Potret Penegakan Hukum Terkait Bansos Semakin Buram

oleh -233 views
oleh
233 views
Epza, advokat muda mengaku geli dengar pledoi terdawa korupsi Bansos, Selasa 10/9-2021. (foto: dok)

Medan,—Eka Putra Zakran, SH MH praktisi hukum dan pengamat sosial menilai  tanggapannya terkait potret penegakan hukum tindak pidana korupsi Bansos yang kian kabur dan buram. Hal itu berkaca dari bebera kasus yang santer menghiasi ruang publik.

Sebut saja kasus mantan menteri Sosial, Juliari Batubara, pada senin kemarin 9/8-2021 telah membacakan pledoi atau nota pembelaan terhadap dirinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam pledoinya, Juliari memohon agar dibebaskan dari segala tuntutan.

Sementara di Malang, Jawa Timur, kata Epza boasa advokat muda ini disapa mengatakan seorang pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) ditangkap polisi karena diduga menyelewengkan dana Bansos tahun 2017-2020 milik kepala keluarga penerima senilai Rp. 450 juta.

Padahal sejatinya para pelaku tindak pidana korupsi dana Bansos covid-19, dapar dijatuhi pidana mati sesuai pasal 2 ayat (2)UU Tipikor.

Hanya saja persolannya dalam praktik belum ada yurisprudensi. Terkait hal itu perlu kesadaran kolektif dari aparat penegak hukum tipikor, bahwa korupsi adalah “Common Enemy”, extra ordinary cryme, yang penyelesaiannya hanya bisa diberantas dengan cara-cara yang ordinary pula, termasuk penjatuhan sanksi pidana mati.

“Hemat saya apa yang dibacakan oleh Juliari dalam pledoynya itu terlalu naif dan berlebihan, sudah terbukti berbuat salah, tapi seolah-olah suci dan tidak bersalah. Permintaan untuk dibebaskan dari segala tuntutan seolah membangun freming bahwa Juliari adalah korban, padahal telah jelas dan nyata Juliari diduga pelaku dalam korupsi dana Bansos,”uajr Epza Selasa 10/8-2021.

Bicara logika hukum kata Epza bagaimana mungkin Juliari dapat dibebaskan dari segala tuntutan, sementara dirinya telah disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

“Siapa pun kita, saya pikir semuanya sepakat dengan apa yang pernah disampaikan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri bahwa soal tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi anggaran penanganan covid-19, karena memang tindak pidana korupsi di masa bencana atau pandemi dapat diancam hukuman mati,”ujar Epza.

Ancaman hukuman mati bagi pelaku korupsi di atur dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi.

Beleid pasal itu berbunyi: Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo juga pernah menyampaikan bahwa dirinya akan menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK dan tidak akan melindungi siapapun yang terlibat korupsi. Artinya dalam hal ini pemerintah konsiten mendukung KPK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

“Nah, dari beberapa dalil atau dasar hukum sebagaimana yang diuraikan diatas, maka sudah cukup menjadi pertimbangan bagi hakim untuk menjatuhkan sanksi hukum yang berat bagi Juliari dan/atau para pelaku tindak pidana korupsi bansos lainnya, tutup Epza Anggota DPC Peradi Medan, mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Medan Periode 2014-2018,”ujar alumni MH UNPAB.