Sinyal Hentikan Proyek Monas PDRI, Wabup : Mendikbud Jangan Khianati Sejarah

oleh -967 views
oleh
967 views
Wabup Limapuluh Kota kecewa rencana penghentian pembangunan Monumen Nasional dan Museum PDRI oleh Mendikbud, Selasa 25/4
Wabup Limapuluh Kota kecewa rencana penghentian pembangunan Monumen Nasional dan Museum PDRI oleh Mendikbud, Selasa 25/4

Limapuluh Kota —Kunjungan kerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajjir Effendy ke Limapuluh Kota dalam rangka meninjau ulang proyek pembangunan monumen nasional (Monas) dan museum PDRI di Kototinggi, Kecamatan Gunuang Omeh, mendapat reaksi tokoh di daerah setempat.

Pernyataan Menteri Muhajjir yang memberi sinyal bakal mengevaluasi atau tidak melanjutkan pembangunan Monas PDRI menurut Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwand adalah penghianatan dan pengingkari torehan sejarah.

“Sebab, pembangunan Monumen PDRI sudah menjadi komitmen bersama sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri pada 2008 lalu, dan ingat PDRI membuat RI waktu itu masih berdiri, PDRI adalah pejalanan sejarah republik,”ujar Ferizal, Selasa 25/4 kepada wartawan.

Ferizal, sebagai putra daerah yang juga pengurus YPP-PDRI tahun 1948-1949,  sangat keberatan dengan rencana Mendikbud pending pendrian Monas PDRI.

“Kami tentu keberatan mendengar sinyal Pak Mendikbud. Pak Muhajir seyogianya lebih memahami sejarah PDRI dan ikut mendorong melanjutkan proyek yang tengah mangkrak. Bahasanya jangan dihentikan, karena Pak Mendikbud, bisa menghianati sejarah,”ujarnya.

Kesepakatan lima mengeri tahun 2008, membuktikan bahwa pembangunan Monas PDRI tidak bisa dihentikan sepihak oleh sati menteri saja.

“Tidak hanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga meliputi Kementerian Pertahanan, Kementerian Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Termasuk juga empat lembaga non kementerian lainnya,”jelas Ferizal..

Mendikbud selaku salah satu kementerian yang terlibat dalam SKB 5 Menteri, mestinya kata Ferizal, ikut mendorong kementerian dan lembaga negara lain merealisasikan komitmen yang sudah dibuat pada rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Ferizal mengaku akan sangat kecewa dan menyesalkan apabila pihak kementerian mengambil langkah penghentian pembangunan monumen PDRI di Kototinggi, hanya karena alasan tekhnis pengerjaan oleh perusahaan pelaksana proyek. Karena, itu merupakan tanggung-jawab penuh perusahaan pelaksana proyek.

“Tentu saja, banyak tokoh dan masyarakat di daerah kami akan dirugikan, jika saja pembangunan monumen (PDRI) dihentikan. Karena tidak sedikit upaya yang sudah dilakukan, guna memperjuangkan serta mengupayakan pelurusan sejarah bangsa ini. Jangan hanya karena muak melihat satu tikus, lalu, lumbung dibakar,” ujarnya Ferizal.

Sebagai kuasa pengguna anggaran atas proyek, Ferizal tidak mempersoalkan proses evaluasi yang dilakukan Kemendikbud. Karena secara kewenangan, Mendikbud memiliki kewenangan penuh atas tugas tersebut. Tetapi, ia mengharapkan Kementerian jangan hanya mempertimbangkan tata-letak koordinat atau masalah kegagalan teknisnya.

Saat ini, katanya, seperti tema dari agenda Bela Negara, terindikasi mulai ‘dibengkokkan’ kepada kewajiban anak negeri untuk membela negara. Sedangkan, Bela Negara sebenarnya bersumber dari perjuangan PDRI. Ke depan, ia meminta pemerintah pusat, menindaklamjuti SKB 5 menteri dengan Kepres atau Inpres, agar lebih mengikat tidak hanya ke organisasi pemerintahan tapi ke seluruh elemen bangsa.

Seperti diketahui, Mendikbud Muhajjir Effendy sempat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Limapuluh Kota, meninjau kondisi pembangunan monumen PDRI, Senin (24/4). Muhajjir mengatakan, selain monumen PDRi di Limapuluh Kota ada 13 pembangunan museum yang akan dievaluasi dan ditinjau ulang.

Muhajjir datang nersama  yang Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Hilmar Farid mengaku kedatangannya itu atas perintah langsung Presiden Joko Widodo. Ia mengungkapkan, hingga 2016 pembangunan museum PDRI telah menelan anggaran Rp 52,5 miliar. Total anggaran pembangunan museum PDRI di Koto Tinggi hingga 2019, akan menelan Rp 80 Miliar.

Mendikbud memang belum memastikan secara langsung apakah proyek yang dibangun sejak 2010 itu akan dihentikan atau tidak.

“Yang jelas, kita akan komunikasikan dulu dengan Pak Presiden. Indikator evaluasi, salah satunya berupa besar alokasi dana yang dikeluarkan dengan manfaat yang akan didapatkan oleh masyarakat,” sebutnya. (relis)