Ramai Jelang Pemilu

oleh -831 views
oleh
831 views

Oleh: HM. Tauhid, S.ip

UNDANG-Undang Pemilu sejak lama disahkan. Nyaris tidak ada permasalahan. Hanya saja produk turunannya berupa peraturan KPU ramai dipersoalkan.

Ramai terkait larangan maju sebagai Caleg bagi terpidana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun. Yakni kasus tindak pidana korupsi, pelecehan seksual dan narkoba.

Belakangan Mahkamah Agung (MA) menganulir peraturan yang dibuat KPU. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pun angkat bicara jika dirinya mendukung putusan MA itu. KPU pun akhirnya melunak. Bersedia membuat peraturan baru yang tentunya tidak akan berbenturan lagi dengan putusan MA. Artinya, tiga kasus hukum (korupsi, pelecehan seksual, narkoba) tidak lagi dipertimbangkan dalam penetapan Caleg.

Begitulah ramainya suasana jelang Pemilu. Peraturan dengan cepat dibuat dan diganti. Hanya peraturan tentang kepemiluan yang seperti itu. Terkesan begitu dinamis.

Bagi penulis pribadi, apa pun aturan yang telah disahkan, memang harus dijalankan bersama. Ada baiknya perdebatan terjadi saat pembahasan, bukan setelah peraturan itu dibuat. Dalam hal ini uji publik menjadi amat penting dalam proses pembuatan aturan itu.

Terlepas dari aturan KPU yang kontroversial, kita patut berbangga dengan adanya Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Dalam Undang-Undang ini lembaga penyelenggara, KPU dan Bawaslu terikat dalam payung hukum yang sama. Melalui undang-undang ini pula, Pilpres dan Pileg digelar serentak. Sehingga dalam istilah penyelenggara, tidak ada Pileg atau Pilpres, tapi yang ada hanyalah Pemilu 2019. Memilih presiden dan wakil presiden, serta anggota legislatif, mulai dari DPRD kabupaten/kota/provinsi, DPR RI, dan DPD.

Bawaslu sendiri mendapat kekuatan tambahan dengan hadirnya UU Nomor 7/2017. Pada Pasal 461, Bawaslu bisa menyidangkan perkara hingga membuat putusan pembatalan pencalonan. Kewenangan tersebut tentu saja menjadi tantangan agar Bawaslu senantiasa bersikap profesional dan adil. Termasuk dalam penertiban alat peraga kampanye. Tidak tebang pilih. Menyosialisasikan setiap aturan guna mencegah kesalahan yang dapat mengganggu kelancaran pemilu.

Bagi sebagian masyarakat, “ramai jelang pemilu” mungkin tidak menjadi perhatian serius. Urusan pekerjaan, ekonomi, pendidikan, kesehatan mungkin dianggap yang lebih penting. Dan itu memang ada benarnya. Masyarakat mungkin sudah bosan dengan debat tingkat elit yang membahas kepentingan elit saja.

Masyarakat ingin sesuatu yang menyejukan. Kabar baik dengan komitmen tinggi untuk merealisasikannya. Namun begitu, dinamika proses pemilu memang tak bisa juga diabaikan. Minimal ini adalah pembelajaran politik dari bangsa yang terus bertumbuh. Kepedulian masyarakat diharapkan ikut menjadi kontrol agar tidak timbul kesewenang-wenangan dalam pengambilan keputusan.

Pemilu sudah semakin dekat. Pada 23 September 2018, tahapan kampanye akan dimulai. Peserta pemilu akan bersosialisasi. KPU dan Bawaslu tentu akan ambil bagian juga sesuai fungsi masing-masing. Semoga masyarakat cerdas dan bijak, dalam menentukan nasib bangsa ini lima tahun ke depan. Memilih wakil-wakil dengan semangat pembaharuan dan tentu saja punya komitmen dalam membangun negeri.

Sumatera Barat dari tahun ke tahun akan dihadapkan pada tantangan berat. Selain adanya potensi gempa tektonik dan tsunami, daerah ini diapit sejumlah gunung api yang masih aktif. Berpotensi memicu gempa vulkanik. Ada Gunung Merapi, Gunung Talang dan Gunung Tandikek yang terus mengepulkan asap dari kawahnya.

Dalam waktu bersamaan, jumlah penduduk terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jika perekonomian tidak dibangun, angka pengangguran akan semakin tinggi. Ini membutuhkan investasi besar-besaran agar pembangunan bisa dilaksanakan secara berkelanjutan. Upaya mencari anggaran perlu dilakukan, tidak hanya bersumber dari APBD, tapi juga dari APBN dan partisipasi swasta melalui skema investasi.

Pemilu boleh berganti dan berlalu. Namun, arah pembangunan daerah sebagai bagian dari NKRI harus berada di posisi yang tepat. Sumatera Barat harus tetap konsisten pada program mitigasi bencananya, pendidikan, kesehatan dan pariwisata. Program ekonomi kerakyatan melalui kelompok tani dan koperasi juga harus diperhatikan. Pemerataan ekonomi berbasis masyarakat mutlak dilakukan agar daerah bisa mandiri. Terhindari dari krisis nasional maupun global.

Konsep one village one product (satu kampung satu produk) yang dulu bergema kini perlu dievaluasi kembali. Konsep ini perlu disempurnakan, apalagi dengan adanya dana desa. Perkampungan bisa hidup dengan pertanian dan peternakannya. Agar arus menuju kota tidak lagi terjadi secara besar-besaran. Kestabilan dan kemandirian ekonomilah yang kita harapkan muncul setelah pemilu nanti. Semoga. (*anlisa)

*penulis: Caleg DPR RI Dapil Sumbar 1 dari Partai Perindo*