Ikan busuk dari kepala, itulah kiasan yang benar bahwa pembersihan dari korupsi di Indonesia diurut dari atas.
Inilah model Amran Sulaiman, mentri Pertanian, yang turun tangan dalam mensukseskan proses pemburuan koruptor dalam tubuh kementrian pertanian.
Dalam setiap kementrian, yang gunakan anggaran negara, memang banyak para jawara koruptor baik yang sudah tertangkap sampai yang belum.
Apakah di kementrian Pertanian saja? Tidak! Di banyak Kementrian, apalagi di Kementrian yang mewakili badan hukum, seperti Kehakiman, Kepolisian, maupun Kejaksaan.
Pantas presiden Prabowo selalu mengingatkan agar tidak melakukan korupsi. Peranan KPK, peranan inspektorat, dan peranan lembaga hukum ada. Namun sangat terbatas.
Sistem yang dikembangkan oleh Amran adalah dengan menyediakan waktu untuk langsung menerima masukan, atas laporan yang langsung ke beliau untuk dieksekusi.Pengadilannya tidak bertele tele, karena dengan sistem laporan, kemudian menyediakan waktu untuk langsung mengeksekusi bagi yang mengaku korupsi. Pecat bagi yang mengaku!. Itu sesuatu yang cukup bisa memberikan efek jera.
Sekarang model Kementan diikuti dengan cara lain yang menggugah hati oleh Kemenag. Dengan model tausyiah Kemenag pada bawahannya, Dirjen, Direktur dan Kanwil propinsi.
Model menggugah tausyiah bisa jadi satu cara, namuan biasa habis tausyiah di luar ruangan akan lupa lagi, dan proses korupsi berlanjut. Kemenag sepertinya tidak seberani Kementan.
Terus kenapa KPK dan Kepolisian masih didesak banyak fihak untuk bersih bersih? Karena masyarakat merasakan begitu masalah korupsi di masing masing tubuh kementrian tidak ditindaklanjuti, maka laporan inspektorat sendiri mungkin tidak sanggup memberi efek jera, karena atasan pada level mentri mengetahui tapi tidak kuasa untuk mengeksekusi secara langsung. Salah satunya kasusnya kait mengait.