Pengabdian Masyarakat, Departemen IP-FISIP UNAND Sosialisasikan UU tentang Provinsi Sumbar

oleh -324 views
oleh
324 views
Dosen IP-FISIP UNAND gelar pengabdian masyarkaat ke LKAAM Sumbar, Jumat 11/11-2022.(dok)

Padang,— Sejumlah akademisi Ilmu Politik (IP) FISIP (UNAND datangi kantor LKAAM Jumat, 11 Novermeber 2022 pukul 16.00 WIB.

Para dosen itu melakukan kegiatan Pengabdian Masyarakat ke LKAAM untuk sosialisasikan UU 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumtera Barat (Sumbar)m Mereka yang hadir kelakukan tugas pengabdian ke LKAAM tadi sote itu, Ketua Departemen Ilmu Politik, Dr. Tengku Rika Valentina, MA, Sekretaris Departemen, Andri Rusta,MPP, Ketua Program Studi S1 Ilmu Politik, Dewi Anggraini, M,Si, Dr. Aidinil Zetra, Drs. Tamrin, Dr. Indah Adi Putri,M.IP, Irawati, MA, Doni Hendrik, M.Soc.Sc, Mhd. Fadjri, MA dan Lusi Puspika Sari, M.IP.

“Kegiatan pengabdian kepada masyarakat di LKAAM Sumatera Barat dengan tema “Sosialisasi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat,” ujar Dr Tengku Tika.

Kegiatan pengabdian tersebut disimak Ketua LKAAM Sumatera Barat, Dr. H..Fauzi Bahar, M.Si Dt. Nan Sati, Ketua Harian, Amril Amir Dt. Lelo Basa, Wakil Ketua Umum 2, Arkadius Dt. Intan Bano, Azkar Nuri Dt. Rajo Nan Putieh, Dr. Zulkarnaini, Dt. Muncak Rajo dan para pengurus LKAAM Sumbar yang lainnya dengan moderator Irawati MA.

Ketua Departemen Ilmu Politik mengucapkan terimakasih kepada ketua dan pengurus LKAAM Sumbar yang telah menyediakan waktu dan tempat untuk kegiatan pengabdian ini.

“Kegiatan pengabdian ini diikuti oleh seluruh Dosen Departemen Ilmu Politik dan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan sebagai bagian pengabdian kampus kepada masyarakat. Kita perlu apresiasi LKAAM Sumbar yang sudah bersedia menerima tim dari Departemen Ilmu Politik, kita sebenarnya tidak akan memberikan materi dalam bentuk ceramah, akan tetapi hanya akan berbagi pandangan saja dengan lahirnya undang-undang tentang Provinsi Sumatera Barat, jadi bagaimana LKAAM melihat pasal 5 dari undang-undang tersebut, kita akan diskusikan ini, “ujar Dr Tengku Rika.

Ketua LKAAM Sumatera Barat H Fauzi Bahar menyampaikan pentingnya kegiatan yang dinisiasi oleh perguruan tinggi dalam rangka pencerahan kepada masyarakat.

“LKAAM Sumbar sangat mengapresiasi kegiatan ini, mari kita diskusikan apakah memang ada diskriminasi dalam undang-undang tersebut, jangan-jangan ini hanya kesalapahaman saja, dalam pasal 5 dari undang-undang tersebut tidak ada diskriminasi terhadap masyarakat adat Mentawai, oleh sebab itu, dibutuhkan dialog antara masyarakat yang merasa dirugikan dengan pihak terkait, termasuk LKAAM, sehingga diperoleh informasi dan tujuan yang jelas dari undang-undang tersebut, malahan UU Provinsi Sumatera Barat sudah mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat tanpa membedakan suku, agama dan kebudayaan, tentu saja diperlukan kajian secara menyeluruh sehingga undang-undang ini tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang khusunya pasal 5 saja,”uajr Fauzi Bahar.

LKAAM Sumbar kata Fauzi juga meminta kepada Departemen Ilmu Politik untuk memfasilitasi dialog dengan masyarakat adat Mentawai, sehingga bisa dicari titik temu dari kesalapahaman ini.

Dalam pandangannya Drs. Tamrin juga menyampaikan bawah UU ini menjelaskan tentang kharakter relijius merupakan dasar nilai falsafah yang mendasari adat dan budaya masyarakat Minangkabau.

Misalnya pada Pasal 5 huruf C tentang Provinsi Sumatera Barat menjelaskan bahwa adat dan budaya Minangkabau merupakan berdasarkan nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah, sesuai dengan aturan adat salingka Nagari yang berlaku.

Pengertian adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah adalah adat yang bersumber kepada syara’ (syari’at Islam), sedangkan Kitabullah adalah Al Qur’an. Selanjutnya UU ini menjelaskan keunikan identitas lokal Provinsi Sumatera Barat.

“Bentuk kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukan karakter relijius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat. Meskipun dengan disahkannya undang-undang ini menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat, banyak pihak menilai bahwa dengan lahirnya undang-undang Provinsi Sumatera Barat yang baru ini lebih mengakomodir kearifan lokal masyarakat Sumatera Barat dalam melaksanakan falsafah ABS-SBK,”ujar DRS Tamrin.

Sementara itu, ada sebagian masyarakat Sumatera Barat, terutama yang berada di Kabupaten Mentawai menilai bahwa keberadaan undang-undang ini diskriminatif terhadap kearifan lokal masyarakat Mentawai dan harusnya undang-undang ini direvisi untuk dicantumkannya budaya masyarakat

“Mentawai kedalam undang-undnag tersebut untuk melengkapi Pasal 5 huruf c, karena pasal tersebut mengkerdirlan dan mengucilkan budaya Mentawai yang ada dan eksis di Masyarakat Sumatera Barat, karena bagaimanapun juga bahwa kearifan budayamasyarakat Mentawai berbeda dengan sebagian besar kebudayaan masyarakat Sumatera Barat pada umumnya,”ujarnya.(rls-ip-fisip)