Refly Harun: Komisi Informasi Bisa Uji Perkaban Pertanahan Nasional

oleh -1,571 views
oleh
1,571 views
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun nyatakan Komisi Informasi bisa uji Perkaban 6 tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi di BPN, Rabu 7/11 pada FGD digelar KI DKI Jakarta (foto: ppid/kisb)

Jakarta,—Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun pastikan majelis komisoner Komisi Informasi bisa menguji Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) Nomor 6 tahun 2013  tentang Pelayanan Informasi Publik Lingkungan Badan Pertanahan Nasional.

Refly Harun, menyatakan itu saat Forum  Group Discussion dilaksanakan Komisi  Informasi DKI Jakarta, Rabu 7/11.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara ini soal pertanahan secara keseluruhan tak hanya informasi publiknya adalah tetap akan rumit dan ruwet

“Jangankan lembaga baru seperti Komisi Informasi (KI), lembaga tradisionil soal hukum saja seperti Pengadilan sering tidak dipandang. Itu, mungkin bukan soal masyarakat tidak taat hukum, tapi putusannya mungkin banyak masalah,”ujar Refly.

Dan adanya Perkaban kata Refly dasar menentukan informasi dikecualikan, tetap harus membreakdown dulu Pasal 17  mengatur informaai dikecualika pada UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,

Lalu kata Refly Harun pada FGD Keterbukaan Informasi dalam Tata Kelola Pertanahan dimoderatori Komisioner KI DKI Jakarta, Muhammad Dawam, kalau mau menguji Perkaban 6 tahun 2013 apa betentangan dengan aturan yang lebih tinggi yakni pasal 17 UU 14 tahun 2018, kata Refly bisa dengan norma abstrak yakni yudisial review kepada Mahkamah Agung.

“Tapi jangan salah, untuk kasuistik, cara konkritnya bisa lewat sidang sengketa informasi publik Komisi Informasi,”ujar Refly.

Kasuistik maksudnya menguji Perkaban tadi dengan UU, pasti majelis komisioner memutuskan pemohon berhak mendapatkan informasi karena informasi dimintanya tidak termasuk informasi publik dikecualikan menurut UU 14 tahun 2017.

“Itu legal konkritnya,  tapi Perkaban 6 tahun 2013 itu tidak batal otomatis, Perkaban tetap berlaku buat pemohon informasi lainnya,”ujar Refly Harun.

Bahkan Refly juga menyamakan pada putusa. MA soal Osman Sapta boleh calon DPD meski memimpin Parpol. “Saya katakan silahkan KPU jalankan putusan MA, tapi Pak Osman Sapta tetap tidak bisa juga maju calon DPD, karena putusan Mahkamah Konstitusi masih ada, sah, final dan mengikat,”ujarnya.

Untuk soal rumit dan ruwet masalah pertanahan,  Komisi Informasi baik pusat, provinsi dan kabupaten/kota,  kata Refli Harun, para komisioner harus mampu rebut trust publik dan penguatan kapasitas mereka.

“Dan harusnya untuk lembaga quasi peradilan yang bekerja dan punya kewenangan serta dibentuk karena perintah UU, seperti KI, KPPU dan Bawaslu, putusan lembaga itu harus final dan mengikat,”ujarnya.

FGD juga menghadirkan nara sumber lain  Yagus Suryadi dari Kementerian ATR/BPN) dan  Iwan Nurdin dari Kantor Staff Presiden),

Komisi Informasi Sumbar dari kiri ke kanan, Sondri, Arfitriati, Syamsu Rizal, Yurnaldi dan Adrian hadiri FGD tentang keterbukaan informasi publik dalam tata kelola pertanahan, Rabu 7/11 di KI DKI Jakarta. (foto: ppid/kisb)

Menurut Adrian Tuswandi Komisioner KI Sumbar menjadi peserta FGD bersama empat komisioner KI Sumbar Syamsu Rizal, Arfitriati, Yurnaldi dan Sondri, soal keterbukaan informasi pertanahan selalumenjadi ‘seksi’ dalam penyelesaian sengketa informasi.publik

“Empat tahun periode KI Sumbar, soal pertanahan termasuk grafik yang tinggi diselesaikan KI Sumbar,”ujar Adrian membidangi Penyelesaian Ssngekta Informasi publik KI Sumbar.

Sementara Iwan dari Kantor Kepresidenan mengatakan keterbukaan informasi dan tranparansi adalah dasar melakukan reform agraria di Indonesia

“KIP harus terlibat dalam prosez perubahan RUU Pertanahan terutama soal bab pendaftaran tanah yang sistematis lengkap dengan sistem informasi pertanahan nasional, dan ini pasti banyak tantangan karena soal pendaftran ini banyak pihak main mata, termasuk praktek percaloan,”ujar Iwan Nurdin.

Sementara Yagus Suyadi Kepala Bagian perUUan Kementerian ATR/BPN. mengatakan sejak 2010 sudah membuat sistem informasi bidang tanah.

“Kementerian ATR/BPN terus berkomntmen untuk keterbukaan informasi publik, bahkan jntuk surat keterangan tanah bisa diakses di BPN, tapi kalau Warkah lengkap untuk memperolehnya harus seizin Kanwil BPN karena warkah merupakan dokumen negara,”ujarnya.

Pradigma Rahasia Negara Absolut Tidak Berlaku

Ketua KI DKI Jakarta Alamsyah Basri serahkan plakat kepada Refly Harun narasumber pada FGD digelar Komisi Informasi DKI Jakarta, Rabu 7/11 (foto: ppid/kisb)

Menurut Refly Harun menegaskan UU No. 14 Tahun 2008, UU No. 43 Tahun 2009, dan preseden putusan KIP terbukti bahwa paradigma kerahasiaan negara absolut tidak berlaku lagi.

“Status dokumen negara, khususnya dokumen pertanahan tidak dapat ditetapkan sebagai dokumen yang dirahasiakan, kecuali secara eksplisit diatur di dalam undang-undang. Sebab, pada prinsipnya, seluruh informasi yang dikuasai oleh badan publik bersifat terbuka, selain yang dikecualikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,”ujar Refly.

Adapun pengecualian tersebut, mengutip Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2008, bersifat ketat dan terbatas, yang mana diuraikan kriterianya dalam Pasal 17.
​Setelah melihat pokok permasalahan di atas, bisa jadi duduk perkara tidak sepenuhnya berada pada tataran yuridis, melainkan tataran implementasi.

“Apabila badan publik di bidang pertanahan masih tidak hendak memberikan informasi pertanahan yang jelas-jelas bukan merupakan dokumen rahasia, dikhawatirkan bahwa pengesahan atau penetapan dokumen tersebut tidak berdasarkan prosedur peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Keterbukaan informasi itu sejatinya merupakan motor good governance dalam pemerintahan terbuka (open government) akan sulit diwujudkan apabila lembaga yang bersangkutan tidak memiliki kehendak atau unwilling untuk menjalankan kewajiban tersebut.

Seyogianya, kata Refly pemerintahan yang terbuka dapat memenuhi unsur-unsur penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, terbuka, dan partisipatoris.

​Masalah lain yang muncul juga terdapat dalam tataran eksekusi putusan KIP, meskipun telah jelas dinyatakan dalam Pasal 39 UU No. 14 Tahun 2008 bahwa putusan KIP bersifat final dan mengikat. Badan publik, dalam hal ini BPN, masih enggan menjalankan putusan KIP yang amarnya memerintahkan untuk menyerahkan dokumen yang dimohonkan oleh Pemohon informasi.

Bahkan, ketika terdapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dari badan peradilan sekalipun, BPN tidak langsung mengeksekusi putusan. Berarti, memang terdapat keengganan atau tidak adanya itikad untuk menerbitkan informasi secara sukarela, baik kepada Pemohon maupun kepada publik secara umum.

​Di tataran implementasi, cukup sulit untuk memberikan gebrakan atau dorongan agar badan publik tersebut bersedia memberikan informasi yang memang seharusnya didapatkan oleh publik atau menjalankan putusan KIP yang bersifat final dan mengikat.

“Cara yang dapat ditempuh ialah memberikan mekanisme sanksi kepada badan publik yang bersangkutan apabila tetap tidak mematuhi putusan KIP atas permohonan informasi publik,”ujarnya.

FGD Lahirkan Rekomendasi

Komisioner Komisi Informasi DKI Jakarta, Muhammad Dawam memastikan bahwa FGD ini untuk mencari formulasi terhadap perbaikan pengelolaan informasi di ATR/BPN.

Komisioner KI DKI Jakarta Muhammad Dawam

“FGD hari ini, secepatnya akan merumuskan rekomendasi terkait perbaikan Perkaban 6 tahun 2013 dan sebagai masukan untuk RUU Pertanahan,” ujar Dawam

Insya Allah kata Dawam Rekoemdasi  FGD hari ini akan disampaikan kepada DPR RI. “UntUk memperkuat RUU Pertanahan yang akan dibahas di DPR RI,”ujar Dawam.

Juga rekomendasi FGD disampaikan kepada Kementerian ATR BPN, supaya  menjadi masukan untuk perbaikan Perkaban No. 6 tahun 2013, dikabarkan akan  direvisi.

“Mudah-mudahan Peran Komisi Informasi akan banyak memberi Kontribusi positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,”ujar Muhammad Dawam. (ppid/kisb)