Kursi Wakil Walikota Padang : Kesempatan membentuk ‘Super Team’ ?

oleh -511 views
oleh
511 views
Ilhamsyah Mirman. (foto: dok)

Oleh : Ilhamsyah Mirman

Founder Ranah Rantau Circle (RRC) Institute

PEMBICARAAN tentang lowongnya kursi Wakil Walikota Padang mulai memasuki babak penentuan. Para pemangku kepentingan sepertinya ‘ngilu’ melihat jurus berkelit yang konsisten dipertontonkan Walikota Padang Hendri Septa.

Saat ditemui wartawan disela perayaan HUT RI, Hendri Septa mengulang kembali pernyataannya tentang penentuan siapa yang bakal diusulkan oleh PAN, diserahkan sepenuhnya kepada partai.

Agak tergagap saat wartawan mengkonfirmasi bahwa Ketua PAN kota Padang adalah dirinya. Meski akhirnya diluruskan dengan pernyataan, partai dalam hal ini DPP, namun pesan orang tua dahulu, kato kudian-kato bacari, sepertinya jurus usang yang telah diketahui.

Terkait bola ditangan partai, bak bermain pimpong, pandangan pengurus teras DPP PAN terkait proses pemilihan ini sangat clear.

Sekjen Eddie Soeparno menyatakan kalau penentuan kursi wakil walikota diserahkan sepenuhnya pada walikota Padang sebagai user. Dua pandangan ‘tiktok’ ini jauh hari telah diprediksi banyak pihak, termasuk oleh Kader Utama PAN Sumbar Yul Afnedi saat bincang kursi kosong Wawako Padang beberapa waktu lalu.

Wawancara doorstop ini mengkonfirmasi kembali keengganan mencari pendamping sebagaimana yang diungkapkan saat pelantikan (7/4), ‘mau ada wakil, mau tidak ada wakil, masyarakat bisa menilai saya’, dilanjutkan dengan pandangan optimisnya tentang ‘kondisi Kota Padang kondusif dan pemerintahan tanpa wakil walikota tetap berjalan sebagaimana mestinya’.

Pendapat yang seiring waktu perlu dipertanyakan keabsahannya. Hujan lebat tak henti selama beberapa jam hingga subuh (19/8) mengklarifikasi statement ini. Cuaca tak menentu yang menyebabkan banjir memasuki rumah warga di sejumlah titik di Padang, menambah beratnya penderitaan yang belum berakhir akibat pandemi Covid-19. Kondisi ini hendaknya menjadi alarm untuk tidak ‘sendiri’ menjalankan amanah.

Respon para pemangku kepentingan
Undang-undang dan segenap aturan turunannya jelas menyebutkan peran wakil walikota sebagai fungsi pengawasan dan koordinasi, sehingga keberadaannya amatlah penting, selain mewakili walikota seandainya berhalangan.

Namun stagnasi yang terjadi tidak lepas dari sejumlah faktor yang melatarbelakangi, yaitu:
Faktor Filosofis. Teori pemerintahan daerah menyatakan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan suatu jabatan yang sangat strategis. Oleh karena itulah, kedudukan kepala daerah dan wakil kepala daerah diibaratkan sebagai rekan kerja yang tidak dapat terpisahkan, baik sebagai pejabat publik dalam hal pengelola maupun pemegang kepemimpinan di daerah. Kedua pejabat daerah tersebut merupakan simbol sebagai pelindung dan simbol perwujudkan kepercayaan masyarakat

Faktor Yuridis. Secara yuridis aturan hukum memberikan ketentuan bahwa terdapat keharusan melakukan pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang memiliki sisa jabatan 18 (delapan belas) bulan sejak kosongnya jabatan tersebut

Faktor Politis. Prosedur dan tata cara pengisian jabatan wakil kepala daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Berdasarkan Pasal 176 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, mekanisme pemilihan berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik pengusung, diusulkan oleh Walikota untuk dipilih dalam rapat paripurna.

Pada ranah publik, keikutsertaan masyarakat membicarakan diantaranya terlihat pada upaya beberapa kelompok mengangkat tema ini menjadi tema keseharian. Salah satunya survey independen yang dilakukan oleh Revolt Institute. Dinamika politik untuk menemukan posisi warga dalam proses pemilihan Cawawako sebagai pemilik hak berpartisipasi yang menjadi inti demokrasi dilakukan melalui wawancara telpon kepada 50 (limapuluh) responden. Hasilnya, menurut Direktur Revolt Institute Eka Vidya, hanya 24 % warga yang mengerti mekanisme pemilihan wakil walikota. Sedangkan popularitas nama yang mengapung, dari hasil survey yang dirilis (24/6), Mulyadi Muslim dari PKS relatif dikenal (36 % responden) ketimbang sejawatnya dari PKS Muharlion (16 %), Ekos Albar & Amril Amin dari PAN, masing-masing 14 %. Gambaran miris betapa sangat minimnya informasi dan keterlibatan masyarakat yang tercermin dari hasil survey tersebut.

Dari gedung bundar Sawahan sendiri, kegelisahan sejumlah anggota Dewan Kota Padang yang mempertanyakan keseriusan partai pengusung dan menganggap setengah hati, bahkan bertele-tele, riaknya terbaca dalam berbagai kesempatan.

Ketua Komisi III Fraksi Nasdem Osman Ayub, Ketua Fraksi Persatuan Berkarya Nasdem (PBN) Helmi Moesim serta Mastilizal Aye dari Fraksi Gerindra dengan sejumlah faktor yang melatari, kompak mempertanyakan kebijakan sang Walikota. Kondisi bak bola salju yang bisa membuat situasi politik memanas.

Partai PKS sendiri dalam realitanya telah menjalankan proses dengan transparan. Kader yang diusulkan secara resmi dan diapungkan ke publik telah menciut, dari 6 (enam) menjadi 2 (dua) hingga info terakhir mencuat pada satu nama, yaitu Mulyadi Muslim Datuak Said Marajo Nan Putiah. Figur sejuk yang dekat dengan Gubernur Mahyeldi ini banyak berkiprah dalam dunia pendidikan dan dakwah, terakhir tercatat sebagai Sekretaris MUI Kota Padang selain Ketua Badan Wakaf Yayasan Ar Risalah.

Kehangatan hubungan dengan Walikota Hendri Septa terlihat saat penyembelihan hewan kurban Idul Adha di Mesjid Nurul Iman. Bukannya kebetulan Sekretaris IPSI Padang hadir mendampingi walikota, namun tidak lepas dari kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pengurus Mesjid milik Pemko tersebut .

So what gitu lho…
Sikap pengabaian terhadap perlunya menjalankan roda pemerintahan yang baik, termasuk dengan memastikan proses penentuan sang pendamping agar dapat berjalan sesuai aturan, menjadi tugas yang harus dituntaskan. Demo oleh komponen masyarakat yang tergabung dalam ‘Aliansi Masyarakat Peduli Kota Padang’ (AMPEK) di halaman kantor DPRD Kota Padang yang kecewa dengan kinerja Walikota Hendri Septa dan mendorong anggota Dewan untuk menggunakan Hak Angket perlu menjadi perhatian serius.

Sebagai abdi yang disumpah mengurus hajat publik diharapkan mampu mensinergikan segenap potensi bersama jajaran birokrasi dibawahnya menjalankan roda pemerintahan. Tugas berat yang tidak bisa diabaikan begitu saja. ‘Prestasi’ dan kenyamanan warga kota bingkuang yang telah terbangun dengan baik, hendaknya jangan merosot menjadi ketidakpuasan menyeluruh. Kondisi serba tidak pasti ini mau tidak mau harus dihadapi dengan rajutan kebersamaan dan berbagi peran semua elemen dengan elegan.

Ditambah dengan kondisi ekonomi dan kian meningkatnya angka pengangguran karena lapangan kerja yang berkurang, selain ancaman bencana sebagaimana tertulis diatas, hendaknya menjadi pengingat untuk sesegera mungkin mencari partner menyusun langkah terbaik. Percepatan usulan dari partai PAN dan memberi surat pengantar kepada DPRD sepenuhnya berada pada satu tangan, jelas legasinya. Momen yang paling tepat bagi Hendri Septa memperlihatkan kesungguhan membentuk superteam. Siapapun yang dipilih oleh anggota DPRD, maka dialah sekondan yang terbaik(analisa)