Rethinking Tourism’ Hari Pariwisata Dunia 2022, perspektif Sumatera Barat

oleh -396 views
oleh
396 views
Rombonhan bule berebut ke Siberut, di daerah tepi Sumbar jarang bule berlalu larang. (ilhm)

Oleh:  Ilhamsyah Mirman

Founder Ranah Rantau circle( RRc)/ Subsektor Kemitraan ‘Dewi’ Sumbar

IDE BESAR dari organisasi pariwisata perserikatan bangsa-bangsa sedunia (UNWTO) memikirkan kembali bagaimana memperlakukan pariwisata sebagai sektor yang berkelanjutan, inklusif dan tangguh, tampaknya kurang direspon di ranah Minang.

Peluang emas yang diberikan kepada Indonesia sebagai tuan rumah Hari Pariwisata Dunia (HPD) 2022 berlalu begitu saja.

Padahal tema yang diangkat sangat relevan, Rethinking Tourism. Berkaitan langsung dengan wajah dunia pariwisata, termasuk di Sumatera Barat, yang babak belur dihantam pandemi.

Pariwisata Sumatera Barat

Ide yang pernah digulirkan di kalangan terbatas tiga atau empat bulan lalu nyatanya sirna. Pegiat pariwisata lebih fokus pada pengembangan Desa Wisata, sebagaimana program unggulan Mas Menteri Parekraf. Baik bertema agro maupun keunggulan khas lainnya, seperti geopark atau desa digital.

Hal senada seiring dengan upaya yang dilakukan sejumlah pemerintah daerah, seperti Sawahlunto, Sujunjung, Payakumbuh, Bukittinggi dan Padang. Geopark Silokek Sijunjung dan destinasi wisata sejarah lubang tambang batubara di Sawahlunto adalah contoh aktual.

Dalam perspektif berbeda, upaya mengembalikan kejayaan tujuan turis asing yang dalam sejarah Lembah Harau, Danau Maninjau maupun Kota Bukittinggi pernah tergores, praktis jalan ditempat. Jarang terlihat bule berlalu lalang di ketiga destinasi legendaris tersebut.

Sementara geliat kota Padang resonansinya belum terlalu menggetarkan. Lebih berperan sebagai tempat transit yang kurang menarik minat turis menambah waktu berkunjungnya.

Penguatan promosi melalui jaringan perantau/diaspora, termasuk mengajak artis dan public figure datang. Potensi yang digarap serius Wakil Gubernur Audy Joinaldi. Namun belum juga menampakkan hasil.

Berita dibukanya penerbangan langsung Padang-Kuala Lumpur yang diyakini bakal menarik wisatawan Malaysia yang sebelum pandemi berkontribusi dominan. Nyaris 80% pelancong negeri jiran berdatangan ke aneka destinasi negeri ‘buyut’nya ini. Sayangnya, untuk diversifikasi sekaligus penambahan kunjungan secara deret ukur tidak bisa terlalu diharapkan.

Pertanyaannya, puaskah kita dengan semua ini. Dimana peran para pihak menjadi efek bola salju dari guliran wisatawan yang datang.

Mentawai andalan Wisata Dunia

Apa yang diinginkan wisatawan ke Sumatera Barat berbeda dengan ke Mentawai. Meski untuk kajian akademik, khususnya budaya dan antropologi kedua daerah sama memiliki keunggulan komparatif yang tidak bisa dibandingkan apple to apple, namun tetap saja kekhasan budaya bisa jadi menarik untuk terus dikembangkan.

Upaya mencoba untuk mengangkat isu pariwisata global, utamanya dikalangan underground turis mancanegara, disambut skeptis. Ada kecenderungan pemangku kepentingan terkait enggan menjadikan Mentawai sebagai tema utama pariwisata mendunia Sumatera Barat.

Suka atau tidak suka, yang bisa ditempel label pariwisata dunia dalam arti jadi destinasi pelancong mancanegara di Sumatera Barat, ya Mentawai. Memang sebelum pandemi banyak warga negeri jiran yang berdatangan, namun dimensinya berbeda dengan wisatawan dunia yang dimaksud. Itupun belum terlihat tanda-tanda bakal pulih.

Sementara rute Mentawai Fast Padang-Siberut tak mampu menampung animo. Bergelombang, seakan tak henti mereka berlomba untuk jadi yang pertama mencapai bumi Sikerei. Sungguh keunggulan tak ternilai yang dalam konteks Hari Pariwisata Dunia menjadi penyelamat muka Sumatera Barat untuk tetap hadir dideretan elit pariwisata dunia.

Keunggulan sangat spesifik sehingga hanya orang tertentu dan punya minat khusus yang tau, justru seharusnya menjadi kekuatan pariwisata Mentawai. Ribuan orang dari berbagai negara berganti tak henti semata untuk dua hal saja, ombak dan budaya. Dua golongan yang amat berbeda, yang satu _full_ menikmati terjangan dan gulungan ombak, sementara satunya lagi bergumul dengan kesyahduan dan keotentisan penduduk asli Siberut.

Sungguh potensi luar biasa yang rugi besar kalau tidak dimaksimalkan pemanfaatannya.

Satu tantangan sekaligus peluang bagi Mentawai untuk naik kelas, melejit ke jajaran elit destinasi wisata eksklusif. Tidak harus yang wah atau mewah sehingga mengundang masuk investor kakap, namun _small is beautiful_. Skala gak besar-besar amat namun bisa dinikmati merata. Meski peluang untuk melibatkan pemain besar jangan pula dinafikan.

Penutup

Sebagaimana tujuan  United Nations World Tourism Organization (UNWTO) pariwisata yang menguntungkan bagi wisatawan dan lokasi yang mereka kunjungi, serta merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

Perlu kecerdikan pengambil kebijakan dan para pelaku wisata, seraya jangan pula sampai membuat rantai baru. Bahkan sampai membebani turis dengan hal remeh namun membuat tidak nyaman. Pada konteks ini, peran pemerintah jadi kian strategis. Menjembatani antara pelaku usaha sekaligus menjadi regulator mumpuni.(analisa)