Supardi, Nakal di Pasar, Juara di Surau

oleh -395 views
oleh
395 views
Supardi Ketua DPRD Sumbar. (foto: dok)

oleh : Bhenz Maharajo

SUPARDI Ketua DPRD Sumbar jebolan STM Payakumbuh, dia yang lahir dan besar di jantung Kota Payakumbuh, persisnya di kawasan Labuah Baru, Kecamatan Payakumbuh Utara.

Supardi menjalani hari sebagai anak pasar. Labuah Baru memang berada di sudut pasar sarikat Payakumbuh. Jarak rumah Supardi dan pasar itu hanya sepelemparan batu.

Masa kecilnya seimbang, nakal sebagai anak pasar, tapi juara sebagai santri surau. Belum lagi tamat sekolah dasar, Supardi sudah berulangkali khatam Alquran. Dia juga berkali-kali juara lomba pidato, dan mewakili Payakumbuh ke tingkat nasional.

Memulai pendidikan formal di SD negeri 07 Payakumbuh, Supardi telah ditempa hidup mandiri. Bapaknya, Almarhum Yasri Tarumun, pegawai negeri sipil di Kompi Militer (Kodim), amaknya, Hajjah Aisyah, ibu rumah tangga tulen. Gaji pegawai negeri sipil waktu itu tak seberapa, pas-pasan menghidupi keluarga. Apalagi Supardi beradik kakak enam orang.

Tak mau menyusahkan orangtuanya, sepulang sekolah, Supardi kecil menjajakan roti malabar berkeliling kota. Roti diambil dari induak samang di kawasan Bunian, agak jauh dari rumahnya, lalu dijajakan.

Lain waktu, dia juga mengampas rokok di terminal angkot Payakumbuh. Sore dan malam, Supardi mengaji di Surau Rao-Rao yang dikelola Supriadi, abang kandungnya. Kehidupan anak-anak dilaluinya dengan riang-riang saja. Tanpa sungkan.

Setamat sekolah dasar, Supardi lalu menuntut ilmu di Sekolah Teknik (ST) Payakumbuh, di Labuah Basilang. ST itu sekarang sudah tidak ada, berganti SMP Negeri 8 Payakumbuh.

Titik balik kehidupan Supardi sebenarnya di mulai di sini. Sejak duduk di ST, Supardi muda sudah mulai berjarak dengan kitab suci dan pendidikan surau, tenggelam dalam dunia mudanya. Banyak kerja yang tidak-tidak dilakukannya.

Masa muda, masa mencari jati diri. Supardi di persimpangan. Kehidupan pasar, yang keras menggodanya untuk jerumus, sementara jiwanya sebagian masih terlilit pituah surau. Dia gamang dalam menapak hidup.

“Ketika gamang itulah uda saya datang, menyuruh saya kembali ke surau. Di sini titik balik hidup saya,” tutur Supardi.

Supardi disuruh lagi mengaji, sebagai anak yang dua kali khatam alquran, biasanya tentu tidak akan banyak lupa pada kaji. Tapi Supardi tidak, dia lupa segalanya. Bahkan dia tak ingat alif, ba, ta. Kaji dasar.

“Uda marah, beberapa kali dipukul. Mungkin dia merasa gagal mendidik saya. Waktu itu, sama benar-benar lupa kaji,” ujarnya.

Oleh udanya, Supardi kembali disuruh mengaji dari Iqra. Dari bawah, bersama anak-anak lainnya. Dia yang paling besar. Pepatah lama berlaku; Lanca kaji dek baulang. Supardi dalam hitungan pekan kembali bisa melafazkan Alquran dengan baik. Bahkan, dia menjadi guru. Anak-anak pasar, kawan sepermainannya yang tidak bisa mengaji dibawanya ke surau. Diajarinya. Supardi menjadi guru bagi mereka. Tapi, layaknya remaja, walau terus mengaji, kenakalan-kenakalan muda \tetap dijalaninya.

Lahir dan besar di jantung Payakumbuh, persisnya di kawasan Labuah Baru, Kecamatan Payakumbuh Utara, Supardi menjalani hari sebagai anak pasar. Labuah Baru memang berada di sudut pasar sarikat Payakumbuh.

Jarak rumah Supardi dan pasar itu hanya sepelemparan batu. Masa kecilnya seimbang, nakal sebagai anak pasar, tapi juara sebagai santri surau. Belum lagi tamat sekolah dasar, Supardi sudah berulangkali khatam Alquran.

Tak mau menyusahkan orangtuanya, sepulang sekolah, Supardi kecil menjajakan roti malabar berkeliling kota. Roti diambil dari induak samang di kawasan Bunian, agak jauh dari rumahnya, lalu dijajakan. Lain waktu, dia juga mengampas rokok di terminal angkot Payakumbuh. Sore dan malam, Supardi mengaji di Surau Rao-Rao yang dikelola Supriadi, abang kandungnya. Kehidupan anak-anak dilaluinya dengan riang-riang saja.

Tanpa sungkan.Setamat sekolah dasar, Supardi lalu menuntut ilmu di Sekolah Teknik (ST) Payakumbuh, di Labuah Basilang. ST itu sekarang sudah tidak ada, berganti SMP Negeri 8 Payakumbuh.

Titik balik kehidupan Supardi sebenarnya di mulai di sini. Sejak duduk di ST, Supardi muda sudah mulai berjarak dengan kitab suci dan pendidikan surau, tenggelam dalam dunia mudanya. Banyak kerja yang tidak-tidak dilakukannya. (analisa/rewrite halonusa [2])