Saat “positif” berujung Toxic, Kenali Toxic Positivity Sebelum Merusak Kesehatan Mental

oleh -309 views
oleh
309 views
Ayo kenali Toxic Positivity. (dok/google-alodoktoer)

Oleh: Suci Novelinda Syafitri

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNAND

ZAMAN SEKARANG, sudah tidak asing lagi dengan istilah toxic, kata yang sering digunakan untuk menggambarkan hubungan yang sudah merugikan layaknya racun yang menyebar ditubuh.

Ternyata Toxic ini juga banyak bentuknya. Salah satunya yaitu Toxic Positivity. Saat hal yang positif berubah menjadi racun yang merusak. Dilansir dari alodokter.com Toxic Positivity adalah suatu kondisi dimana seseorang mengharuskan dirinya sendiri bahkan orang lain untuk dapat menolak emosi negatif dan selalu berfikir serta bersikap positif.

Pada dasarnya, melihat sesuatu dari sisi positif memang baik dan perlu dilakukan. Akan tetapi, semua akan berdampak buruk pada kesehatan mental karena diiringi dengan menahan emosi negatif. Seseorang yang terjebak dalam kondisi Toxic Positivity akan selalu berusaha untuk menghindari emosi negatif seperti: sedih, kecewa, atau marah akan sesuatu.

Menangkal emosi negatif ini jika terus dilakukan dalam jangka panjang, dapat menimbulkan masalah kesehatan mental seperti stress berat, cemas atau sedih yang berlebihan , masalah gangguang tidur, bahkan depresi dan PTSD.

Agar bisa menghindar dari situasi Toxic Positivity, kita harus mengenal ciri-cirinya. Pada umumnya Toxic Positivity ini mucul melalui ucapan. Orang yang kita kira mengucapkan kalimat yang terkesan positif, justru sebenarnya sedang menghindari emosi negatifnya.

Dilansir dari alodokter.com berikut tanda-tanda kamu terjebak dalam Toxic Positivity:

1. Sering menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya sedang dirasakan

2. Sering merasa bersalah saat mengungkapkan emosi negative

3. Merasa sedih, marah dan kecewa secara berlebihan

4. Sering mengindar daripada menyelesaikan masalah

5. Memberikan semangat kepada orang lain, tetapi diringi dengan kalimat meremehkan ,seperti: “kamu pasti bisa, masa iya hal remeh begini gak bisa kamu lakuin”

6. Saat memberikan semangat kepada orang lain, diiringi dengan kalimat seolah-olah menyalahkan orang tersebut, seperti: “yang semangat ya melewati ini, kamu sih udah aku bilang jangan begitu”

Mengucapkan kalimat yang positif memang penting, apalagi disaat titik terendah seseorang.

Tak jarang, demi menunjukan empati dan simpati, seseorang sering mengabaikan emosi negatif.

Belakangan, keadaan semacam ini sering kita temukan di dunia media sosial. Media sosial memberikan kita peluang untuk mengenal dan dikenal orang lain, bahkan orang yang belum kita kenal sekalipun.

Terhubungnya seseorang dengan orang lain melalui media sosial, mendorong orang-orang untuk berpacu dalam memperlihatkan sisi terbaik dari kehidupannya.

Dikutip dari verywellmind.com, berikut contoh dan bentuk nyata dari Toxic Positivity:

Saat seseorang baru saja merasakan kehilangan, tetapi orang di sekitarnya yang bermaksud mengibur justru mengatakan hal-hal yang terkesan meremehkan rasa kehilangannya, seperti:

“ambil saja hikmahnya”, ” tidak ada yang terjadi tanpa alasan”, “setiap pilihan ada resikonya”.

Dari contoh di atas, dapat kita lihat bahwa salah satu dampak dari Toxic Positivity ini adalah meremehkan perasaan kehilangan.

Dikutip dari Medicalnewstoday.com, berikut beberapa dampak dari Toxic Positivity:

1. Mengabaikan bahaya, pada masalah tertentu Toxic Positivity bisa mendorong orang untuk menyadari bahaya, contohnya: saat seseorang terjebak dalam hubungan yang toxic, karena Toxic Positivity yang berfikiran bahwa suatu saat pasangannya akan berubah, mengabaikan kenyataan bahwa bisa saj dimasa depan dia mendapatkan hal yang lebih buruk.

2. Isolasi dan Stigma, Toxic Positivity akan membuat seseorang untuk tertutup dan cenderung tidak mencari dukungan. Berpikiran buruk bahwa akan di judge oleh orang lain sehingga mengabaikan bantuan dari orang lain.

3. Komunikasi yang terhambat, Toxic Positivity ini dapat menyebabkan komunikasi yang hancur. Karena cenderung menghindari maslaah hubungan yang dibangun jadi hancur karena masalah yang tertumpuk.

Agar kamu tidak menjadi Toxic Positivity baik bagi dirimu ataupun orang lain, ada beberapa cara yang dapat dilakukan yang dikutip dari alodokter.com, yaitu:

1. Mewajarkan dan merasakan emosi negatif yang dirasakan, tetapi dapat mengelolanya. Bisa mencurahkan emosi negatif pada jalannya, misalnya dnegan bercerita pada orang lain atau menulis diary.

2. Berusaha Memahami bukan menghakimi. Memahami perasaan yang ada dan menemukan cara tepat untuk mencurahkannya.

3. Menghindari untuk mengukur masalah dengan orang lain, karena sejatinya setiap orang memiliki struggle kehidupan yang berbeda/ Tentunya setiap orang juga memilki cara dan batas pengelolaan emosi terbaik versi dirinya.

Penting untuk diingat, bahwa merasa tidak baik-baik saja adalah hal yang wajar. Ada waktu bahagia menghampiri, ada waktu sidh atau kecewa yang datang. Jika kamu terjebak Toxic Positivity dan merasa telah mengganggu dirimu sehingga kamu tidak nyaman, dapat berkonsultasi dengan ahlinyanya. (analisa)