Rakyat Berdaulat, Negara Kuat

oleh -4,092 views
oleh
4,092 views

oleh : Ilrianto

SAYA sangat prihatin dengan kondisi sekarang. Ketika banyak masyarakat yang beranggapan bahwa Pemilu adalah saatnya untuk mendulang bantuan-bantuan dari para calon, Pemilu artinya ada lapangan kerja rutin menjadi tim sukses guna menyalurkan bantuan calon kepada masyarakat.

Kemudian ketika Pemilu diartikan sebagai masa panen bagi kalangan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dari hari-hari biasanya. Jika demikian, maka sebagian masyarakat tersebut sudah salah mengartikan Pemilu dan demokrasi.

Dengan kondisi demikian, siapakah yang harus disalahkan? Tidak ada asap, tentu tidak ada api. Masyarakat kini seperti itu tentu karena ada yang mengajarkan. Ketika kondisi sudah sedemikian parahnya, siapa yang mesti bertanggungjawab?

Jawabannya adalah kita semua. Ibarat penyakit kronis, kita tidak boleh menyerah. Kita harus tetap berupaya mengobatinya, secara perlahan-lahan, bahkan harus dengan cepat, kalau bisa.

Ibarat benang kusut, kita harus mengurainya satu-persatu. Bagaimana kita memulihkan kondisi tersebut supaya normal kembali. Kondisi di mana orang-orang berpartisipasi dalam pemilu dan demokrasi sesuai dengan arti yang sebenarnya.

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan satu-satunya mekanisme yang sah untuk pergantian kekuasaan dalam negara hukum dan menganut paham demokrasi. Melalui Pemilu, rotasi kekuasaan penyelenggara negara bias dijalankan. Rotasi kekuasaan inilah yang akan menjadi hasil proses penyelenggaraaan Pemilu.

Pemilu juga memberikan ruang keterlibatan rakyat secara langsung dalam menentukan pemimpinnya. Pemimpin yang akan menentukan nasib rakyat melalui kebijakan hukum yang sah. Oleh karenanya, para penyelenggara negara merupakan pengemban mandat rakyat untuk memastikan kesejahteraan dan terpenuhinya hak-hak rakyat.

Dalam menyadarkan masyarakat dan pemilih KPU terus memunculkan slogan-slogan baru yang mengandung nilai kebangsaan. Seperti slogan yang digembor-gemborkan KPU baru-baru ini “Rakyat Berdaulat, Negara Kuat”. Slogan yang akhir-akhir ini menjadi viral di media sosial. Seluruh komunitas yang dibentuk KPU  di setiap provinsi di Indonesia juga ikut menyebarkannya, baik secara langsung, mau pun lewat media.

Slogan ini juga saya sampaikan ketika gerakan sadar pemilu di Kota Padang Panjang, Minggu 29 Oktober 2017 lalu.

Rakyat berdaulat negara kuat artinya kekuasaan tertinggi itu berada di tangan rakyat. Artinya kedaulatan itu tidak berada di tangan calon legislatif, bukan pada calon presiden, bukan pada calon bupati/walikota, bukan pada ormas, LSM dan lain-lainnya. Tapi di tangan masing-masing rakyat.

Rakyat bebas menentukan siapa yang akan menjadi wakil mereka di kursi parlemen, mau pun di kursi eksekutif, tanpa intervensi dan tidak boleh dimanipulasi.

Berhubung masyarakat Kota Padang Panjang akan melaksanakan pemilihan walikota, berarti “Rakyat Berdaulat, Padang Panjang Kuat”. Bagimana slogan itu bisa terwujudkan? Yaitu dengan melaksanakan pemilu yang berintegritas, tanpa manipulasi, tanpa politik uang.

Jika pemilu dilakukan dengan hal-hal buruk tersebut, maka kedaulatan rakyat tidak akan terwujudkan. Artinya rakyat tetap ikut memilih, tapi karena diintervensi oleh pihak lain, karena uang, karena barang, dan pemberian lainnya. Kadang ada juga rakyat yang dilarang oleh satu calon untuk tidak memilih calon yang lainnya, bisa jadi rakyat memilih karena kedekatan, sedangkan calon yang dimaksud tidak layak menjadi wakil rakyat, dan banyak hal-hal lainnya yang sesungguhnya tidak boleh terjadi saat pelaksanaan pemilu.

Kalau semua itu tetap terjadi, artinya kedaulatan rakyat sudah dirusak. Sama artinya rakyat tidak berdulat sama sekali, padahal negara sudah sangat baik dengan sistem demokrasi memberikan kekuasaan tertinggi kepada rakyat untuk menentukan wakilnya yang akan melindungi dan memperjuangkan hak-hak rakyat.

Calon-calon yang terpilih karena pelanggaran-pelanggaran itu, jangan harap ketika terpilih akan memikirkan rakyat. Pastinya mereka akan berorientasi pada kekuasaan semata, berorientasi pada kepentingan pribadi atau sekelompk saja.

Kenapa tidak, contoh ketika mereka terpilih karena membeli suara rakyat, maka dia tidak akan melayani masyarakat, tapi sibuk memikirkan bagimana mengembalikan modal yang sudah dihabiskan selama tahapan Pemilu. Sangat mungkin sekali ketika banyaknya calon terpilih terlibat kasus korupsi adalah akibat dari upaya untuk mengembalikan modal yang dihabiskan selama mengikuti pemilu.

Sebaliknya Pemilu yang kita harapkan adalah Pemilu yang berintegritas. Dalam Pemilu partai dan calon memang perlu meyakinkan masyarakat untuk memilihnya, tapi tidak dengan uang.

Pemilu di mana masyarakat meyakini calon yang akan dipilihnya bukan karena pemberiannya, tapi karena visi-misi dan rekam jejak mereka sebelum ikut mencalonkan diri. Pemilu di mana rakyat memilih sesuai dengan hati nuraninya, bukan karena paksaan

Dengan demikian, pemimpin yang dilahirkan dari Pemilu tersebut adalah pemimpin yang benar-benar pantas menjadi wakil rakyat. Pemimpin yang serius melayani masyarakat. Pemimpin yang tidak sibuk dengan kekuasaan semata, tidak memikirkan kepentingan pribadi, tapi pemimpin yang fokus memikirkan kebijakan yang berpihak kepada kebutuhan masyarakat.

Kira-kira seperti itu lah arti dari slogan Rakyat Berdaulat, Negara Kuat yang saya pahami. Yang sedang digaungkan KPU untuk menghadapi Pilkada serentak Rabu 27 Juni 2018 dan pemilu serentak nasional Rabu 17 April 2019. Slogan ini ditanamkan kepada masyarakat untuk menyadarkan masyarakat, menghilangkan sikap apatis terhadap pemilu sehingga partisipasi dan kualitas Pemilu lebih meningkat dari seblumnya.(*analisa)