Tawaf Ifadhoh Penutup Ibadah Haji

oleh -365 views
oleh
365 views
Tawaf (dok)

Oleh: H Mulyadi Muslim

Ar-Risalah (Part 5)

SETELAH jamaah haji selesai melontar jamarat aqabah, kemungkinan baginya untuk langsung ke Masjidil Haram dengan berjalan kaki atau tahun ini (sudah beroperasi kereta cepat) untuk melakukan Tawaf Ifadhoh, kemudian bertahallul dengan mencukur rambut yang utamanyo botak.

Namun jika tidak bisa langsung pada 10 Dzulhijjah maka pilihan Tawaf Ifadhoh adalah setelah kembali ke Makkah, baik dengan cara nafar awal (sebelum magrib (12 Dzulhijah sudah meninggalkan Mina atau nafar tsani (meninggalkan Mina13 Dzul hijjah, setelah melontar terakhir).

Jika ini telah diselesaikan jamaah haji, maka sempurna ibadahnya dan sambil menunggu jadwal kepulangan bisa melakukan ibadah sunnat di Masjidil Haram seperti tawaf sunnat, itikaf, tilawah qur an dan dzikir.

Bahkan tidak sedikit juga dari jamaah haji yang melakukan umrah berulang-ulang, dengan mengambil miqat ke tam’im atau hudaibiyah. Baik niat umrah untuk dirinya sendiri ataupun badal umrah untuk orang tuanya.

Mayoritas jamaah haji selain Indonesia melakukan Tawaf Ifadhoh pada 10 atau 11 Dzulhijah. Sementara jamaah haji Indonesia mayoritasnya melakukan Tawaf Ifadhoh 12-dan 13 Dzulhijah. Atau karena kondisi lain seperti sakit, kelelahan, maka Tawaf Ifadhohnya diundur beberapa hari kemudian.

Seiring dengan selesaikah Tawaf Ifadhoh, maka jamaah haji mulai bersiap berkemas untuk kembali ke tanah air (sesuai jadwal yang ditetapkan kementrian agama) atau menuju Madinah bagi gelombang kedua. Tentunya sebelum meninggalkan Makkah melakukan Tawaf Wada’ (tawaf perpisahan), karena akan kembali ke tanah air.

Dalam Tawaf Wada ‘ ini, hati dan perasaan kembali menjadi luluh, air mata berlinang, rasa sedih tidak terkira bargelora dalam jiwa.

Karena mungkin saja tawaf perpisahan itu, memang perpisahan untuk selamanya, karena tidak akan bisa kembali lagi dalam bentuk umrah atau haji. Maka wajar jamaah haji yang sudah selesai Tawaf Wada’, bersimpuh lama di depan Ka’bah. Bahkan dalam perjalanan ke hotel tetap dalam haru, bisu, tetapi air mata terus membasahi pipi.

Serimonial tawaf memang mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran dalam kondisi berdzikir (walaupun ada juga jamaah yang berfoto-foto, salfi atau ngobrol dengan teman), tapi sesungguhnya mengandung hikmah mendalam, bagaimana kita hamba Allah dalam hidup ini senantiasa dalam pusaran ketaatan, terus bergerak mendekatkan diri kepada pemilik Ka’bah yang senantiasa memberikan rezeki dan rasa aman bagi hambanya yang mau tunduk dan patuh dengan syariat NYA, dalam menjalani hari-hari kehidupan.

Selamat jalan jamaah haji, selamat kembali ke tanah air, bertemu dengan sanak keluarga, bukan sekedar membawa gelar haji atau hajah, tetapi predikat haji yang mabrur, sebagai pelopor perubahan akhlak dan prilaku dalam ketaatan kepada Allah, sebagai teladan dalam kepedulian antar sesama, terutama fakir dan miskin, seperti kita pemurah dan dermawannya ketika di Makkah kepada bekerja kebersihan, penanggung jawab air zam-zam dan anak-anak miskin di sekitar Masjidil Haram.

Karena ketaatan dan kepedulian yang dinilai Allah bukan di Makkah semata tapi sampai akhir kehidupan, sampai hembusan nafas terakhir, berpisahnya ruh dengan jasad menuju Allah Azza wa jalla.(analisa/bersambung)