Tagihan Listrik Melonjak, Nevi Zuairina: Komunikasi Publik PLN Berantakan saat Pandemi

oleh -433 views
oleh
433 views
Nevi Zuairina ingatkan PLN jangan biarkan rakyat resah baru dikomunikasikan soal lonjakan tarif listrik saat pandemi, Kamis lalu. (foto: dok/nzcenter)

Jakarta–Naikanya harga listrik PLN saat masyarakat susah terdampak penanganan covid-19 membuat Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairima lantang bersuara.

Anggota Fraksi PKS DPR RI itu menyentil PLN saat Rapat Dengar Pendapat Komisi VI 25 Junia lalu, kata  Nevi  sangat tidak beralasan tarif listrik melonjak saat pandemi covid-19 miriskan kehidupan rakyat.

Pasalnya wakil rakyat dari Sumbar ini beberapa pekan sebelum rapat dengan pedapat itu telah melakukan komunikasi pada pihak PLN baik di pusat maupun di daerah pemilihannya, Provinsi Sumbar untuk mendapat keterangan lebih detail terkait persoalan lonjakan tarif listrik ini.

“Saya berkomunikasi melalui WA kepada pihak PLN dan mereka memberi keterangan tarif listrik tidak naik sama sekali, masih tetap sejak tiga tahun lalu”, kata Nevi.

Nevi menyebut PLN beralibi kenaikan listrik di masyarakat akibat efek pemakaian pelanggan rumah tangga yang memang naik karena WFH (work from home) dan kebijakan di rumah saja.

Di sisi lain, sebut Nevi pada bulan Maret dan April 2020 petugas pencatat meter PLN tidak dapat mendatangi rumah-rumah pelamggan untuk mencatat meter.

Sehingga pola perhitungan rekening menggunakan angka rata-rata pemakaian tiga bulan terakhir. Angka rata-rata ini menurut pihak PLN ternyata lebih rendah dari pemakaian pelanggan yang sebenarnya, sehingga terjadi kurang bayar yang berakibat terakumulasi membengkak di satu bulan.

Secara aturan kata Nevi pada siaran persnha, PLN memang tidak boleh menaikkan tarif listrik sendiri karena itu domain pemerintah sebagai regulator. Yang jadi persoalan adalah, di pemerintah ada kementerian BUMN yang secara tidak langsung sebagai regulator juga operator. Meski PLN diawasi  BPK, BPKP, Kejaksaan, KPK sehingga tidak bisa seenaknya, namun dengan regulasi dapat di tembus semua kebijakan.

“Saya meminta kepada PLN di tengah segala persoalan yang muncul baik sebelum maupun sesudah pandemi, PLN tetap menjaga mutu dan keandalan pasokan listrik agar aktifitas bisnis dan industri tidak terganggu,”ujar  Nevi pada Kamis 25/6 itu.

Legislator dari Dapil Sumatera Barat II ini meminta PLN mengkaji kontrak-kontrak dengan perusahaan listrik swasta agar tidak semakin memberatkan PLN. Perlu ada alternatif riset dan kajian energi terbarukan yang mengganti energi dari fosil sehingga lebih ramah lingkungan.

Karakteristik energi terbarukan adalah go green dan harganya lebih murah. Kebanyakan swasta memakai energi fosil yang mahal. Dengan harus mengcover sekitar Rp 1.2 triliun per bulan, PLN harus memperkuat cashflow yang dapat ditagih ke pemerintah dari hutang pemerintah yang ada.

Setelah hutangnya dari pemerintah dibayarkan, ia meminta agar PLN segera perbaiki kinerja lebih baik terutama menyehatkan keuangan PLN.

“Saya mengingatkan, bahwa program relaksasi PLN harus segera. Diskon tarif di masa pandemi covid-19 tidak terdengar baik faktanya di lapangan,”ujar Nevi.

Masyarakat kata Nevi membayar tagihan sama saja sebelum cobid-19, seperti tidak ada relaksasi.

Padahal, tarif di masa covid (stimulus covid) saat ini seharusnya diberikan kepada :
1. pelanggan rumah tangga 450 VA, diskon 100 % alias gratis selama 3 bulan dan kini diperpanjang menjadi 6 bulan (april – sept 2020)
2. pelanggan rumah tangga 900 VA yang bersubsidi diskon 50% selama 6 bulan (pelanggan 900 VA ada yg bersubsidi dan ada yang non subsidi)
3. pelanggan bisnis dan industri daya 450 VA diskon 100 % selama 6 bulan
4 pelanggan industri dan bisnis besar bisa turun daya sementara..

Nevi saat Rapat Kerja Kamis itu memberi masukan, setidaknya ada dua persoalan krusial di PLN saat ini. Yang pertama, Kondisi Keuangan PLN yang tidak sehat. Kedua, kelalaian PLN mengkomunikasikan penghitungan tagihan listrik yang menyebabkan kerugian konsumen akibat melonjaknya tagihan.

Akibat wabah Covid-19, PLN mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 38,87 triliun pada kuartal I 2020, berbalik dari laba bersih Rp 4,14 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Ia mengatakan, dari laporan keuangan PLN, memang terlihat baik, karena piutang pemerintah dimasukkan ke pendapatan, jadi untung. Padahal PLN sedang krisis likuiditas.

“Saya meminta kedepannya PLN mesti memperbaiki pola komunikasi publik terkait hal sensitif yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia berupa tarif listrik. Dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, menyebutkan hak konsumen atas informasi. Ketika terjadi asimetris informasi antara konsumen dan penyedia jasa, tentu ini jadi tanggung jawab penyedia jasa,”ujar Nevi Zuairina.(rilis: nzcenter)