Sikap KSHUMI : LGBT Bertentangan dengan Hukum, Norma Agama dan Kesusilaan

oleh -5,857 views
oleh
5,857 views
Sikap KSHUMI tentang putusan MK , 15/12 (foto: dok)
Sikap KSHUMI tentang putusan MK , 15/12 (foto: dok)

Jakarta,—Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan memperluas pasal perzinahan di KUHP.

Putusan MK dihasilkan lewat ‘dissenting opinion’ dengan komposisi 5:4. “Amar putusan mengadili menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Arief Hidayat di persidangan , Kamis 14/2, kemarin seperti dikutip wartawan BBC Indonesia, Tito Sianipar.

Pada putusan yang dibacakan Kamis itu dinyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk membuat aturan baru kutip lengakap di http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42348089

Menanggapi hal diatas, kami DPN BHP Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) dengan ini memberikan pendapat hukum sebagai berikut;

1. Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya bukanlah melegalkan perilaku LGBT dan kumpul kebo. Tetapi sebenarnya hanya mengembalikan apa yang sudah ada di dalam KUHP. Dan dalam praktek selama ini sebetulnya aparat penegak hukum juga telah mengantisipasi perilaku LGBT dan kumpul kebo.

2. Tidak dibenarkan apabila kaum LGBT menjadi legal di Indonesia. Mengingat masyarakat Indonesia sangat tegas melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar ketentuan hukum, perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban dan kepentingan umum yang jelas diatur dalam Pancasila dan UUD 1945.

3. Keberadaan LGBT tidak sesuai dengan pasal 1 Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 mengenai perkawinan bahwa“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa”. Dan ketentuan serupa mengenai isi kartu penduduk yang ditetapkan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan (UU No. 23/2006).

4. Keberadaan LGBT berpotensi melanggar pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Sebagaimana dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) huruf a “Yang dimaksud dengan “persenggamaan yang menyimpang” antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat, binatang, oral seks, anal seks, lesbian, dan homoseksual.”

5. Aturan pidana terkait hubungan sesama jenis terdapat dalam Pasal 292 KUHP yang berbunyi: “Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”. Pasal 292 KUHP bahwa jerat pidana bagi pelaku homoseksualitas yakni apabila dilakukan oleh orang dewasa dengan anak di bawah umur yang berjenis kelamin sama.

6. Menyeru agar tidak melakukan persekusi kepada kaum LGBT namun lebih mengedepan proses pembinaan. Sebagaimana menurut UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada amandemen yang II sudah secara tegas memasukkan hak atas rasa aman ini di dalam pasal 28A-28I. Juga diatur dalam Pasal 30 UURI No. 39 Tahun 2009 tentang HAM yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”. dan Pasal 35 bahwa “Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman dan tentram yang menghormati, melindungi dan melaksakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.

Demikian pernyataan disampaikan.

Jakarta, 15 Desember 2017

Chandra Purna Irawan,MH.
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia)

Dewan Nasional BHP KSHUMI
1. Kamilov Sagala,SH.,MH
2. Miko Kamal, SH.,LL.M.,Phd. (sumber: kshumi)