Ssstttt… Mak Datuak Hargianto Olah Sabut Kelapa Menjadi Dolar di Ulakan

oleh -523 views
oleh
523 views
Pendiri Pabrik Sabut Kelapa di Ulakan, Hargianto (kanan) ajak investor berinvestasi pabrik yang potensinya sangat menggiurkan, Selasa 15/3-2022. (dok/ck)

Padang Pariaman, — Asal ada kemauan dan bersungguh-sungguh, ternyata barang yang tidak berguna pun bisa diolah jadi berharga dan bernilai dolar.

Itulah nasib sabuik (sabut) kelapa yang selama ini terbuang percuma di mana-mana, kini bernilai dan menjadi salah satu barang ekspor ke Tiongkok.

Kisah pabrik pengolahan sabut kelapa di Jorong Gantiang Tangah Padang, Nagari Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman (Sumbar) ini adalah sukses story.

Sehingga kini, berapapun sabuik kelapa yang diantarkan masyarakat ke pabrik itu, langsung dibeli dengan harga yang pantas yaitu rata-rata Rp15 ribu per kubik.

Akibatnya, masyarakat berebut menjual sabut kelapa ke pabrik sabut kelapa di Nagari Ulakan ini. Ada yang membawa dengan gerobak, dengan becak, dengan sepeda motor dan ada pula yang membawa sabut kelapa dengan mobil pick up. Pembelian sabut kelapa di pabrik ini sudah berlangsung sejak satu tahun lalu.

Pabrik sabuik kelapa ini dikelola oleh Koperasi Sabut Kelapa (Kosapa) yang didirikan pensiunan TNI AL berpangkat bintang satu, Laksamana Muda TNI (Purn) Hargianto, SE.MM Datuak Bagindo Malano Nan Hitam bersama 14 orang kawan-kawannya yang terdiri dari para perantau, akademisi, pensiunan dan pengusaha. Dan yang menjadi Ketua Kosapa adalah Efli Ramli, merupakan pengusaha yang sudah malang melintang di bisnis sabut kelapa.

Pabrik sabut kelapa yang mempekerjakan 20 orang masyarakat ini, mengolah sabut kelapa sehingga menghasilkan dua produk andalan yaitu cocofiber berupa bulu-bulu sabut kelapa dan cocopeat berupa serbuk atau tepung sabut kelapa.

“Cocofiber digunakan oleh China dan Eropa untuk bahan pembuatan jok mobil mewah, untuk spring bed, bahkan untuk pembuatan kursi pesawat terbang. Sedangkan cocopeat atau serbuk digunakan untuk media tanam pengganti tanah serta diolah untuk pembuatan mebel, kertas kayu dan perabot mewah, ” H Hargianto Dt Bagindo Malano Nan Hitam, Selasa 15/3-2022.

Menurut Laksma TNI (Purn) Hargianto, SE.MM Dt akrab disapa dengan Mak Datuak Hargianto ini, pasar sabut kelapa ini masih terbuka lebar di dunia. China saja membutuhkan 3.000 kontainer setahun produksi sabut kelapa berupa cocofiber dan cocopeat.

Begitu juga Eropa membutuhkan 200 kontainer produksi sabut kelapa setahun. Belum lagi untuk kebutuhan dalam negeri, terutama untuk perusahaan pembuatan sofa mewah dan mebel berkualitas ekspor.

“Jadi berapa pun produksi sabut kelapa kita di Padang Pariaman ini akan terserap oleh pasar. Kita baru bisa produksi 50 ton cocofiber per bulan dan 100 ton cocopeat per bulan. Jika produksi stabil maka sangat membantu perekonomian masyarakat di Padang Pariaman, khususnya di sekitar pabrik kita di Nagari Ulakan,”ujar Mak Datuak Hargianto, yang didampingi Manager Pabrik Kosapa Ronny, ST.

Hasil produksi Kosapa ini sudah dipasarkan ke luar negeri. Pada akhir Januari 2022 lalu, tiga puluh lima kontainer cocofiber dan cocopeat dari Nagari Ulakan dilepas secara resmi ke Tiongkok, China. ditandai dengan pemberangkatan iring-iringan mobil kontainer oleh Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur, 31 Januari 2022.

Ide pendirian pabrik sabut kelapa di Ulakan ini memang didasari oleh keprihatinan atas banyaknya sabut kelapa yang menjadi sampah dan terbuang percuma.

Sehingga dicari upaya untuk memanfaatkan sabut kelapa menjadi barang yang bernilai dan menghasilkan uang bahkan dolar karena diekspor keluar negeri. Selain itu, pendirian pabrik sabut kelapa ini juga dapat menyerap tenaga kerja untuk masyarakat sekitar.

“Kita tidak bicara yang muluk-muluk, tetapi sebuah gagasan yang konkrit saja, yaitu memanfaatkan sabut kelapa yang terbuang percuma dan membuka lapangan kerja,” kata Laksma TNI (Purn) Hargianto, SE.MM yang merupakan mantan Danlantamal II Padang.

Indonesia sendiri pun belum mampu memenuhi kebutuhan cocofiber dan cocopeat dunia. Dari hitungan tahun 2021, Indonesia hanya mampu memenuhi 3 persen kebutuhan produksi sabut kelapa dunia. Sisanya 97 persen dipasok oleh dua negara yaitu India dan Srilanka.

Karena begitu besarnya peluang usaha sabut kelapa ini, Mak Datuak Hargianto mengajak para perantau Minangkabau untuk ikut serta berinvestasi di bidang usaha ini.

“Nilai investasi yang diperlukan untuk pabrik sabut kelapa ini tidak besar, hanya sekitar Rp750 juta dan potensi bahan bakunya banyak sekali di Sumatera Barat,”ujar Mak Datuak Hargianto yang saat ini juga Wakil Ketua 1 LKAAM Sumbar. (ck)