RUU DKJ Untuk Siapa? 

oleh -1,151 views
oleh
1,151 views
Ahmad Falih Lantang Mahasiswa Ilmu Politik UNAND. (dok)

RAPAT Paripurna DPR telah menyepakati Rancangan Undang-Undang atau RUU Daerah Khusus Jakarta menjadi RUU usulan inisiatif DPR RI. Dalam draf RUU itu disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta akan ditunjuk oleh Presiden.

Draf RUU yang dimaksud merujuk pada dokumen versi rapat pleno penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang dilakukan Badan Legislasi DPR. 

Dalam RUU tersebut disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul dari DPRD. Berikut ini merupakan bunyi lengkap dari Pasal RUU Daerah Khusus Jakarta  (DKJ) yang mengatur tentang penunjukkan kepala daerah.

Bagian Ketiga

Gubernur dan Wakil Gubernur

Pasal 10

  1. Provinsi Daerah Khusus Jakarta dipimpin oleh Gubernur dan dibantu oleh Wakil Gubernur.
  2. Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
  3. Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
  4. Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan

Maka dengan apa yang tertulis di atas menimbulkan banyak penolakan dari berbagai macam elemen masyarakat, sebab ketika Jakarta sudah tidak lagi menjadi ibukota negara seharusnya Jakarta tetap menjalankan pemilihan umum seperti halnya di daerah lain.

Jika hal ini tetap dilakukan, maka sama saja dengan menjadikan Jakarta seperti masa Orba yang di mana sudah tidak ada lagi semangat desentralisasi yang sebelumnya digaung-gaungkan pada awal reformasi. 

Gubernur yang ditunjuk oleh Presiden maka terjadi keterbatasan demokrasi bagi warga Jakarta. Artinya benar kalau hak warga untuk berdemokrasi memilih pemimpinnya dimatikan. Seharusnya rakyat berhak untuk itu, masyarakat berhak untuk menilai rekam jejak kepala daerah untuk memimpin Jakarta ke depan sebab pilkada memastikan hak-hak konstitusi bagi masyarakat. 

Pemilihan Gubernur Jakarta yang ditentukan Presiden lewat DPRD Provinsi akan berpotensi memunculkan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Yang dimana ini bertentangan dengan amanat reformasi dan menunjukkan kemunduran demokrasi. 

Dengan jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 12 juta jiwa dengan APBD hampir Rp 80 Triliun, tentu harus dinakhodai dengan orang yang berkompeten dan memiliki legitimasi dari rakyat.

Sebab jika tidak, bisa saja suatu saat nanti Presiden atau partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin. Yang di mana ini pasti akan membahayakan Jakarta beserta isi-isinya. (analisa)

Oleh: Ahmad Falih Lantang
Mahasiswa Ilmu Politik UNAND