Kepahlawanan, Tauladan dan Perilaku Prestatif

oleh -136 views
oleh
136 views
Khairul Ikhwan (dok)

Oleh : Khairul Ikhwan,

Dirut PAMTIGO Payakumbuh

SETIAPl 10 November, suasana sebagai hari Pahlawan masih terasa kehangatannya. Setidaknya saat persiapan upacara bendera dan ziarah ke makam. Di saat upacara, dipastikan selalu mengheningkan cipta selama satu menit untuk mengenang jasa dan pengorbanan para pahlawan kemudian diikuti dengan kegiatan ziarah dan tabur bunga ke Makam Pahlawan. Itulah pesan moral yang dapat ditangkap masyarakat umum ketika peringatan hari pahlawan.

Pahlawan adalah mereka yang telah gugur dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia ini. Secara konstitusi formal Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga Negara Indonesia atau seseorang (yang telah gugur) yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Atau bisa juga meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Demi mengenang pada tindak, tanduk dan perilaku kepahlawanan sebagai suatu perbuatan nyata di saat pembangunan ini, maka bentuk nyata telah diperlihatkan oleh para pahlawan nasional saat melawan penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang.

Dari perjalanan sejarah, anak bangsa bisa belajar dari para pahlawan yang merebut dan mempertahankan kemerdekaan tentang nilai-nilai pengorbanan, tekad yang kuat, keberanian, semangat juang pantang menyerah demi suatu cita-cita kemerdekaan dan tercerminnya perilaku yang prestatif.

Kerinduan anak bangsa adalah sekalipun mereka yang kita sebut sebagai pahlawan itu telah mati, namun semangat dan nilai kepahlawanannya masih hidup di dalam hati sanubari sampai berakhir hidup di dunia.

Sementara tindak, tanduk dan nilai kepahlawanan itu seringkali tertimbun di tengah hantaman nilai-nilai kapitalisme dan komunisme, serta hal-hal lain yang lebih menyita perhatian dan energi.

Di media sosial, media cetak, dan elektronik, tersebut semakin maraknya korupsi, kekerasan, tawuran, carut marut politik tak tentu arah, yang akhirnya membuat anak bangsa merindukan hadirnya pahlawan kekinian.

Sedangkan pahlawan kekinian itu nyaris tidak ada. Banyak anak bangsa yang dipercaya duduk di jabatan publik cenderung menciderai nilai kepahlawanan yang seharusnya tetap terjaga di kehidupan berbangsa.

Seyogyanya kepahlawanan hari ini adalah bicara tentang keteladanan dan perilaku prestatif para pemimpin, pejabat, dan petinggi negeri.

Di kehidupan nyata, seharusnya masih mengembangkan kejujuran, kegigihan, kerelaan berkorban, dan kecintaan pada bangsa, negara dan tanah air ini juga tercerminnya ciri-ciri perilaku prestatif dalam kehidupan, seperti kerja ikhlas, kerja keras, kerja mawas, kerja tuntas dan kerja cerdas.

Nilai-nilai kepahlawanan dapat dimulai dari rumah dengan menjadi teladan yang baik bagi keluarga, teladan yang baik bagi lingkungan, dan terwujudnya perilaku yang prestatif waktu demi waktu sesuai lingkaran pengaruh kita. Tentu makin besar pengaruh kita, tersirat tanggung jawab keteladanan yang lebih besar dan bukti konkrit kegiatan, usaha, dan darmabakti yang berprestasi. Seperti sebagai pemimpin negara dan daerah, minimalnya sebagai kepala keluarga.

Meskipun masih banyak anak bangsa saat ini yang menjadi ‘pahlawan kesiangan’. Pahlawan kesiangan yang dimaksud adalah orang yang hanya mau berjuang setelah pertempuran selesai atau masa sulit berakhir.

Atau orang yang ketika masa revolusi tidak berbuat apa-apa, tetapi setelah perang usai mengklaim diri sebagai pahlawan. Namun, ungkapan ini bisa pula ditujukan kepada orang/kelompok yang bangun siang dan tidak tahu bahwa zaman sudah berubah tetapi masih terus berjuang dengan cara lama.

Aspek terakhir itu yang terlihat pada dunia politik nasional belakangan ini, dimana adanya sekelompok bangsa yang mengklaim bahwa kelompoknya lah yang sudah berjuang dan layak dijadikan sosok yang berjasa seperti pahlawan. Padahal mereka terkesan menciderai nilai-nilai kepahlawanan tersebut.

Sering didengar pertanyaan, apakah masih ada yang mau berkorban demi perbaikan bangsa??. Justru yang muncul adalah kebanyakan orang bersikap oportunis, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Hanya mau untung, tetapi tidak mau merugi, meskipun itu untuk kepentingan khalayak.

Kita berharap di momen penting 10 November 2021 ini peringatan hari pahlawan bisa memberikan warna tersendiri dan lebih mampu masuk ke kalbu anak bangsa yang sudah mulai lupa dengan nilai-nilai perjuangan kepahlawanan anak bangsa.

Pemimpin mampu memberikan pencitraan terbaiknya itu adalah murni dari nilai-nilai kepahlawan untuk masyarakat. Setidaknya kelompok masyarakat terkecil yaitu rumah tangga, dimana sang bapak mampu memberikan cerminan kepahlawanan terhadap anak-anaknya. begitu selanjutnya komponen masyarakat lainnya.

Para pahlawan nasional sudah banyak di negeri ini, tauladan nilai pahlawan dan perilaku prestatif pun sudah tidak asing lagi dalam kehidupan keseharian. Dan tentunya tetap optimis untuk berharap ke depan para pahlawan baru akan muncul, walau tidak berjuang untuk kemerdekaan.

Wallahu’alam..

(analisa/rewrite-teraspadeks-11112021)