Urgensi Perempuan dalam Posisi Strategis Kelembagaan

oleh -140 views
oleh
140 views
Iqbal Athallah Yusra, Mahasiswa FISIP UNAND. (dok)

Oleh: Iqbal Athallah Yusra

Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UNAND

Dalam era modernisasi saat ini, peranan dari laki-laki bisa dikatakan mendominasi kekuasaan dalam suatu organisasi maupun kelembagaan. Tanpa kita sadari, unsur gender seringkali kita abaikan karena budaya yang berkembang dan norma-norma yang secara tidak langsung memberikan panggung hanya kepada laki-laki sebagai petinggi dan pemimpin dalam suatu wadah.

Perkembangan dinamika dan pola pikir yang semakin maju saat ini, masih saja kita temui dan kita ketahui bahwasanya pemimpin-pemimpin yang memiliki posisi sentral kebanyakan dari kalangan laki-laki, lantas apakah perempuan belum layak mengisi posisi strategis layaknya seorang pemimpin di Indonesia ini?.

Saat ini beberapa dari kita pasti sudah mengetahui bahwasanya ada suatu kebaharuan kebijakan yang menyatakan bahwasanya perempuan memiliki hak keterwakilannya dalam ranah politik sebanyak minimal 30%.

Hal ini tentu saja menjadi suatu batu loncatan bagi kaum perempuan dalam membuktikan kapasitasnya dalam suatu kelembagaan formal dan menyatakan aspirasi-aspirasi nya guna berkontribusi dalam proses pembangunan berkelanjutan suatu negara.

Akan tetapi, perempuan masih banyak merasa kurang percaya diri ketika berfikir ingin mengisi suatu jabatan maupun posisi yang sentral dalam suatu lembaga. Padahal, seluruh manusia memiliki sisi positif dan negatif nya dalam memimpin, maka semua itu tergantung bagaimana manajemen setiap orang tanpa mengaitkannya pada konteks jenis kelamin.

Perempuan memiliki urgensi tersendiri dalam memimpin maupum mengisi posisi-posisi strategis dalam suatu kelembagaan. Banyak stigma masyarakat yang beredar bahwasanya perempuan selalu mengedepankan perasaan, sedangkan laki-laki selalu mengandalkan logika nya, termasuk ketika memimpin suatu organisasi maupun wadah tertentu.

Tentu jikalau kita artikan maksudnya dengan cara yang logis, unsur logika akan sempurna jika seiring dengan perasaan ketika memimpin. Perempuan terkadang memiliki sifat yang lembut dan konsisten dalam mengerjakan suatu urusan maupun tanggung jawab, sedangkan laki-laki lebih berorientasi kepada hasil dan terkadang memberikan tekanan kepada bawahannya dalam bekerja agar terkesan profesional.

Hal tersebut justru terkadang membuat bawahannya merasa kurang percaya diri dan seringkali merasa tidak diayomi dengan baik. Maka dari itu, perempuan disini dapat menetralisir emosi dan tekanan yang diberikan seorang pemimpin laki-laki kepada bawahannya tersebut.

Dalam posisi kekuasaan, perempuan terkadang memiliki pola maupun praktik kepemimpinan yang lebih mumpuni dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut dapat kita lihat buktinya pada lembaga-lembaga swasta seperti instansi perusahaan maupun start-up yang dirintis oleh perempuan dan sekaligus berperan sebagai Chief Executive Officer (CEO) pada banyak perusahaan di Indonesia ini.

Serta tanpa kita sadari, banyak juga perusahaan yang dikepalai oleh perempuan memiliki track record yang menakjubkan serta mampu bersaing diranah internasional. Hal tersebut membuktikan bahwasanya perempuan juga mampu menunjukkan kapabilitasnya dalam memimpin dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai kepemimpinan dengan baik, baik pada lembaga negara maupun swasta di Indonesia.

Keterlibatan perempuan dalam ranah politik dan kelembagaan swasta sangat memberikan pengaruh kepada seluruh masyarakat. Perempuan bukan hanya berkepentingan karena adanya eksistensi dan popularitas, melainkan perempuan juga mampu membawakan suasana kerja yang stabil dalam gejolak konflik maupun problematika yang terjadi dalam suatu rapat.

Oleh karena itu, perempuan sangat berpengaruh positif selain laki-laki dalam berkontribusi dan berdialektika layaknya seorang leader pada suatu lembaga. Maka dari itu, dengan banyaknya fenomena dan keterlibatan perempuan sebagai seorang pimpinan pada suatu lembaga baik itu negeri maupun swasta menandakan bahwasanya perempuan juga memiliki kepabilitas yang setara bahkan lebih dari seorang laki-laki.

Kita tidak bisa meremehkan dan memandang sebelah mata bagaimana seorang perempuan ketika memimpin, tetapi hal paling utama yang harus digaris bawahi oleh siapapun adalah perempuan dan laki-laki memiliki sisi unggul pada masing-masing situasi. Laki-laki memang bisa tegas dalam memimpin, namun perempuan bisa menjadi pengayom dan rasa sayang dalam menaungi.

Perempuan juga memiliki ketajaman dalam berlogika dan hal tersebut sangat diperlukan ketika adanya suatu forum diskusi. Oleh karena itu, perempuan juga memiliki power tersendiri dalam menjawab tantangan zaman dan memberikan perubahan positif terhadap keberlangsungan suatu pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan kasus-kasus yang barangkali telah kita ketahui bahwasanya perempuan di Indonesia saat ini masih sering belum memenuhi kuota nya sebanyak 30% untuk bergabung dan berpartisipasi pada lembaga-lembaga negara.

Hal tersebut harus menjadi sorotan dan evaluasi guna memaksimalkan partisipasi perempuan untuk lebih aktif lagi dalam menggunakan peranannya pada ranah politik dan kelembagaan. Serta dengan keterlibatan perempuan hingga nantinya apabila melebihi 30%, maka secara tidak langsung kaum perempuan lainnnya memiliki kepercayaan diri dan kepekaan yang lebih optimal lagi dalam berkecimpung dalam kelembagaan.

Perempuan juga berhak dan mampu berproses dalam kelembagaan yang ada di Indonesia ini, karena dengan lahirnya R.A Kartini mengajarkan kepemimpinan yang layak pada seorang perempuan dan memiliki peran strategis khususnya di Indonesia. Serta dengan cerminan dari R.A Kartini lah yang mengisyaratkan bahwasanya perempuan juga berkewajiban untuk mengimplementasikan nilai-nilai kepemimpinan tersebut guna diterapkan dalam lembaga-lembaga yang ada.

Maka dari itu, perempuan memiliki urgensi dalam perasaan dalam memimpin dan ketenangan dalam berproses. Hal itu juga dibersamai oleh pola pikir kaum laki-laki yang harus terbuka dengan saran dan masukan dari perempuan, karena dengan adanya perempuan maka dapat diambil suatu keputusan yang seimbang antara kepentingan laki-laki dengan perempuan. Selain itu. (analisa)