Siapkah Tim Inti Pemerintah Daerah Menghadapi Covid-19 ?

oleh -1,491 views
oleh
1,491 views
Tommy TRD (foto: dok)

Oleh : Tommy TRD

GAGAL di final liga Champions masih menghasilkan medali perak dan status runner up. Tapi gagal menghadapi Covid-19 akan menghasilkan korban yang berjatuhan, dan akibat-akibat lainnya. Jika itu terjadi maka dibutuhkan waktu dan upaya yang tidak sedikit untuk memperbaiki keadaan. Tidak usah dikaji rupiahnya, bisa jadi tidak akan pernah cukup. Lha kondisi saat ini saja Pemerintah Pusat sampai bingung mencari uang untuk bantuan sosial yang akan diserahkan selama PSBB yang hanya per 2 minggu, apalagi jika sampai berbulan atau bertahun.

Di tingkat Pemerintah Daerah, kemampuan legislasi, budgeting, manajemen aparatur, dan policy seorang kepala daerah akan sangat diperlihatkan pada masa-masa krisis luar biasa seperti saat ini. Kemampuan legislasi jelas penting, apalagi jika penanganan Covid-19 ini membutuhkan alokasi anggaran yang besar. Gubernur, Bupati dan Walikota harus seiya sekata dengan para wakil rakyat di DPRD masing-masing. Jangan sampai keruwetan proses legislasi membuang golden time penanganan Covid-19.

Pada aspek budgeting atau penganggaran, lagi-lagi Kepala Daerah harus kreatif dalam melakukan pergeseran-pergeseran anggaran. Pergeseran itu harus tepat peruntukannya, tepat eksekutornya dan juga tepat waktunya. Karena jika terlewat dari momentumnya, maka realisasi anggaran itu tidak akan memberikan feed back yang maksimal.

Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) harus mampu merumuskan strategi anggaran yang brilian. Dan itu hanya bisa didapatkan jika Kepala Bappeda dan Bakeuda nya juga brilian. Karena mereka berdua lah yang dominan dalam menyiapkan penganggaran di daerah. Dua jabatan itu haruslah diisi oleh ASN-ASN yang memang cemerlang. Grade A ! Di sini arti penting manajemen aparatur akan terlihat jelas.

Kepala Daerah bersama Baperjakat nya harus benar-benar jeli dalam menempatkan personil dalam kabinetnya. Mana yang akan mengisi tim think thank, mana yang akan mengisi pos komandan lapangan atau Field Marshall. Gagal mengatur komposisi kabinet ini, maka bersiaplah untuk menjadi bulan-bulanan publik.

Tim atau kabinet yang kuat akan menghasilkan strong policy, jika setiap personil di dalamnya juga memiliki visi yang sama dalam mengatasi Covid-19 ini. Setidaknya ada beberapa pos jabatan yang memiliki beban terberat dalam perjuangan panjang dalam mengatasi Covid-19.

Dinas Kesehatan, sebagai yang terdepan dalam mengatasi isu atau persoalan medis di daerah, jelas OPD ini akan menjadi leading sector. Oleh karena itu, kombinasi dari seorang Kadis yang brilian, personil yang trengginas sampai ke Puskesmas, anggaran yang memadai dan dukungan dari semua OPD lainnya akan sangat menentukan tingkat keberhasilan OPD ini. Kepala Dinas yang brilian akan mampu merumuskan kebijakan yang efektif dan menjaga semangat juang para personilnya sampai ke Puskesmas. Tinggal menghitung berapa peluru yang bisa ia dapatkan untuk ditembakkan. Akan lebih luar biasa lagi jika sebagai Kadis ia bisa menghasilkan tambahan peluru bagi OPD nya sendiri.

Dinas Sosial. Sebagai bank data dari sebagian besar jenis bantuan, dinas ini harus punya data yang valid, sahih. Karena hampir seluruh penyaluran bantuan, yang sering dipermasalahkan adalah data. Kepala Dinas ini harus mampu menyediakan data termutakhir, dan harus mampu mengkoordinir penyaluran bantuan dengan seksama.

Tidak hanya soal data dan penyaluran bantuan saja, sudah semestinya Kepala Dinas Sosial juga bisa membuat simulasi dampak-dampak sosial yang mungkin ditimbulkan akibat Covid-19. Berapa potensi jumlah pengangguran yang akan bertambah ? Berapa jumlah KK yang berpotensi turun menjadi kategori miskin atau kurang mampu ? Dan berapa lama waktu yang kira-kira dibutuhkan untuk mengatasi dampak sosial itu ? Dan program apa yang dibutuhkan untuk mengatasinya. Minimal meraka sudah memiliki cetak birunya.

Kesbangpol. Sebagai salah satu OPD, Badan atau Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik ini cukup unik. Kinerja mereka kadang tidak memiliki ukuran pasti. Namun karena tidak memiliki ukuran pasti itu pula, Kepala OPD yang satu ini cenderung “nyantai”. Padahal OPD ini bertanggung jawab atas perkiraan “masa depan”. Apakah akan heboh, rusuh atau stabil, mereka memiliki peran untuk mengarahkan dan menjaga masyarakat ke kondisi yang ideal.

Mereka harus punya road map terhadap kemungkinan potensi pergerakan dan gejolak sosial akibat Covid-19. Mereka harusnya bisa mendapatkan data atau kecenderungan yang akan terjadi di lapangan. Karena hal ini penting terhadap kebijakan yang akan dan yang sudah diambil oleh Pemerintah Daerah. Mereka lah “intel” nya pemerintah daerah. Dan sudah semestinya mereka tahu bahwa Perang Dunia II dimenangkan oleh Sekutu bukan hanya karena infanteri atau artileri, tapi juga karena spionase. Atau dengan kata yang lebih ramah, data !

Dinas Ketahanan Pangan, atau yang sejenisnya. Dinas ini akan bertanggung jawab terhadap ketersediaan bahan pangan selama masa pandemi. Kepala Dinasnya harus tahu berapa kekuatan pangan daerahnya, dan yang lebih penting berapa lama lekuatan itu mampu bertahan jika wabah Covid-19 belum mereda.

Ia harus mampu menyiapkan semua skenario yang dibutuhkan untuk menjaga ketersediaan pangan di daerah itu aman sampai pandemi berakhir. Ia sudah harus mulai berhitung berapa stok beras yang dimiliki atau berapa ton ikan yang siap untuk dipanen, berapa lama stok itu akan bertahan, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi kembali agar tidak terjadi kelangkaan bahan pangan.

BPBD sudah tentu akan menjadi salah satu OPD yang memiliki beban sangat berat. Apalagi setelah Presiden mengumumkan Covid-19 sebagai darurat bencana nasional. Terlepas masih tumpang tindihnya kebijakan di tingkat pusat, di daerah tentu tidak perlu berlaku pula kondisi seperti itu. Walaupun sudah dikategorikan sebagai bencana, BPBD jelas tidak memiliki spek teknis untuk menghadapi Covid-19. Maksimal mereka cuma punya spek strategis. Ingat, maksimal.

Masalahnya, ada berapa BPBD yang memang maksimal sebagai OPD ? Berapa BPBD yang punya pejabat struktural mulai dari Kepala Badan sampai Kepala Seksi yang maksimal dalam pemahaman kebencanaan? Sebagai OPD yang bersifat koordinator, BPBD sejatinya juga menjalankan fungsi strategis, bukan hanya fungsi taktis. BPBD berperan penting dalam bahu membahu bersama Dinas Kesehatan sebagai garda terdepan. Oleh karena itu, mereka juga harus punya data masalah, potensi masalah, serta opsi solusi. Lagi-lagi mereka harus punya blue print terkait 3 aspek itu.

Last bu not least, Camat. Sebagai kepala wilayah, maka Camat lah yang akan berhadapan dengan warga yang menderita Covid-19. Camat lah yang akan mengatasi gejolak sosial yang timbul akibat ekses positif Covid-19 di wilayahnya. Camat lah yang menjadi proyektil dalam membubarkan kerumunan yang tidak sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku saat ini. Dan itu tidak sepenuhnya mudah, karena saat ini situasinya bukan business as usual.

Back up mumpuni yang diperoleh dari Kesbangpol akan sangat membantu para Camat. Apalagi jika para Camat ini punya intelektual, emosional dan social cultural yang bagus dalam mengarahkan masyarakat. Kondisi sosial di wilayahnya tidak akan segoyang kondisi medisnya. Tapi jika mereka pas-pasan, tanpa back up yang memadai pula dari OPD lain, maka mereka boleh bersiap sebagai pasukan one way ticket. Apapun dampaknya, mereka akan habisi sendiri, atau mereka yang dihabisi.

Tentunya masih ada OPD lain yang juga memiliki peran penting dalam upaya mengatasi Covid-19. Dinas Kominfo dan Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan misalnya sebagai pemberi informasi kepada publik. Namun dari sisi taktis, bisa diibaratkan vitalnya peran Dinas Kesehatan tentu tidak bisa disamakan dengan peran Dinas Arsip dan Perpustakaan.

Lalu, sudahkan para Kepala Daerah menyiapkan “tim intinya” ?