Permasalahan Berlarut Masyarakat Bidar Alam dengan PT. RAP, Bagaimana Solusinya?

Arya (dok)
Arya (dok)

RAP mulai menggarap tanah rakyat Bidar Alam pada 2005 ketika Bupati Solok Selatan memberikan izin lokasi untuk menggarap tanah masyakarat di dua kecamatan, yaitu Sangir Jujuan dan Sangir Batang Hari seluas 14.600 Ha.Berjalan  satu tahun, tepat nya pada Februari 2006 Bupati Solok Selatan mengeluarkan surat keputusan tentang pemberian surat izin usaha perkebunan kepada PT. RAP.

RAP tidak mau kehilangan kesempatan atas lahan tersebut, pada Mei 2006  PT. RAP langsung membuat Memorandum of Understanding (MoU) dengan masyarakat Bidar Alam dengan isinya pemberian tanah ulayat kaum kepada PT. RAP selama 30 tahun dengan pembagian hasil 40% untuk masyarakat Bidar Alam dan 60% untuk PT. RAP. Tidak berselang lama, pada Januari 2007 telah terjadi kesepakatan antar dua pihak dengan pemberian lahan seluas 5.76 Ha kepada PT. RAP oleh masyarakat Bidar Alam yang diwakilkan oleh 13 orang Ninik Mamak, Pemangku Adat, dan Penguasa Tanah Ulayat Kaum di Nagari Bidar Alam melalui notaris.

Pada 2009, PT. RAP mulai memanen sawit tersebut dan masyakarat mulai meminta 40% bagian untuk mereka, namun PT. RAP tidak memberikan hak untuk masyarakat Bidar Alam ini dan pada Mei 2011 Bupati Solok Selatan memberikan Surat Peringat I kepada PT. RAP ini. Tidak berselang lama, pada November 2011 diberikan lagi Surat Peringatan II kepada PT. RAP ini oleh Bupati Solok Selatan.Permasalahan ini sudah sampai kepada Komnas Perwakilan Sumatera Barat dikarenakan pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat pada Juli 2014. Permasalahan yang sudah sangat berlarut mengharuskan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan membentuk Tim Terpadu untuk menyelesaikan permasalahan antara PT. RAP dengan mayarakat Bidar Alam ini. Puncak dari permasalahan ini terjadi pada 2023 ini dengan penangkapan 6 orang masyarakat Bidar Alam yang dilaporkan oleh pihak perusahaan yang sudah dilaporkan sejak 14 September 2020 yang lalu.

Permasalahan di atas menjadi tanda tanya bagi kita semua terhadap apa yang dilakukan oleh Polresta Kabupaten Solok Selatan dengan penangkapan 6 orang masyarakat Bidar Alam yang mana mereka hanya mengisi dan menanami lahan mereka sendiri. Sedangkan dari pihak PT nya sendiri diduga tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) di Nagari Bidar Alam ini sendiri dan telah mencurangi kesempakatan yang telah mereka buat sendiri yaitu pembagian keuntungan dengan masyarakat Bidar Alam sendiri dan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan oleh Bupati Solok Selatan yang mencabut izin untuk PT. RAP, sejak 2008 yang lalu. Namun, yang terjadi malah sebaliknya di mana Polres Solok Selatan menanggapi reklaiming hak atas tanah tersebut dengan penetapan tersangka dalam dugaan tindak pindak pencurian.Dengan permasalahan tersebut, kita bisa melakukan negosiasi konflik antar dua belah pihak agar permasalahan yang telah berlarut lama ini bisa diselesaikan tanpa ada pihak yang dirugikan.

Dalam buku Pengantar Manajemen (2020) karya Roni Angger Aditama, negosiasi merupakan sebuah proses komunikasi antara dua belah pihak. Di mana masing-masing pihak yang bersangkutan memiliki tujuan dan pandangan mereka, disini negosiasi bertujuan  untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.Dalam permasalahan PT. RAP dengan masyarakat Bidar Alam ini telah masuk kedalam kategori Interorganizational conflik yaitu konflik yang terjadi antara organisasi atau badan yang memiliki permasalahan yang sama dan konflik yang terjadi ini merupakan konflik disfungsional atau destruktif yaitu konflik yang menimbulkan akibat negatif, di mana akibat dari konflik ini meningkatkan ketegangan dalam berhubungan antara PT. RAP dengan masyarakat Bidar Alam, menimbulkan rasa tidak percaya masyarakat Bidar Alam terhadap PT. RAP, dan PT. RAP hanya memperhatikan kepentingan pribadi mereka.

Ketika awalnya PT. RAP membuat Memorendum of Understanding dengan petinggi adat di Nagari Bidar Alam dan kesepakatan itu tercapai, namun ada permasalahan yang terjadi maka untuk penyelesaian masalah ini bisa dilakukan lagi dengan perundingan antara PT. RAP dengan masyarakat Bidar Alam agar tercapai nya keuntungan bagi kedua belah pihak.Hal pertama yang bisa dilakukan ialah melakukan persiapan dan perencanaan yaitu apa sifat dasar dari permasalahan ini, sejarah yang mendorong keperundingan ini, siapa aktor yang terlibat di dalamnya?, dan bagaimana mereka mempersepsikan masalah yang terjadi?

Selanjutnya, kita harus menetapkan aturan-aturan dasar dan prosedur dengan kedua pihak mengenai perundingan ini agar perundingan ini bisa berjalan dengan efektif dan menghasilkan win-win solution. Dalam penetapan aturan dasar ini siapa yang akan melakukan perundingan, dimana lokasi akan diadakan nya perundingan ini, waktu yang cocok agar perundingan ini bisa dilakukan dan tidak bentrok antar dua belah pihak juga dibahas.

Setelah dua tahap tadi dilakukan, kita bisa masuk ketahap penjelasan dan pembenaran. Di mana masing-masing pihak akan menerangkan, menegaskan, memperjelas, memperkuat, dan membenarkan permintaan dari kedua belah pihak, dan ini tidak boleh bersifat konfrontasi. Ketika telah menyampaikan keinginan dari kedua belah pihak, selanjutnya kita bisa masuk ke proses pemecahan masalah. Pemecahan masalah dari konflik ini menurut saya, perjanjian sebelumnya yang telah disepakati antara PT. RAP dengan masyarakat Bidar Alam ini bisa dipenuhi oleh PT. RAP dan selanjutnya enam orang masyarakat yang ditangkap oleh Polres Solok Selatan bisa dibebaskan, dan PT. RAP bisa lanjut melakukan kegiatan berkebun dengan mematuhi Memorendum of Standing yang telah disepakati kedua belah pihak tadi.(analisa)

Oleh: AryaMahasiswa

Editor : Adrian Tuswandi, SH
Banner Trofeo Mini SoccerBanner Nevi Munas VI
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini