Tanggung Jawab Bersama untuk Menciptakan Lingkungan Aman dan Sehat bagi Anak

oleh -294 views
oleh
294 views
Azwar Putra Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UNAND. (dok)

Oleh: Azwar Putra
Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UNAND

Pada UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 20 menegaskan, negara, masyarakat, dan keluarga berkewajiban serta bertanggung jawab terhadap perlindungan anak.

Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, dan belum pernah menikah.

Perlindungan anak merupakan tanggung jawab bersama seluruh pihak untuk melindungi anak-anak dari berbagai risiko dan ancaman yang mungkin mengancam kesehatan, keselamatan, dan hak-hak mereka.

Dengan melakukan perlindungan anak yang komprehensif dan terintegrasi, kita dapat memberikan perlindungan yang tepat dan menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan berdaya saing bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Anak merupakan individu yang memerlukan perhatian dan perlindungan khusus, karena mereka masih dalam proses tumbuh dan berkembang secara fisik, psikologis, dan sosial.

Anak juga membutuhkan lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Sebagai individu yang masih dalam tahap perkembangan, anak juga memiliki hak-hak yang perlu dihormati dan dilindungi, seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas perlindungan dari kekerasan dan pelecehan, serta hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik.

Namun, sayangnya, anak seringkali menjadi korban berbagai bentuk kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi, baik di lingkungan keluarga, pendidikan, maupun di tempat umum. Oleh karena itu, perlindungan anak menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Perlu diingat bahwa setiap anak adalah individu yang unik dan memiliki potensi yang berbedabeda. Oleh karena itu, perlindungan anak harus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan dan hak-hak anak sebagai individu yang berbeda-beda. Dalam hal ini, peran keluarga, masyarakat, dan pemerintah menjadi sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung bagi tumbuh kembang anak.

Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, jumlah anak korban kekerasan pada tahun 2019 tercatat 12.623 anak, pada 2020 sebanyak 12.389 anak, pada 2021 sebanyak 15.280 anak, dan pada tahun 2022 hingga Juli ada 7.566 anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia mencatat, setidaknya ada 119 kasus perundungan sepanjang tahun 2020. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, jumlahnya berada di kisaran 30-60 kasus per tahun. Itu berarti meroket 100 hingga 400 persen.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pernah menyebut, 20 persen anak Indonesia menjadi korban perundungan di sekolah, rumah, dan lingkungan sekitarnya

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Padang mencatat 189 kasus kekerasan anak dilaporkan sejak 2019 hingga Januari 2023.

Contoh kasus kekerasan anak yang di ambil dari sumber Padang, InfoPublik – Kasus Kekerasan terhadap anak di Kota Padang, Sumatra Barat yang dilakukan oleh seorang nenek di atas angkot viral di media sosial akhirnya diselesaikan dengan mediasi.

Beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan anak antara lain:

Faktor keluarga:

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak. Pola asuh yang buruk, seperti pengabaian, kekerasan, atau pelecehan oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya, dapat menyebabkan anak mengalami trauma, depresi, dan kecemasan.

Faktor lingkungan:

Lingkungan di sekitar anak, seperti lingkungan sekolah, lingkungan sosial, dan lingkungan media, dapat mempengaruhi perilaku anak. Kekerasan di lingkungan sekolah, pergaulan bebas, dan pengaruh media yang kasar dan kekerasan dapat menyebabkan anak menjadi korban kekerasan dan mempengaruhi perilaku mereka.

Faktor sosial-ekonomi:

Kondisi sosial-ekonomi yang buruk, seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan perbedaan sosial, dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap anak.

Faktor budaya dan nilai:

Beberapa budaya atau nilai yang berlaku dalam masyarakat tertentu, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pemaksaan pernikahan, atau diskriminasi gender, dapat mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap anak.

Faktor individu:

Beberapa karakteristik individu seperti kekerasan dalam diri sendiri, gangguan mental, atau ketidakmampuan untuk mengontrol emosi dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak.

Untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak, perlu dilakukan upaya pencegahan dan intervensi yang tepat dan komprehensif. Dalam hal ini, peran keluarga, masyarakat, dan pemerintah menjadi sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung bagi tumbuh kembang anak.(analisa)