Pemilu Dalam Catatan Partisipasi, Afirmasi dan Inklusifitas

oleh -133 views
oleh
133 views

Oleh : Rinawati S.IP, M.Si
Staff Pengajar di FISIPOL Universitas Ekasakti- Padang

Pemilihan umum merupakan pesta demokrasi, bentuk perhelatan demokrasi yang  menjadi bagian penting bagi perjalanan suatu bangsa. Tahun 2024 pesta demokrasi itu akan berlangsung untuk mengisi jabatan Politik di DPR RI, DPD RI, DPR Propinsi, DRD Kabupaten/Kota, Pemilihan Presiden dan Kepala Daerah.

Penyelenggaraan Pemilu, dilaksanakan dengan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil; turunan dari prinsip penyelenggaraannya yang meliputi: mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien. Pemilu menjadi cerminan demokrasi dalam perwujudan kedaulatan rakyat untuk dapat berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.

Setiap warga negara yang telah memenuhi syarat-syarat untuk dapat memilih dan dipilih dalam proses Pemilu, berhak untuk berpartisipasi. Negara menjamin hak partisipasi dalam Pemilu, setiap warga negara Indonesia yang berumur 17 tahun atau lebih; sudah kawin; atau sudah pernah kawin. Dipilih dan memilih merupakah Hak Azazi Manusia yang melekat, juga untuk mengetahui segala informasi terkait penyelenggaraan Pemilu. Masyarakat diharapkan untuk dapat ikut pemilihan dan rasional dalam memilih.

Pelibatan Masyarakat dalam Pengawasan Pemilihan Umum

Keterlibatan aktif masyarakat menjadi sesuatu yang penting bagi terselenggaranya pemilu. Pemilu yang  pengaturan penyelenggaraannya bertujuan untuk:

Memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu, memberikan kepastian hukum dan pencegahan duplikasi dalam pengaturan pemilu, sehingga terselenggara pemilu yang efektif dan efisien.

Bentuk keterlibatan aktif yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah : Hadir untuk menggunakan hak pilihnya, ikut serta secara aktif dalam setiap tahapan pemilu, melakukan pemantauan dan pengawasan Pemilu, melaporkan setiap pelanggaran yang ditemukan kepada pengawas Pemilu, mengikuti setiap perkembangan informasi terkait proses dan tahapan Pemilu.

Hal ini untuk mendorong pemilu yang berkualitas dan berintegritas sebagai perwujudan demokrasi yang sebenarnya
Peningkatan pengawasan dan partisipasi masyarakat dalam Pemilu diamanatkan melalui Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum pasal 94 ayat (1) butir (d) menyebut bahwa Bawaslu bertugas meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Artinya, peran dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mendorong  partisipasi aktif warga masyarakat sebagai subjek pengawasan menjadi sangat strategis, untuk terwujudnya Pemilu yang partisipatif.

Pelibatan aktif masyarakat dalam pengawasan Pemilu merupakan upaya untuk mencapai harapan. Harapan untuk terwujudnya peningkatan kualitas demokrasi, karena sejatinya suksesnya pelaksanaan pemilu adalah suksesnya melewakan pesta Demokrasi berkualitas.

  Pemilu yang dilakukan sesuai prosedur dan diawasi secara bersama diharapkan dapat mengakomodir, memastikan dan melindungi hak politik warga masyarakat. Pengawasan partisipatif juga diharapkan dapat memastikan Pemilu berlangsung bersih, transparan dan berintegritas; baik dari lembaga penyelenggara dan proses penyelenggaraannya. Pemilu adalah momentum untuk mendorong partisipasi publik secara aktif dan masif.

Partisipasi aktif dan masif dalam mengawasi proses penyelenggaraan, serta mendorong Pemilu menjadi instrumen penentu dalam penentuan kepemimpinan dan evaluasi kepemimpinan politik bangsa. Keluaran dari pemilu yang baik adalah munculnya kepemimpinan politik yang lahir dari aspirasi masyarakat.

Kerja-kerja pengawasan memberikan informasi awal untuk tahapan pemilu; mulai dari melakukan upaya pencegahan, upaya pengawasan untuk memantau, serta melaporkan kejadian penyelewengan. Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana masyarakat dapat mengawal proses dan mengawal hasil penyelenggaraan Pemilu.

Pemilu yang Afirmatif

Penyelenggaraan Pemilu dari setiap periode mengalami tantangan dan dinamika yang selalu menarik untuk dikaji dan dianalisis bersama. Beberapa isu masih menjadi catatan dalam proses penyelenggaraan Pemilu, salah satunya  adalah spirit afirmasi keterwakilan perempuan. Perempuan sebagai aktor penting dalam Pemilu mesti menjadi atensi utama dalam Pemilu.

Dilihat dari jumlah Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum Tahun 2024 oleh KPU Propinsi Sumatera Barat, berdasarkan Keputusan KPU Propinsi Sumatera Barat No.29 Tahun 2023 terdapat 4.088.606 total jumlah pemilih; 2.027.360 diantaranya adalah pemilih laki-laki dan 2.061.246 merupakan pemilih perempuan. Data tersebut memperlihatkan bahwa jumlah pemilih perempuan lebih banyak dari pemilih laki-laki.

Besarnya segmentasi pemilih perempuan ini diharapkan juga mendorong diakomodirnya keterwakilan perempuan dalam politik, sehingga perlu memperhatikan keterwakilan perempuan 30% dalam Pemilu termasuk keterwakilan dalam penyelenggaraannya.

Dalam prakteknya, keterwakilan ini masih saja menghadapi tantangan dan kesulitan untuk diwujudkan secara sungguh-sungguh. Keterwakilan perempuan masih saja dilihat dalam celah bahasa peraturan perundang-undangan, pilihan diksi “memperhatikan” menjadi tantangan besar dalam upaya menafsirkan dan mewujudkan keterwakilan perempuan secara bermakna. Aksesabilitas perempuan dalam dunia politik masih menjadi tantangan besar, beberapa hal sangat mempengaruhi aksesibilitas atau keterjangkauan itu, sebut saja beberapa seperti: relasi kuasa berbasis identitas jenis kelamin, kesempatan pendidikan politik,  prioritas untuk mewujudkan keterwakilan, serta konsistensi kebijakan dalam mendukung upaya afirmasi.
Inklusivitas dalam Pemilu
Inklusivitas merupakan prasyarat untuk tercapainya cita-cita perjuangan menjadikan Pemilu sebagai pesta demokrasi yang dapat diakses oleh seluruh warga Negara.

Tentu saja warga yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih dan dipilih. Kata inklusif merupakan simbol semangat untuk menjadikan Pemilu bukan hanya dinikmati oleh sebagian orang (ekslusif), tetapi juga dapat dinikmati oleh setiap orang yang memiliki hak.

Tantangan dalam mewujudkan pemilu yang inklusif adalah menjangkau dan menyediakan akses untuk warga negara memiliki beragam perbedaan kondisi fisik, mental, kesehatan,  lokasi tempat tinggal, jarak dari tempat penyelenggaraan, suku, agama, dan lain-lain. Hambatan-hambatan mesti diatasi dan kepentingan warganegara untuk berpartisipasi mesti diakomodir oleh Negara sehingga setiap warganegara benar terlibat dalam pesta Demokrasi.

Persiapan untuk  mengakomodasi keberagaman kondisi warganegara agar Pemilu yang inklusif terwujud memerlukan edukasi. Edukasi untuk peserta dan penyelenggara pemilu, sehingga semangat inklusif diwujudkan dalam penyediaan sarana dan prasana yang diperlukan, termasuk tersedianya media komunikasi yang efektif.

Komunikasi efektif dalam penyelenggaraan Pemilu merupakan bagian penting dalam edukasi politik seluruh warganegara, menjangkau jauh melewati mereka yang berhak untuk dipilih dan berhak memilih. Penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas adalah momen pendidikan demokrasi seluruh warganegara, melintasi berbagai perbedaan, mengakomodasi keberagaman.(**)