Menilik Kisah Hidup Emily Dickinson, Wanita yang Memakai Baju Putih

oleh -524 views
oleh
524 views
Ramona Yelza (dok)

Oleh : Ramona Yelza

Mahasiswa Sastra Asing UNAND

EMILY DICKINSON adalah seorang penyair Amerika yang banyak membawa tema tentang kematian dan kefanaan dalam puisinya. Emily Dickinson lahir dengan nama Emily Elizabeth Dickinson, pada 10 Desember 1830 di Amhers, Massachusetts, Amerika Serikat.

Emily lahir dalam keluarga terkemuka. Ayahnya, Edward Dickinson, adalah seorang pengacara, politisi, dan wali Amherst College, di mana kakeknya, Samuel Dickinson, adalah pendirinya. Edward Dickinson dan istrinya Emily (nee Norcross) memiliki tiga anak dengan Emily Dickinson adalah anak kedua dan putri tertua. Emily memiliki kakak laki-laki, William Austin, dan seorang adik perempuan, Laviana.

Masa kecil Emily Dickinson dihabiskan dengan membaca dan belajar. Dia menempuh pendidikan dasarnya di Amherst Academy bersama dengan adik perempuannya, Liviana. Sejak usia muda, Emily sudah memiliki ketertarikan pada puisi dan karya sastra. Selama pendidikannya, Emily terus unggul dalam kegiatan akademik, namun, dia cukup sering tidak masuk sekolah dikarenakan kondisi fisiknya yang lemah, membuat Emily sering jatuh sakit.

Emily Dickinson banyak menuangkan tema kematian dalam puisinya. Ketertarikan Emily pada tema kematian banyak dipengaruhi oleh duka kehilangan pertamanya ketika sahabat serta sepupunya, Sophia Holland, meninggal karena tipus. Kepergian Holland membawa dampak yang begitu besar untuk kondisi mental Emily, sehingga dia terpaksa dikirim ke Boston untuk mendapatkan pemulihan.

Setelah sembuh dan menyelesaikan pengobatannya di Boston, Emily kembali ke Amhers untuk menyelesaikan pendidikannya bersama Susan Huntington Gilbert. Ketika Emily lulus dari Amhers Academy, dia kemudian mendaftar di Seminari Wanita Mount Holyoke. Namun, Emily Dickinson hanya bertahan selama kurang dari setahun dan pada usia 18 tahun, Emily kembali ke rumah.

Emily Dickinson kemudian berkenalan dengan seorang pengacara muda yang bernama Benjamin Franklin Newton. Newton merupakan salah satu teman dekat Emily yang merangkap menjadi mentornya. Dalam beberapa pendapat, Newton dikatakan memiliki pengaruh cukup besar dalam puisi puisi Emily, terutama dalam gaya bahasanya. Ada pula yang mengatakan bahwa Benjamin Newtonlah yang mengenalkan Emily kepada tulisan tulisan William Wordsworth dan Ralph Waldo Emerson.

Seumur hidupnya, Emily Dickinson banyak menulis puisi. Ia adalah salah satu penyair yang sangat produktif dan dikenal eksentrik. Namun, selama hidupnya, hanya ada 10 karya Emily yang diterbitkan. Emily Dickinson menulis hampir 1.800 puisi. Meskipun hanya sedikit yang diterbitkan pada masa hidupnya, dia mengirim ratusan ke teman, kerabat, dan lainnya—seringkali dengan, atau sebagai bagian dari, surat. Dia juga membuat salinan bersih puisinya di atas alat tulis yang bagus dan kemudian menjahit bundel kecil dari lembaran-lembaran ini bersama-sama, menciptakan 40 buklet puisi yang kemungkinan besar ditujukan untuk publikasi anumerta.

Perjalanan hidup Emily tidak bisa dikatakan mudah, dia berkali kali mengalami depresi yang menyebabkan ia semakin mengasingkan diri dari dunia luar. Banyak dari penyebab depresinya adalah kematian orang orang terdekatnya. Pada tahun 1850-an, semangat menulis Emily Dickinson kembali diguncang kesedihan ketika teman sekaligus mentornya, Benjamin Franklin Newton, meninggal dunia akibat TBC. Setelah itu pada rentang tahun yang sama, Leonard Humprey, kepala sekolah Amhers Academy, juga meninggal mendadak pada usia 25 tahun saat itu.

kepergian orang orang terdekatnya membuat Emily membatasi interaksi sosialnya dengan khalayak. Terlebih lagi dia dan saudara perempuannya, Liviana, harus merawat ibu mereka yang terkena stroke. Hal itupun menjadi faktor penyebab Emily semakin jarang berinteraksi dengan orang lain. Emily memang membatasi dirinya untuk berinteraksi secara fisik, namun, ia tetap berkomunikasi dengan baik melalui surat dengan teman temannya. Selama ia mengasingkan diri, ia selalu mengenakan pakaian putih, sehingga dia di juluki sebagai “Wanita Berbaju Putih”.

Berkaitan dengan kebiasaan Emily mengenakan gaun putih, Seorang seniman pernah berkata “kita diajarkan bahwa dia adalah seorang perawan tua yang suka mengasingkan diri yang tinggal dengan keluarganya, suka mengenakan baju warna putih, dan menulis seharian dilamarnya.” (Rosanna Bruno, Seniman)

Emily melanjutkan perjalanan karirnya sebagai penulis ditengah kesedihan hati akibat ditinggal oleh orang terdekatnya. Namun, pertemuannya dengan Thomas Wentworth Higginson yang merupakan seorang kritikus sastra, memberikannya semangat untuk terus menulis hingga tahun 1870-an. Selain itu, dukungan penuh dari sang saudari perempuannya, Liviana, juga sahabat dekat Emily, Susan Gilbert, menambah dukungan moral bagi Emily untuk melanjutkan karirnya. Diketahui juga Susan Gilbert merangkap menjadi saudara iparnya Emily, dikarenakan ia menikah dengan saudara laki-laki Emily, yaitu Austin. Namun, pernikahan Susan dengan Austin dikabarkan tidak berjalan mulus.

Emily Dickinson terus menghasilkan karya yang indah dan memukau. Diasumsikan, Emily telah menulis lama sebelum karya pertamanya diterbitkan. Puisi pertama yang diterbitkan adalah “Nobody Knows this little Rose”. Ketika awal penerbitan puisi Emily menggunakan nama anonim dan banyak diedit, sehingga menghilangkan banyak gaya, sintaksis, dan tanda baca khas Emily.

Pada tahun 1858, Emily mulai menyusun dan mengorganisir puisi yang ia ciptakan dengan membuat salinan dan menyusun buku-buku? manuskrip. Perkiraan tentang tahun 1858 hingga 1865, Emily telah menghasilkan 40 manuskrip yang terdiri dari 800 puisi Selama rentang waktu tersebut, Emily juga menulis tiga (3) surat yang kemudian disebut sebagai *master letters”. Surat ini tidak pernah dikirim, hanya ditemukan sebagai draf dengan penerima misterius yang hanya ditulis sebagai “master”.

Saat-saat Emily Dickinson menjadi begitu produktif menulis adalah ketika ia berumur kisaran 30-an tahun. Pada usia tersebut, Emily semakin menarik diri dari dunia luar dan menulis lebih banyak lagi puisi. Emily mengembangkan karya dan tata cara penulisannya yang unik. Dan diperkirakan , Emily telah menulis lebih dari 700 puisi selama rentang waktu 1861 sampai 1865. Emily juga bekerjasama dengan Thomas Higginson dalam pengembangan tulisannya.

Masa muda memanglah terasa abadi, tapi masa tua tidak bisa dipungkiri. Begitulah keadaan yang terjadi pada Emily. Pada 1866, produktifitas Emily mulai menurun. Emily mengalami berbagai kesedihan. Anjing kesayangannya, Carlo, mati. Kemudian pembantu rumah tangga kepercayaannya menikah lalu berhenti bekerja. Dan pada tahun 1874, Emily kehilangan ayahnya akibat penyakit stroke yang menyerang sang ayah.

Emily Dickinson diperkirakan terus menulis hingga akhir hayatnya. Ia semakin mengisolasi diri dari dunia luar. Kehidupan keluarganya pun lebih rumit. Emily diasumsikan pernah menjalin hubungan dengan Otis Philips Lord, seorang hakim dan duda yang merupakan teman lama, tapi lord kemudian meninggal pada tahun 1884. Selain itu, ibu Emily ikut menyusul sang suami pada tahun 1882, dan selang setahun keponakan kesayangan Emily jugabikut meninggal dunia pada 1883.

Melihat banyaknya kehilangan yang dialami oleh Emily, menyebabkan kondisi kesehatannya semakin menurun sampai tahun 1885. Hingga pada tahun 1886, ia jatuh sakit yang begitu parah dan akhirnya Emily meninggal pada 15 Mei 1886. Dokter menyatakan penyebab meninggalnya adalah penyakit bright, suatu jenis penyakit ginjal. Emily dimakankan di west Cemerery di Amhers.

Kehidupan Emily memang sangat berliku. Ironinya, ia tidak dikenali semasa dia hidup. Orang orang mulai mengapresiasi karyanya ketika ia telah tiada. Laviana lah yang bertanggungjawab atas penyebaran dan penerbitan puisi puisi Emily. Hingga saat ini, orang orang dapat menikmati karya sastra indah Emily Dickinson.(analisa)