Ada sebuah ironi yang sering muncul dalam perbincangan tentang media di era digital. Di satu sisi, kita menyaksikan lautan informasi yang membanjiri setiap sudut kehidupan kita, dari layar ponsel yang tak pernah sepi notifikasi hingga media sosial yang riuh rendah dengan kabar yang datang dari segala arah.
Di sisi lain, kita juga mendengar keluhan tentang hilangnya media yang dapat dipercaya, media yang mampu menjadi penuntun di tengah belantara informasi yang kerap kali menyesatkan. Di sinilah peran Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA menjadi krusial, bahkan lebih dari sebelumnya.
Opini yang menyoal relevansi TVRI, RRI, dan Kantor Berita ANTARA di era konvergensi, sebenarnya mencerminkan salah satu paradoks terbesar zaman ini. Ada asumsi bahwa karena media baru hadir dengan segala gemerlapnya, maka media yang sudah lama berdiri, apalagi yang berlabel ‘lembaga negara’ otomatis kehilangan makna. Tapi benarkah demikian?
Apakah kecepatan dan kecanggihan teknologi otomatis menghapus kebutuhan akan akurasi, integritas, dan kredibilitas? Mari kita telaah dengan kepala dingin.
ANTARA adalah institusi yang lahir dari rahim perjuangan bangsa ini, yang sejak awal berdiri bukan hanya untuk memberitakan, tapi juga membentuk narasi kebangsaan. Di saat berita-berita dari luar negeri mendominasi arus informasi pada masa penjajahan, ANTARA hadir sebagai suara bumi putera, suara bangsa Indonesia, menyampaikan kabar tentang tanah air dengan sudut pandang yang berpihak kepada kepentingan bangsa.
ANTARA bukan sekadar ikut-ikutan tren digital, sebaliknya ia hadir dengan misi menjaga keseimbangan antara kecepatan dan ketepatan, antara popularitas dan integritas.PSO bukan KSO
Sebagian orang mungkin memandang ketergantungan ANTARA pada anggaran negara sebagai kelemahan. Mereka lupa bahwa ANTARA, bersama TVRI dan RRI, adalah lembaga penyiaran publik yang diamanatkan untuk menjalankan Public Service Obligation (PSO).
PSO bukan KSO, PSO juga bukanlah sekadar subsidi, ini adalah bentuk tanggung jawab negara untuk memastikan bahwa setiap warga negara, dari Sabang sampai Merauke, mendapatkan akses informasi yang adil, akurat, dan bebas dari kepentingan komersial.
Di daerah-daerah terpencil, di mana sinyal internet masih menjadi barang mewah, berita-berita ANTARA yang disiarkan ulang oleh media lokal menjadi jendela dunia bagi masyarakat.