Oleh: Monica Milda Fitriani
Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
PENGAMBILAN Keputusan dalam masyarakat Minangkabau tidak terlepas dari kepemimpinan yang dianutnya.
Kepemimpinan dalam masyarakat adat Minangkabau yang mengutamakan kebajikan dan kebijaksanaan masih dipraktekan sampai sekarang. kepemimpinan itu yang dilandasi nilai-nilai adat dan agama yang menyatu seperti tercemin dalam pepatah “Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah.
Lebih jauh diungkapkan dalam pepapatah “Syara’ mangato Adaik mamakai” yang artinya Islam mengajarkan, memerintahkan menganjurkan dan Adat melaksanakannya, dalam arti yang sesungguhnya bahwa Islam di Minangkabau diamalkan dengan gaya adat Minang dan serta jelas adat Minang dilaksanakan menurut ajaran Islam dengan landasan dan acuan dari Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.
Di Minangkabau terdapat dua sistem yang berpengaruh terhadap politik pemerintahan adat. kedua sistem tersebut sudah sangat dikenal sekali, yaitu Bodi Caniago dan Koto Piliang.
Bodi Caniago menerapkan sistem demokrasi dan Koto Piliang menerapkan sistem otokrasi. Selain mempengaruhi politik pemerintahan, kedua sistem ini juga mempengaruhi watak masyarakat minangkabau.
Dalam sebuah ungkapan dijelaskan :
Pisang sikalek-kalek utan
Pisang batu nan bagatah
Bodi caniago inyo bukan
Koto piliang inyo antah
Berdasarkan ungkapan tersebut, didapati dua sistem kepemimpinan dan sekaligus merupakan sistem pemerintahan adat yang khas di Minangkabau.
Demokrasi Bodi Caniago dapat disebut juga dengan demokrasi murni. Di mana demokrasi yang dipakai adalah demokrasi langsung. Seseorang yang disebut mamak langsung berhubungan dengan kemenakannya. Mamak, khususnya panghulu tidak memiliki tingkatan, atau memiliki kedudukan yang sama.
Bodi Caniago lebih mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam segala permasalahan yang terjadi dalam kehidupan. Karena memang prinsipnya adalah musyawarah tersebut biasanya tidak ada permasalahan yang tidak dapat terselesaikan. Kalau dalam adat Minangkabau biasanya disebut,
“indak ado kusuik nan indak salasai, indak ado karuah nan indak janiah”.
Sedangkan Koto Piliang disebut juga dengan demokrasi tidak langsung. Di mana seorang mamak panghulu tidak langsung berhubungan dengan rakyatnya. Hal tersebut dikarenakan dalam aliran ini panghulu memiliki tingkatan-tingkatan. Tingkatan tersebut dimulai dari mamak tungganai, yang berhubungan dengan tingkat di atasnya yaitu pangulu andiko.
Panghulu andiko berhubungan dengan tingkat di atasnya yang disebut dengan panghulu kaampek suku. Lalu panghulu kaampek suku ini berhubungan dengan pangulu pucuak.
Panghulu pucuak adalah tingkatan yang paling atas dalam suatu nagari. sistem ini dikenal juga dalam Minangkabau dengan,
“bajanjang naik, batanggo turun”.
Kedua sistem inilah yang menjadi dasar-dasar lahirnya sistem yang khas di Minangkabau yang kita sebutkan tadi. Dapat terlihat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari pengaruh dari kedua sistem ini.
Pada saat tertentu masyarakat menerapkan sistem Bodi Caniago, namun pada saat yang lain sistem Koto Piliang pun digunakan. Semua hal tersebut disesuaikan dengan keadaannya, tergantung kepada permasalahan yang terjadi.
Jika keputusan telah diambil, sesuatu sudah terletak pada tempatnya. Musyawarahnya belum selesai. Keputusan itu belum keputusan akhir. Masih ada ukuran lain yang harus digunakan. Ukuran itu adalah:
“Alua. Patuik, jo Mungkin”.
Alua yaitu hukum atau ketentuan. Patut adalah kepantasan atau kewajaran, dan mungkin adalah dapat dilaksanakan. Jadi keputusan yang diambil harus menurut ukuran tersebut. jika sudah memenuhi ukuran itu, masih ada ukuran akhir yaitu “adat jo pusako”.
Orang Minangkabau mengambil keputusan dengan cara bermusyawarah jika hasil keputusan dalam musyawarah tersebut telah disepakati maka semua anggota masyarakat harus menuruti aturan yang telah di sepakati secara bersama.
Jika keputusan itu sebagian dari anggota tidak menyetujuinya maka keputusan tersebut belum bisa disahkan dan dilaksanankan. Maka keputusan itu akan di pertimbangkan dan setelah semuanya merasa keputusan itu sudah benar dan layak untuk di jalankan maka barulah keputusan itu sah untuk di laksanakan.
Jika terjadi suatu permasalahan mengenai Pusako biasanya semua pihak yang terlibat itu dipanggil dan diselesaikan secara bersama-sama, jika jalur keluarga telah di lakukan namun hasil yang telah diterima tidak di sepakati maka permasalahan tersebut akan dilakukan secara hukum dan dilihat berdasarkan kepemilikan yang sebenarnya.
Dan itu diselidiki secara keseluruhan dan setuntas-tuntasnya. Seorang pengadil tidak boleh berpihak kepada siapapun. Mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti yang telah di dapat. Maka kedua belah pihak harus menerima keputusan yang telah diputuskan oleh pengadilan.
Keputusan yang telah diambil akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bersama maka dari itu. dalam mengambil keputusan harus mempertimbangkan jika keputusan ini diambil apakah semuanya sanggup dalam menjalaninya dan apa untungnya dari keputusan itu.
Jika di rasa baik dan tepat untuk keberlangsungan semuanya maka barulah keputusan itu diambil dan disahkan. Dalam mengambil keputusan seorang pemimpin sangat berpengaruh.
Menjadi seorang pemimpin tidak mudah jika salah dalam mengambil keputusan bukan hanya satu orang saja yang terkena dampaknya tapi seluruh orang akan terkena dampak jika seorang pemimpin salah dalam mengambil keputusan.
Pengambilan keputusan di Minangkabau sampai saat ini masih menggunakan sistem demokrasi yang di pimpin oleh seorang pemimpin. Dalam bermusyawarah saat pendapat kita tidak diterima maka kita harus menerimanya serta kita harus menurunkan ego agar musyawarah dapat terselesaikan dengan cepat dan mendapatkan hasil yang baik.
Jika rasanya keputusan yang diambil tidak sesuai maka kita wajib untuk membatahnya dengan memiliki argumen yang kuat untuk menolaknya dan memberikan solusi yang baru.
“Tagak Samo tinggi duduak samo randah” maksud dari pepatah ini adalah kita sama-sama mempunyai hak dan kewajiban.(analisa)