Quo Vadis Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Banten

oleh -417 views
oleh
417 views
Toni Anwar (foto: dok)

Hari Hak Untuk Tahu Internasional, The International Right To Know Day

Oleh :Toni Anwar Mahmud, M.Si

(komisioner KI Bantenperiode 2011-2015 dan 2019-2023 serta Dosen Universitas Banten Jaya)

SETIAP 28 September diperingati sebagai Hari Hak untuk Tahu Internasional yang diperingati lebih dari 60 negara demokrasi di dunia. Right to Know Day (RTKD) pertama kali dideklarasikan di Sofia, Bulgaria, pada 28 September 2002. Sementara di Indonesia, Hari Hak untuk Tahu Internasional mulai diperingati mulai tahun 2011.

Semenjak tahun 2002, peringatan Hari Hak Untuk Tahu berkembang dan lebih dinamis. Pada setiap peringatan Hari Hak untuk Tahu, beberapa hal yang perlu untuk terus disosialisasikan adalah: Pertama, akses terhadap informasi publik merupakan hak setiap orang.

Kedua, informasi yang dirahasiakan adalah pengecualian. Ketiga, hak untuk tahu dilaksanakan oleh setiap badan publik. Keempat, Layanan atas permohonan informasi publik dilaksanakan secara sederhana, cepat dan berbiaya ringan. Kelima, pejabat pengelola informasi dan dokumentasi bertugas membantu pemohon informasi.

Keenam, setiap adanya penolakan atas permohonan informasi harus berdasarkan alasan yang tepat. Ketujuh, kepentingan publik yang lebih besar dapat menjadi perspektif dibukanya suatu informasi rahasia dan setiap orang berhak mengajukan keberatan atas putusan penolakan.

Kedelapan, badan publik harus mengumumkan informasi publik secara proaktif, kontinyu dan berkelanjutan terkait tugas pokok badan publik. Kesembilan, hak atas akses informasi publik dijamin oleh lembaga independen, Komisi Informasi.

Komisi Informasi di Provinsi Banten
Paska diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 April 2008 yang mengamanatkan pada Pasal 60 bahwa Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.

Perintah undang-undang tersebut direspon cepat oleh Pemerintah Provinsi Banten yang mengelar seleksi calon komisioner Komisi Informasi pada tahun 2010 dan pada tanggal 2 Februari 2011 terbit Keputusan Gubernur Banten Nomor 497.05/Kep.69-Huk/2011 Tentang Komisi Informasi Provinsi Banten Periode 2011-2015 yang terdiri dari 5 (lima) orang Komisioner yaitu: Yhannu Setyawan, Amas Tadjuddin, Achmad Nashrudin P, Alamsyah Basri dan Toni Anwar Mahmud dengan diberi tugas sesuai undang-undang yaitu menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi serta bertanggung jawab kepada Gubernur Banten dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten.

Provinsi Banten merupakan provinsi keenam yang membentuk Komisi Informasi Provinsi setelah Provinsi Jawa Tengah; Provinsi Jawa Timur; Provinsi Kepulauan Riau; Provinsi Gorontalo dan Provinsi Lampung.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komisi Informasi provinsi Banten juga menjalankan peran sebagai pelaksana Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, salah satunya adalah mendorong Pemerintah Provinsi Banten memiliki regulasi daerah dengan membentuk Pejabat pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang ditetapkan oleh Peraturan Gubernur.

Pemerintah Provinsi Banten menindaklanjutti hal tersebut dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Banten Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelayanan Informasi Publik Dan Dokumentasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Banten pada tanggal 14 Juli 2011 dan pada tanggal 1 Agustus 2011 menetapkan Keputusan Gubernur Banten Nomor 499.05/kep.673-Huk/2011 tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Lingkungan Provinsi Banten, dalam Keputusan Gubernur tersebut telah menempatkan Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Provinsi Banten sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama dan Sekretaris serta kepala bagian pada biro dan badan di 43 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ditempatkan sebagai PPID Pembantu.

Dalam perjalanannya DPRD provinsi Banten ikut serta dalam mendorong keterbukaan informasi publik dengan menyusun peraturan daerah inisiatif (Prakarsa DPRD) yaitu lahirnya Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang diundangkan tanggal 25 Oktober 2012. Perda Banten ini merupakan Perda Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik PERTAMA di Indonesia. Selain mengatur tata kelola keterbukaan informasi publik, Perda ini juga mengatur tentang sekretariat Komisi Informasi yang hingga kini masih belum memiliki keajegan kesekretariatan.

Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Banten

Dengan melihat suprastruktur yang dimiliki Pemerintah Provinsi Banten pada awal pembentukan Komisi Informasi Provinsi Banten dan daya dukung dari pemerintah Deerah dan DPRD provinsi Banten, sejatinya tata kelola keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Banten sudah berjalan dengan sangat baik.

Namun perlu diakui bersama bahwa pada saat tulisan ini disusun, lembaga Komisi Informasi telah memasuki periode ketiga (tahun kesembilan) dalam menjalankan UU KIP tetapi masih banyak badan publik yang masih berorientasi kepada adanya permohonan informasi publik, belum berorientasi kepada pengguna informasi publik serta masih tingginya permohonan penyelesaian sengketa informasi publik (PPSIP) ke KI Banten. Dalam catatan penulis jumlah PPSIP hingga tahun 2019 sebanyak 1.905 register yang terdiri dari 2011 (28), 2012 (117), 2013 (450), 2014 (250), 2015 (379), 2016 (89), 2017 (392), 2018 (85), 2019 (115), 2020 (87) sementara hingga Agustus 2020 sudah terdapat 87 register sehingga total PPSI menjadi 1992 register.

Beberapa faktor yang menjadikan masih tingginya PPSI karena pertama, dari faktor Badan Publik (BP) yaitu: 1) BP tidak memberikan tanggapan atas permohonan Informasi Publik (IP); 2) Atasan BP tidak memberikan keputusan atas permohonan IP; 3) BP terlambat memberikan tanggapan kepada pemohon; 4) BP masih mengedepankan mekanisme dan legal standing pemohon; 5) BP belum menjalankan SOP layanan informasi publik khususnya dalam menindaklanjuti surat pemohonan IP masih menggunakan mekanisme surat kedinasan yang mebutuhkan disposisi pimpinan; 6) Aparatur PPID/PPID Pembantu yang ditugaskan sering mengalami pergantian personel dan belum memiliki semangat keterbukaan yang sama dalam memberikan layanan IP; 7) masih minimnya sarana/prasarana yang dimiliki PPID/PPID Pembantu; 8) masih belum kuatnya komitmen atasan PPID dalam menjalankan layanan IP.

Sementara dari faktor masyarakat atau pemohon adalah: 1) pengajuan permohonan IP dengan item yang banyak; 2) permohonan IP yang disampaikan pemohon seringkali dikirimkan kepada sejumlah BP dengan item permohonan yang identik; 3) pemohon IP masih ada yang belum mematuhi ketentuan/mekanisme/tata cara permohonan IP sesuai dengan ketentuan masing-masing BP; 4) pemohon seringkali mengabaikan tanggapan atau keputusan atasan PPID sehingga langsung mengajukan PPSIP ke Komisi Informasi 5) pemohon IP masih berkisar mengajukan permohonan penggunaan dan laporan anggaran.
Dari kedua faktor tersebut merupakan suatu hal yang paradoks, disaat yang sama regulasi pemprov Banten dan kabupaten/kota telah lahir sejak tahun 2011.

Penutup

Dalam peringatan Hari Hak Untuk Tahu Internasional tahun 2020 penulis mengajak komitmen bersama antara Badan Publik dalam hal ini adalah PPID, Komisi Informasi, Perguruan Tinggi dan masyarakat untuk dapat bersama-sama lebih memahami amanat undang-undang keterbukaan informasi publik dan penatakelolaan keterbukaan informasi publik serta arti penting layanan informasi publik.

Bahwa Badan Publik dan Masyarakat sebagai pemohon/pengguna IP sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang diatur perundang-undangan. BP dan masyarakat sama-sama mengusung tujuan UU 14/2008 yaitu: a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Dengan melaksanakan tujuan UU KIP tersebut dapat dipastikan hak dan kewajiban BP dan masyarakat dapat sama berorientasi kepada kepentingan publik.
Komisi Informasi provinsi Banten sendiri akan selalu menjadi pelopor dan pendorong keterbukaan informasi publik di provinsi Banten dan akan melaksanakan tugas, fungsi, wewenang serta perannya dalam menjalankan UU KIP dengan segala keterbatasan yang dimiliki.

Koordinasi, integrasi, sinkrosnisasi dan sinergitas serta komitmen bersama keterbukaan informasi publik haruslah menjadi platform bersama bagi setiap badan publik di provinsi Banten dengan berorientasi kepada kepentingan publik dan kemudahan dalam memperoleh informasi publik. Selamat memperingati hari hak untuk tahu internasional.(analisa/ dikutip dari : kabarbanten.com)