyak penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa jumlah jenis dan populasi hewan liar yang ditemukan menggunakan lahan pertanian yang diolah dengan cara seperti ini hampir setara dengan yang dapat ditemukan pada kawasan hutan sekunder. Sistem ini mengutamakan keragaman jenis tumbuhan yang dibudidayakan dalam luasan lahan yang sama, sehingga kondisi ini menyediakan bentuk habitat yang kurang lebih sesuai untuk kehidupan banyak binatang.

Selain itu, banyak unit usaha lain yang dapat dipadupadankan dengan pertanian berkelanjutan. Habitat yang mendekati kondisi alami sangat tepat digunakan untuk memelihara lebah madu biasa atau lebah tak bersengat yang belakangan ini mulai menanjak peminat produk madunya. Banyaknya jenis tumbuhan yang ada di dalam lingkungan pertanian ini menjadi sumber pakan yang dapat diolah oleh lebah menjadi madu.

Peternakan yang menghasilkan daging berlabel ‘organik’ pun dapat disinergikan dengan lahan pertanian ini. Saat ini pasokan daging organik dibutuhkan secara teratur dalam jumlah besar untuk memenuhi trend gaya hidup sehat yang telah lama dianut banyak masyarakat terutama di kawasan perkotaan.

Menggabungkan kegiatan ekowisata dengan sistem pertanian berkelanjutan juga dapat menjadi pilihan yang tak kalah menjanjikannya. Di banyak wilayah, terutama di Pulau Jawa yang telah sangat berkurang lahan pertanian dan hutannya, menyaksikan proses-proses yang dilakukan dalam kegiatan pertanian menjadi salah satu kegiatan yang dipilih oleh para orang tua untuk mengisi waktu liburan anak-anaknya.

Hal ini dapat mengembalikan insting kecintaalaman anak-anak perkotaan yang kebanyakan hanya dikelilingi oleh tembok-tembok gedung di daerah urban.
Untuk dapat mencapai manfaat dari sekelumit yang dibahas di atas, terdapat rintangan yang harus kita sikapi bersama.

Masalah pengakuan hak-hak agraria di banyak masyarakat adat dan kelompok tani yang saat ini masih belum diakui secara hukum oleh negara menjadi salah satu agenda utama. Pemerintah juga harus menjadi pendukung utama dalam penerapan sistem pertanian berkelanjutan ini mengingat segala sumber daya pendukung untuk dapat menggiatkan masyarakat ada di tangan mereka.

Selain itu, berkurangnya minat generasi muda untuk terjun menjadikan petani sebagai profesinya juga menjadi potensi penghalang utama kegiatan pertanian di Indonesia. Menjadi petani sepertinya masih dianggap sebagai pekerjaan yang kurang bergengsi dan kalah pamor dibandingkan profesi-profesi lainnya.

Padahal jika kita runut ke belakang, selain aspek kemaritiman, pertanian adalah pilar penunjang kehidupan bangsa ini semenjak dahulu sampai sekarang. Sudah saatnya pertanian berkelanjutan dan profesi petani menjadi perhatian kita semua.(analisa)