Perempuan dan Politik dalam Prespektif Gender

oleh -207 views
oleh
207 views
Harrys Setyawan, Mahasiswa FISIP UNANDm (dok)

Oleh: Harrys Setyawan

Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UNAND

BERDASARKAN prinsip kesetaraan, demokrasi menetapkan akses yang sama dan partisipasi penuh laki-laki dan perempuan di semua bidang dan tingkat kehidupan publik, terutama dalam posisi pengambilan keputusan.

Secara penuh wanita diberi hak berpolitik, boleh menempati sebagai kepala negara walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam hal ini, dan menguasaai urusan hukum, serta boleh berpartisipasi dalam memilih kepala negara atau pemimpin ummat.

Namun, diskriminasi gender masih terjadi di semua bidang kehidupan dan pembangunan di seluruh tanah air. Kesetaraan gender berkembang cukup pesat dewasa ini, sebuah fakta yang tak terbantahkan. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain.

Tidak ada wilayah di negara berkembang di mana perempuan menikmati hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Perbedaan gender dalam sumber daya, ekonomi, kekuasaan, partisipasi politik dan kesempatan pengambilan keputusan dan manajemen tersebar luas.

Belakangan ini, isu kesetaraan gender dalam pembangunan menjadi sorotan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia internasional. Kita tentu memahami bahwa perempuan dikucilkan secara sosial. Budaya patriarki terhadap perempuan. Ada struktur sosial budaya yang mengatur perempuan seolah-olah hanya bisa mengurus pekerjaan rumah tangga.

Anda tidak memiliki hak untuk menyerang area publik lainnya. Fakta ini menunjukkan bahwa iman masih kokoh. Isu keterwakilan perempuan menjadi penting ketika mereka menemukan diri mereka terlibat secara tidak proporsional dalam kehidupan publik dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini sangat disayangkan mengingat komposisi penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama. Sebagai bentuk keterwakilan perempuan di legislatif, masih sangat minim dan masih menjadi masalah kita bersama

Kenyataannya, masih ada kesenjangan yang dirasakan antara peran yang dimainkan oleh laki-laki dan perempuan dalam peran yang berbeda, terutama dalam peran publik. Oleh karena itu, penguatan peran perempuan dalam pembangunan berwawasan gender sebagai bagian integral dari pembangunan nasional menjadi penting dalam upaya mewujudkan kemitraan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, serta kesetaraan dan keadilan gender menjadi penting pada bidang politik.

Perempuan memainkan peran yang sangat penting dalam mengkomunikasikan dan menyatukan persepsi mereka tentang pentingnya mengembangkan demokrasi yang sehat, tidak memihak dan realistis.

Oleh karena itu, pengembangan pendidikan politik perempuan perlu ditingkatkan baik dari perspektif organisasi maupun dari perspektif penguatan pilar demokrasi melalui munculnya institusi ramah perempuan di sektor legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Perhatian khusus harus diberikan pada situasi seperti ini. Untuk itu, salah satu isu yang perlu dibenahi adalah isu pendidikan kaum perempuan. Hal ini meningkatkan kesadaran politik perempuan dan manfaat dari peluang dan peluang yang disediakan. Tergantung pada potensi yang dimiliki perempuan yang sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Bahkan, perjuangan kesetaraan dan keadilan gender dalam politik di negeri ini dan penciptaan ekspresi politik perempuan tampaknya menjadi pertarungan yang panjang dan kuat. Bersaing, bersaing keterampilan, dapat memberikan kontribusi penting untuk politik nyata.

Dalam masyarakat yang sudah meyakini kodrat perempuan sebagai makhluk yang lemah dan agak sensitif, menyikapi persoalan keterwakilan politik perempuan dalam kerangka demokrasi yang setara dan partisipatif serta dalam kerangka wacana gender, tentunya diperlukan upaya tambahan untuk itu. Membangun pluralisme demokratis (non patriarki) sebagai prioritas politik masa depan agar masyarakat demokratis kesetaraan gender benar-benar dapat terwujud di negeri ini.

Oleh karena itu, lebih baik memperjuangkan kesetaraan gender, terutama di dunia politik dan pengambilan keputusan. Upaya sinergis dan berkelanjutan perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh parpol, terutama parpol dan pemangku kepentingan masyarakat. Organisasi dan pemerintah melalui instansi terkait dalam penyelenggaraan pendidikan, kebijakan yang lebih luas dan terencana bagi perempuan.(analisa)