Simulasi Takdir Dalam Filsafat Keputusan

oleh -615 views
oleh
615 views
Ilham Sahruji (dok)

Oleh: Ilham Sahruji

Ketua Umum HIKADU/ Mahasiswa UIN SMDD Bukittinggi

BEBERAPA hari yang lalu kerabat saya bertanya melalui Whatsapp kepada saya. Pertanyaannya adalah:

“Kenapa sih ayah saya bisa sukses, bisa menempati posisi yang sangat tinggi? Bisa memiliki jabatan yang baik? Padahal dia orang yang kurang berpendidikan”.

“Sebaliknya staf dan bawahannya itu adalah orang-orang yang menaiki jenjang pendidikan yang lebih baik. Kok bisa gitu? Apakah ada mekanisme rendom tertentu?”

Pertanyaannya sangat seksi dan sangat unik. Tetapi jawabannya sebenarnya sangat sederhana, yaitu bahwa tidak ada kaitan kualitas antara kesuksesan seseorang dengan jenjang pendidikan yang pernah dia upayakan.

Mungkin kita bisa menemukan cerita-cerita seperti demikian, tetapi dalam faktanya, kita tidak akan pernah menemukan adanya hubungan kesuksesan dengan jenjang pendidikan tertentu.

Kita bisa melihat orang-orang paling kaya di seluruh dunia atau bahkan orang paling kaya di Indonesia. Ternyata orang-orang kaya itu bukan orang yang berasal dari jenjang pendidikan tertentu, yang baik itu dalam stratifikasinya, maupun diferensiasinya.

Nah kalau begitu, untuk apa juga sekolah?

Ternyata jenjang pendidikan yang tinggi itu tidak menjamin kesuksesan seseorang. Sebenarnya begini, pertanyaan seperti itu bisa diajukan untuk dihadapkan pada dimensi yang lain.

Misalkan faktanya, bahwa ada orang paling berjasa di Indonesia bukanlah orang yang paling dihargai di Indonesia. Orang yang paling bekerja keras bukan orang yang paling menikmati kerja kerasnya. Itu benar kan?

Orang yang paling kaya di seluruh dunia Ternyata bukan orang yang paling bahagia di sedunia. Orang yang paling ganteng, orang yang paling cantik ternyata bukan orang yang paling beruntung dalam menemukan jodohnya.

Nah kan seperti itu…

Jadi, sebenarnya apa yang menyebabkan seseorang menjadi sukses?

Apa yang menyebabkan seseorang bisa menjadi bahagia?

Ada satu ilmu yang sudah kita ketahui, tetapi kita tidak pahami selama ini. Benar bukan?

“Kunci kesuksesan seseorang itu ada pada keputusan yang diambil”.

Jadi begini caranya. Kita coba buat simulasi imajinatif.

Ada dua orang pedagang cendol, yang satu pribumi, yang satu Cina. Nah dua orang ini ada di jalan yang sama. Tetapi mereka mengambil keputusan yang berbeda.

Orang pribumi itu berprinsip bahwa, kalau ada pelanggan baru yang datang kesini, orang tidak dikenal. Maka mahal kan harganya, karena belum tentu dia bakal datang lagi kesini. Belum tentu dia datang lagi kesini.

Mahal kan saja, mumpung ada kesempatan. Orang baru yang tidak dikenal mungkin dia belum tahu harganya. Naikin saja harganya, lumayan kan…

Orang Cina yang satu lagi, dia berprinsip sebaliknya. jikalau ada orang baru datang kesini, dia tidak kenal sama sekali. Maka murahkan harganya. Kenapa karena si Cina berspekulasi seperti demikian? Karena bisa saja di masa depan orang ini akan balik lagi. Maka ini adalah pelanggan potensial di masa depan. Setiap kali dia berhadapan dengan pelanggan baru atau orang yang tidak dikenal  harga cendolnya itu malah dimurahkan.

Nah dari sini kita bisa menduga mana yang akhirnya akan sukses dengan jualan cendol-nya tadi. Tentu saja adalah si Cina. Kenapa? Karena dia berspekulasi mengambil kesimpulan mengambil sebuah keputusan, dan keputusan itu benar pada akhirnya pelanggannya menjadi semakin banyak dan semakin banyak.

Karena setiap pelanggan baru dia kasih kortingan. Sebaliknya si pribumi itu akan menjual cendol yang sama di tempat yang sama dengan resep yang sama dan nasib yang sama sampai puluhan tahun. Tetapi tidak pernah mendapatkan pelanggan baru.

Setiap dia dapat pelanggan baru pelanggan itu pasti akan pergi menghilang karena harganya dimahalkan.

Nah cerdas atau tidak, bukan terkait dengan jenjang pendidikan tertentu. Akan tetapi terkait dengan kesimpulan dan keputusan mana yang dia ambil.

Sekarang mari kita lanjutkan simulasi imajinatif-nya;

Si Cina yang tadi itu sudah mendapatkan kekayaan lebih besar karena mengambil keputusan yang benar. Katakanlah sekarang dia sudah mendapatkan uang 10 juta rupiah hasil dari dagang cendolnya tadi.

Maka Tuhan akan memberikan pilihan erikutnya atau soal berikutnya. Si Cina ini ditanya; “Cina kamu sekarang sudah punya uang 10 juta apakah kamu akan menggunakan uang itu untuk membuat gerobak baru kemudian menyuruh orang lain mempekerjakan orang lain untuk dagang cendol di tempat yang lain? Atau kamu harus berkembang dengan menyewa sebuah ruangan di pinggir jalan?”

Di antara dua jawaban itu, ada yang akan mengantarkannya ke tempat yang lebih sukses lagi. Ada yang tidak, malah membuat stack atau malah berhenti.

Nah jadi siapakah orang yang sukses itu?

Adalah orang yang paling sering dan paling banyak dalam mengambil keputusan yang benar setiap kali ada pilihan. Kurang lebihnya begitu ya….

Apakah kita masih menyalahkan takdir?

Semoga simulasinya bisa dipahami, terimakasih sudah membaca… (analisa)