PRU-15: Pemilu Terpanas Sepanjang Sejarah Malaysia

oleh -483 views
oleh
483 views
PRU Malaysia ke 15 (google)

Oleh: AISYAH NURHANIZA

Mahasiswa Ilmu Sejarah UNAND

NEGARA tetangga kita yakni Malaysia beberapa hari yang lalu tepatnya pada 19 November 2022, mengadakan pemilihan umum untuk menentukan anggota parlemen sekaligus perdana menteri.

Pemilu tersebut dinamakan dengan Pilihan Raya Umum (PRU). Hal ini dimaksudkan untuk membentuk pemerintahan yang baru setelah beberapa kali berganti kepemimpinan. Tetapi, yang paling disorot dalam pemilu kali ini ialah pemilihan perdana menteri yang berjalan sengit.

Dalam perjalanan sejarah Malaysia, mereka telah dipimpin oleh 9 orang Perdana Menteri. Tokoh-tokoh yang pernah memimpin Malaysia ialah Tunku Abdul Rahman (1955-1970), Abdul Razak Hussein (1970-1976), Hussein Onn (1976-1981), Mahatir Mohammad (1981-2003 dan 2018-2020), Abdullah Ahmad Badawi (2003-2009), Nazib Razak (2009-2018), Muhyiddin Yassin (2020-2021) dan Ismail Sabri Yaakob (2021-2022). Rata-rata dari mereka berasal dari tiga koalisi besar di Malaysia.

Sejarah PRU

Kesembilan orang perdana menteri tersebut, dipilih melalui Pilihan Raya Umum yang telah dilaksanakan sebanyak 14 kali. Berdasarkan keterangan dari jurnal yang berjudul “Ikhtisar analisis Pilihan Raya Umum 1978 hingga 2013 di Malaysia”.

Pilihan raya telah dilaksanakan sejak 1955 sebelum kemerdekaan dengan nama Pilihan Raya Umum Persekutuan Tanah Melayu. Setelah merdeka, barulah di tahun 1959 dilaksanakan Pilihan Raya Umum (PRU) pertama dilaksanakan. Berawal dari situlah, pemerintahan Malaysia dijalankan sendiri oleh pemimpin sebagai sebuah negara yang sah dan legitimasi. Pemerintahannya berawal dari gabungan Parti Perikatan dengan koalisi UMNO, MCA dan MIC yang bertahan hingga PRU tahun 1969.

Pada PRU 1974 gabungan politik semakin kuat dengan terbentuknya Barisan Nasional (BN) dan PAS serta parti-parti oposisi Sabah dan Serawak.

Namun, sebelum PRU 1978, PAS dikeluarkan dari BN yang menjadi pemicu dinamisnya politik Malaysia dengan pasang surut prestasi partai-partai dalam setiap pilihan raya.

Pada PRU 1978, BN berhasil memenangi 131 kursi dari 154 kursi yang diperebutkan dan untuk pertama kalinya dapat berjaya di Kelantan setelah 19 tahun dikuasai PAS. Dalam dua pilihan raya selanjutnya yakni PRU 1982, PRU 1986, PRU 1990, PRU 1995, PRU 1999, PRU 2004, PRU 2008, PRU 2013 BN kembali memenangkan pertarungan perebutan kursi parlemen. Sementara itu di PRU 2018, koalisi baru Pakatan Harapan untuk pertama kali memenangkan pilihan raya.

Jalannya Pemilu

Mengutip dari astroawani, pemilu tahun ini merupakan Pilihan Raya Umum ke-15 dalam sejarah Malaysia. Dari sekian banyak pemilu yang telah dilaksanakan, mungkin pemilu tahun ini merupakan yang paling panas sepanjang sejarah.

Hal ini dikarenakan tidak ada satupun dari partai atau koalisi yang berhasil mencapai ambang batas kursi parlemen, yakni 112 kursi dari total 222 kursi.

Akibatnya, tidak dapat membentuk pemerintahan baru. Ketiadaan pemenang yang sah ini membuat tiga koalisi yang sedang bertarung saling mengklaim sebagai pemenang. Situasi ini semakin menambah pelik drama politik di Malaysia.

Pelaksanaan pilihan raya diikuti oleh banyak partai seperti PKR, UMNO, BERSATU, PAS dan MUDA. Partai-partai besar di Malaysia tersebut dalam pertarungan pemilihan perdana menteri kemudian membentuk koalisi.

Terdapat tiga koalisi besar dalam PRU-15, yakni pertama ada koalisi Pakatan Harapan (PH) berisi lima partai yakni Partai DAP, PKR, AMANAH, UPKO dan MUDA. Mereka mengusulkan Anwar Ibrahim sebagai calon perdana menteri.

Sementara koalisi kedua ada Perikatan Nasional (PN) berisi tiga partai yakni BERSATU, PAS dan GERAKAN. Mereka mengusulkan Muhyiddin Yassin sebagai calon perdana menteri. Sedangkan koalisi terakhir ada Barisan Nasional (BN) yang berisi delapan partai pengusul yakni UMNO, MCA, MIC, PBRS, PCM, IPF, KIMMA dan MMSP. Mereka mencalonkan Ismail Sabri Yaakob sebagai calon perdana menteri.

Semua calon perdana menteri tersebut telah memiliki rekam jejak di pemerintahan, terkhusus pada dua calon yakni Muhyiddin Yassin dan Ismail Sabri Yaakob mereka merupakan mantan perdana menteri Malaysia.

Keduanya menjadi perdana menteri hanya sebentar saja, tidak sampai satu periode akibat situasi politik Malaysia yang tidak pasti. Ketidakpastian situasi politik ini bermula di tahun 2020 ketika beberapa partai politik berkonvensi dan mencoba membentuk pemerintahan baru dengan mengklaim kursi mayoritas di Dewan Rakyat tanpa melalui pemilihan.

Kejadian ini membuat perdana menteri yang sedang menjabat saat itu, Mahatir Mohammad harus mengundurkan diri akibat manuver politik anggota Koalisi Pakatan Harapan yakni Partai Pribumi Bersatu Malaysia dan Partai Keadilan Rakyat yang keluar dari koalisi. Setelahnya, terjadi 3 kali pergantian kepemimpinan hanya dalam 4 tahun saja. Dimulai dari Mahatir Mohammad 2018-2020, kemudian Muhyiddin Yassin 2020-2021 dan Ismail Sabri Yaakob 2021-2022.

Akhir Pemilu

Situasi politik semakin memanas memasuki masa Pilihan Raya Umum, dimana ketiga orang tadi saling bertarung memperebutkan kursi perdana menteri. Hingga pada akhirnya di hari Kamis tanggal 24 November 2022, Raja Malaysia Abdullah dari Pahang memutuskan untuk mengangkat Anwar Ibrahim dari Koalisi Pakatan Harapan sebagai Perdana Menteri Malaysia ke-10.

Pelantikan Anwar sebagai perdana menteri mengakhiri lima hari krisis pasca pemilu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, penunjukan beliau juga dapat menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan akibat faktor internal dan eksternal. Sebelum menjabat sebagai perdana menteri, beliau merupakan tokoh oposisi dan pernah menjabat sebagai wakil perdana menteri di masa Mahatir Mohammad.

Tetapi, tahun 1998 Mahatir memecat Anwar karena berselisih pendapat terkait penangan krisis ekonomi global yang terjadi di Malaysia. Selain memecat, Mahatir juga menjebloskan Anwar kedalam tahanan dengan tuduhan kasus sodomi dan korupsi di tahun 1999.

Hal ini secara tidak langsung berdampak kepada rekam jejak beliau yang tercoreng karena pernah masuk penjara. Selain faktor internal tersebut, ada juga faktor eksternal di parlemen karena adanya persaingan pengaruh dengan Muhyiddin Yassin yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan Anwar Ibrahim.

Perjalanan pemerintahan Anwar Ibrahim baru dimulai. Kedepannya tidak ada yang tahu apakah pemerintahannya dapat bertahan lama hingga akhir periode, atau justru bubar di tengah jalan seperti pemerintahan sebelumnya.

Namun, kita tentu berharap situasi politik yang mulai kondusif di Malaysia dapat bertahan lama. Sehingga tidak terjadi lagi krisis politik selanjutnya yang akan berdampak kepada masyarakat Malaysia itu sendiri.(analisa)