Rendahnya Keterwakilan Perempuan dalam DPR RI tahun 2019 dalam Perspektif Sosialisasi Politik

oleh -212 views
oleh
212 views
Gito Ristifal G, mahasiswa FISIP UNAND (dok)

Oleh: Gito Ristifal G

Mahasiswa Jurusan Ilmu Politi Universitas Andalas

SEMAKIN berkembangnya zaman pada saat sekarang ini tentunya memiliki pengaruh terhadap dunia politik yang mana tidak habis-habisnya permasalahan tentang keterwakilan perempuan dalam partisipasi maupun lembaga politik.

Jika dilihat dibeberapa daerah pada saat sekarang ini masih banyaknya daerah yang berada dalam zona kategori rendanya keterwakilan perempuan yang menyentuh angka 0-19%. jika dilihat dari angka tersebut tentunya sangat signifikan jumlah regulasi di daerah (Perda, peraturan kepala daerah) yang mendiskriminasi hak perempuan yang berdampak kedapa mental dan kepercayaan perempuan yang semakin rendah.

Jumlah perempuan aktivis yang berhasil masuk parlemen masih sangat sedikit (potensi diaspora melemah), gerakan perempuan masih cenderung berputar-putar dan jejaring gerakan perempuan nasional dan daerah masih cenderung lemah.

Mengutip dari Kompaspedia (2019), tercatat sebanyak 575 keanggotaan yang berada pada kursi perwakilan di parlemen. dimana sebanyak 457 kursi atau 79,48% diisi oleh kaum pria dan sebanyak 118 atau 20,52 persen kursi diisi oleh kaum perempuan.

Berdasarkan data di atas, sangat jelas terlihat adanya sebuah perbandingan secara kuantitas antara keanggotaan antara perempuan dan laki-laki pada kursi parlemen Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan masih berada sangat jauh di bawah jumlah keterwakilan laki-laki. Hal tersebut tenunya akan memicu suatu kesenjangan di mana keterwakilan perempuan dalam politik tidak memenuhi syarat minimal 30% di kursi parlemen yang telah di tetapkan oleh Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Partai Politik . Jauhnya perbandingan kandidat secara gender dikarenakan adanya beberapa faktor yang berindikasi pada keterwakilan perempuan di parlemen.

Rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen merupakan masalah yang krusial bagi bangsa Indonesia yang harus segera diatasi, karena jika dalam sistem kepemerintahan perempuan mendapatkan posisi minoritas, maka pastinya akan mempengaruhi nilai-nilai yang menunjang hak-hak perempuan itu sendiri, seperti terjadinya penegakkan hukum yang lemah bagi perempuan dan hak-hak beraspirasi.

Memasuki era reformasi hingga sekarang ini keterwakilan perempuan sudah mengalami kenaikan menjadi sebesar 20,5%. Namun jika merujuk kembali pada Peraturan Undang-Undang No.2 Tahun 2008 mengenai syarat minimal keterwakilan perempuan, tingkat representasi tersebut tenunya masih belum mencapai angka minimal 30%.

Partai PDIP yang merupakan partai dengan jumlah kandidat terbanyak dalam parlemen RI. Tercatat bahwa PDIP mendapatkan perolehan kursi sebanyak 128 kursi dari jumlah keseluruhan kursi di parlemen DPR RI. Pada periode 2019-2024 jumlah wanita yang masuk ke parlemen DPR RI Fraksi partai PDIP hanya 28 orang dan 100 di antaranya merupakan jumlah keterwakilan laki-laki .

Dengan partai yang memiliki jumlah kandidat lebih banyak, maka kita sangat berharap bahwa jumlah kandidat perempuan juga akan lebih banyak, namun Partai PDIP masih belum menyentuh angka kuota minimal 30%.

Jika dilihat dari faktor eksternal partai, fenomena ini terjadi karena sistem dari pemilihan politik itu sendiri, kurangnya figur keterwakilan calon perempuan bagi masyarakat sehingga mempengaruhi jumlah suara mereka dan beberapa pandangan streotif masyarakat mengenai gender di Indonesia.

Dan diliahat dari faktor internal permasalahan ini berada pada diri kandidat wanita secara pribadi dan bagaimana lingkup interaksi partai politik dengan kandidat politik wanitanya.

Interaksi yang dilakukan ini dapat terjadi jika partai politik memberikan sosialisasi politik mendalam bagi para kandidat khususnya kandidat wanita. Proses dalam pelaksanaan sosialisasi politik membutuhkan fasilitator yang menjadi komunikan politik sebagai subjek yang mampu membangun komunikasi kritis dalam proses sosialisasi sehingga dapat menunjang dan mengembalikan lagi kepercayaan pada diri perempuan.

Sosialisasi politik dalam partai politik sangat berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai dan membentuk karakter seseorang figur perempuan di partai tersebut untuk memperjuangkan posisinya di parlemen. Hal yang harus dimulai yaitu dari kepercayaan diri perempuan tersebut, yang mana keterwakilan perempuan di pemerintahan dapat dikatakan sebagai kunci untuk menegakkan nilai-nilai hukum dan hak-hak perempuan. Keterwakilan tentunya akan berpengaruh terhadap isu kebijakan mengenai kesetaraan gender yang terus menjadi suatu hal yang sangat kompleks untuk dibahas.

Dapat dikatakan bahwasannya keterwakilan perempuan di parlemen sebenarnya bergantung kepada keterwakilan perempuan di partai politik yang mana memiliki peranan dan fungsi tersendiri yang memberikan sosialisasi yang membentuk sebuah karakter yang baik untuk para kader-kader nya. Apabila hal tersebut sudah terlaksana dengan maksimal dan matang maka akan berdampak kepada meningkatnya jumlah keterwakilan perempuan di dalam parlemen.(analisa)