Waduh…Budaya Kesiapsiagaan Bencana Baru Bibit

oleh -712 views
oleh
712 views
Pentolan Kogami Sumbar, Patra Rina Dewi (tengah berhijab) konsen bangun budaya siaga bencana di anak usia sekolah, (foto: google)
Pentolan Kogami Sumbar, Patra Rina Dewi (tengah berhijab) konsen bangun budaya siaga bencana di anak usia sekolah, (foto: google)

Padang,— Hari ini diperingati sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, di Padang Sumatera Barat (Sumbar) diperingati dengan simulasi besar-besaran.

Simulasi kesiapsiagaan bencana diikuti berbagai kalangan masyarakat, simulasi pun jadi bukti Sumbar negeri supermarket bencana, pemerintah dan masyarakatnya siap siaga selalu terhadap ancaman potensi gempa sebesar 8-9 SR diikuti dengan tsunami terdahsyat sepanjang sejarah kehidupan.
Tapi apa betul Sumbar siap, budaya kesiapsiagaan sudah membumi di masyarakatnya sebagai konsekuensi hidup di tanah rentan bencana, pentolan Komunitas Gempa dan Tsunami (Kogami) Sumbar, Patra Rina Dewi mengakui masih jauh dibandingkan negara Jepang misalnya.
“Masih jauh sekali, karena budaya siaga bencana baru bibit,  perkembangannya sangat lambat meski bencana gempa dahsyat di Padang terjadi hampir delapan tahun lalu,”ujar Patra, Rabu 26/4 di sela-sela simulasi peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional di Padtag.
Lambatnya bibit tumbuh, menurut Patra karena belum maksimalnya perhatian eksekutif dan legislatif dalam mendorong upaya ini.
“Melihat ke Pemerintah Jepang untuk anggaran PRB saja Jepang patok lima persen dari anggaran belanjanya,”ujar Patra.
Meski begitu kata Patra menjadikan kesiapsiagaan budaya di negeri supermarket bencana masih proses, kalau dari pihak masyarakat yang selalu menjadi korban jika bencana terjadi kecendrungannya positif.
“Pemahaman masyarakat sudah mengalami kemajuan. Jika pada tahun-tahun awal seperti 2005-2007 pemerintah dan masyarakat masih menafikan bahwa bencana tersebut tidak mungkin akan terjadi berulang, sering soal siaga bencana menjadi bahan olok-olokan dan di pandang sebelah mata,”ujarnya.
Tapi sekarang ini menurut Patra  sudah terlihat upaya melakukan pemgurangan risiko bencana dengan dimasukkannya kegiatan mitigasi dan edukasi di RPJMD baik provinsi maupun kabupaten/kota.
“Memang masih banyak kendala,  di antaranya adalah kurangnya rasa peduli masyarakat itu sendiri dan kompetensi SDM di BPBD yg msh harus ditingkatkan.  Mutasi menjadi dilema bagi sebuah program tapi itu tidak bisa dihindarkan karena mutasi bagian kebijakan politik kepala daerah,”ujarnya.
Untuk itu,  kata Patra pemerintah telah mencanangkan 26 April sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional seperti halnya 1 September  menjadi hari simulasi nasional di Jepang.
“Kita berharap adanya even tahunan ini,  pemerintah dan masyarakat tetap waspada bahwa ancaman bencana ada di mana saja dan masyarakat serta pemerintah harus melakukan perencanaan yang baik kemudian mengimplementasikan dengan sungguh-sungguh.  Keterlibatan akademisi,  media dan peran pihak swasta sangat dibutuhkan dalam hal ini,”ujarnya.
Bahkan sekolah menurut Patra menjadi sasaran yang efektif dalam membangun budaya siaga bencana.
“Payung hukum seperti Perda atau Perwako sangat diperlukan untuk mengimplemenfasikan program kesiapsiagaan mejadi budaya di usia dini dan pelajar diimplementasikan,”ujarnya. (erwan)