Tanam Karamuntiang untuk Perbanyakan Tumbuhan Pakan Lebah Tanpa Sengat

oleh -471 views
oleh
471 views
Ibu-Ibu di Mushala Almuqorrobin antusias mendengarkan dosen pengabdi soal buah karamuntiang dan madu lebah tanpa sengat. (dok)

Oleh: Henny Herwina

Dosen Biologi FMIPA UNAND, Ketua Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Sumbar

KETIKA itu, pagi Minggu 28 November 2021 yang cerah di kaki Bukik Nabu, Jawa Gadut, salah satu perkampungan di Salingka Kampus Universitas Andalas, Limau Manis Padang. Hembusan angin pagi di sela pohon dan hijaunya dedaunan menambah suasana damai bagi penikmat alam.

Beberapa orang Bunda bersepakat untuk bertemu di Mushalla Al Muqorrobin beberapa saat setelah kegiatan anak-anak mereka di TPA yang sudah berjalan dari subuh. Ibu-Ibu akan berdiksusi terkait usaha dan upaya untuk membantu perekonomian keluarga, dimulai dari upaya yang mungkin dijalankan di lingkungan terkecil, yaitu rumah tangga.

Walau mereka baru saja berjumpa sore sebelumnya di salah satu rumah warga dalam kajian dua mingguan MajlisTaklim Anugrah, kegiatan kali ini akan dihadiri juga oleh Pak Camat Pauh beserta istri yang tentunya adalah Ketua Tim Penggerak PKK Kecamatan Pauh, serta akan ada sharing singkat dengan salah seorang dosen pengabdi UNAND yang tengah bermitra dengan salah satu kelompok warga dalam pengembangan usaha Industri Rumah Tangga.

Rasanya begitu banyak yang mau didengar dan ditanyakan, apalagi warga Jawa Gadut tak luput dari terpuruknya perekonomian akibat merajalelanya Virus Corona hampir dua tahun ini.

Pak Camat dan Ibu tiba dengan pakaian santai yang biasa untuk berolah raga, menyapa ramah kemudian bergabung dalam lingkaran diskusi di dalam Mushala. Ibu Salfitri, mengawali acara dengan perkenalan dan meminta salah seorang warga yang juga dosen Pengabdi Salingka Kampus UNAND berbagi cerita tentang usaha rumah tangga yang sudah dirintisnya, bergerak dalam usaha budidaya lebah tanpa sengat (galo-galo) yang berpotensi menghasilkan madu, bee polen dan propolis.

Dijelaskan bahwa madu galo-galo bisa langsung dikonsumsi setelah dipanen terutama sangat dibutuhkan untuk kebugaran dan kesehatan tubuh, demikian juga dengan bee polen maupun propolis. Dua produk terakhir perlu pengolahan khusus terlebih dahulu agar dapat menghasilkan produk bagi kesehatan, suplemen maupun kosmetika.

Rasa madu galo-galo yang segar, kaya antioksidan dan tidak berbahaya bagi penderita diabetes menyebabkan permintaan pasar cukup tinggi. Lebah yang tak bersengat ini juga bisa dikelola tak hanya oleh pria tapi juga oleh kaum wanita menyebabkan Ibu-ibu menjadi berminat terhadap budidaya ini.

Pak Camat dan istri pun tak kalah tertariknya dan sangat mendukung minat warga untuk beternak galo-galo. Madu pun sangat berpotensi digunakan untuk variasi nutrisi aneka makanan olahan maupun minuman. Ibu-ibu pun berfikir bahwa banyak kreasi makanan maupun minuman ber-madu bisa dibuat dan dijual untuk menambah pendapatan.

Apalagi Kelurahan Limau Manis mempunyai banyak pohon buah dan lahan pertanian yang menurut Ibu Pengabdi UNAND sangat potensial sebagai sumber madu bunga, serbuk sari maupun getah yang diperlukan lebah untuk cadangan makanan maupun membangun sarangnya.

“Agar produk galo-galo berlimpah, diperlukan vegatasi tumbuhan yang memadai, apakah pohon buah-buahan, tumbuhan berbunga, maupun aneka tanaman palawija” ujar ibu Pengabdi.

“Waktu berbunga tanaman kan berbeda, jadi menanam lebih banyak jenis tumbuhan akan membantu selalu tersedianya sumber pakan galo-galo secara berkenajutan . Kebutuhan akan aneka tanaman berbunga dan berbuah ini juga menciptakan peluang usaha tersendiri bagi ibu-ibu, karena kebutuhan memperbanyak tanaman pakan selalu dilakukan para peternak galo-galo, jadi pasarnyapun sudah jelas pula ” tambahnya.

Ibu Camat menambahkan bahwa kegiatan terkait perbanyakan tanaman pakan, maupun pembudidayaan lebah sendiri, jika dilakukan dengan baik dan berkelompok dapat membuka peluang bisnis yang lebih menjanjikan serta dapat pula menjadi dayatarik ekoeduwisata.

“Jadi, mari galakkan kegiatan Pokdarwis di RT maupun RW kita”, himbau beliau.

Setelah puas berdiskusi dan saling mengisnpirasi, Pak camat dan Ibu diminta melakukan penamaman awal bibit Karamuntiang (Rhodomyrtus Termentosa) di halaman Mushalla, karena Ibu-Ibu ingin mengembalikan kondisi banyak buah Karamuntiang kembali di komplek tempat tinggal meraka.

Tumbuhan ini akan menghasilkan buah seperti jambu biji kecil yang manis rasanya dan utamanya karena bunga Karamuntiang sangat potensial sebagai pakan bagi aneka galo-galo. Bibit Karamuntiang juga telah disediakan dosen pengabdi agar ibu-ibu bisa menanam di rumah mereka masing-masing juga.

“Dulu area mushala ini juga dipenuhi Karamuntiang loh…” kenang Bu RT, menyadari sudah tak pernah melihat tumbuhan ini lagi sejak beberapa tahun ini.

Sebelum meningggalkan lokasi, Pak Camat dan Ibu berkenan mengunjungi Rumah AMAMI, beberapa menit berjalan kaki dari Mushalla untuk mengamati koloni galo-galo yang sudah diternakkan sejak awal pandemi di salah satu rumah warga.

Semua bersemangat menyaksikan proses panen madu dengan vakum, lalu mencicipi langsung rasa madu galo-galo yang baru saja dipanen itu.

“MasyaAllah…. Manis dan lezaat..” komentar ibu-ibu yang membuat tersenyum pengelola Rumah AMAMI, karena biasanya rasa madu galonya manis asam.

Namun disadari juga bahwa warna dan rasa madu galo-galo akan sangat dipengaruhi tumbuhan disekitarnya. Pak Camat dan Ibu pun tak ketinggalan mencicipi madu asli dari sarangnya.

Semua berharap semoga kedepannya warga bisa memperbanyak koloni galo-galo yang diternakkan di komplek perumahan Jawa Gadut dan hasil madunya dapat meningkatkan pendapatan.

Pak Camat berjanji akan mensuport niat baik warga ini secara proporsional. Bukit Nabupun menjadi saksinya, ibu-ibu berpisah dengan tawa dan untaian senyum cerah di bibir menjelang siang itu. (analisa)