Tidak Terbuka Penyelenggara Ancam Partisipasi Politik

oleh -527 views
oleh
Webinar kembali angkat tema Pilkada di Tengah Pandemi oleh Ilmu Politik FISIP Unand, Sabtu 29/8 (foto: dok)

Padang,—-Pilkada di tengah pandemi masih menjadi penting untuk dibahas. Banyak persoalan yang muncul dalam pelaksanaan tahapan dengan puncaknya 9 Desember Mendatang.

Peneliti Regrit, Ferry Rizki Kurniansyah, menyebut kepercayaan publik menurun, secara hukum akan memunculkan sengketa-sengketa dan sengketa etik, secara sosial akan memunculkan kegaduhan sosial, polarisasi sisa-sisa Pilpres, secara ekonomi akan menjadikan pilkada menjadi mahal, dan secara pemerintahan akan berimplikasi pada keputusan atau kebijakan pemerintah.


“Tantangan Pilkada masa pandemi. Kesuksesan pilkada tidak hanya bergantung pada penyelenggara, penyelenggaraan, peserta namun juga pemilih,” kata Ferry yang juga mantan Komisioner KPU RI ini.

Hal tersebut disampaikannya dalam webinar yang digelar Jurusan Ilmu Politik Unand, Sabtu 29/8. Tema diskusi itu “Menakar Partisipasi Politik di Pilkada Masa New Normal”. Seminar online ini dimoderatori oleh dosen Ilmu Politik, Dewi Anggaraini.

Dengan Narasumber peneliti Rigrit Ferry Kurnia Rizkiansyah, Ketua Jurusan Ilmu Politik, Indah Adi Putri dan akademisi USU, Warjito. Diskusi ini dibuka oleh Dekan Fisip Unand Dr Azwar.

Dalam diskusi tersebut DR Indah Adi Putri menyinggung soal kualitas Pilkada di tengah pandemi. Indah menilai Pilkada ini jangan hanya menjadi prosedural dan pandemi tidak dapat ditaklukkan untuk tetap dapat menciptakan perubahan, dan masyarakat harus tetap aware atau sadar kalau proses politik ini masih berlangsung.

“Kepada para kandidat harus mampu memberikan kampanye persuasif kepada masyarakat terkait penanggulangan pandemi covid-19 ini tentunya akan memancing simpati dan perhatian publik, karena ini memang betul-betul fokus kita semua sekarang,” paparnya.

Sementara itu, narasumber lain, Warjito membandingkan Pelaksanaan Pemilu Indonesia dengan Korea Selatan. Catatannya adalah pandemi telah sukses mengantarkan petahana seperti Presiden Moon dan partainya memenangkan pemilu.

“Kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah, atas alasan melawan Covid-19 menyimpulkan bahwa kekuasaan dan kewenangan bisa disalahgunakan untuk kepentingan segelitir elit untuk partai, kelompok dan keluarganya. Politik dinasti dikembangkan. Hasil penelitian lembaga demokrasi, sebagaimana dijelaskan dalam buku ini telah mengakibatkan kemunduran demokrasi,” jelasnya.

Webinar yang diikuti oleh mahasiswa, dosen ilmu politik, dan masyarakat umum ini menyimpulkan Proses Pemilihan kepala daerah merupakan proses politik untuk menuju perubahan. Pilkada harus dilaksanakan dalam konteks pembangunan politik. Tantangan masa new normal kepada para penyelenggara dan pelaksana harus mampu ditaklukan dengan menyiapkan regulasi yang matang dan detail, agar mampu menimbulkan kepercayaan masyarakat bahwa proses yang dilaksanakan aman dan terkendali.

Untuk itu perlu kerjasama yang kuat antara institusi penyelenggara Pemilu dan institusi yang menangani masalah pandemi covid-19, agar proses politik didukung oleh kondisi kesehatan masyarakat yang terjamin. Masyarakat berhak mendapat informasi yang banyak terhadap setiap tahap pelaksanaan Pilkada. Sehingga keterbukaan penyelenggara Pilkada menjadi faktor penting untuk peningkatan partisipasi menuju kesuksesan Pilkada.(rilis)