2020, BUKAN TAHUN KESEDIHAN MELAINKAN MOMENTUM BERPERADABAN

oleh -585 views
oleh
585 views
Onky (foto: dok)

Oleh Ongky Andriawan

2020 diawali dengan begitu haru ya ? banyak hal yang terjadi hanya dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan. Tak hanya perihal hati, berjauhan dengan orang tua, pacar, teman, bukan hanya soal jadi generasi LDR ( Long Distance Relationship) tapi juga soal Peradaban.

Masih ingat pada 3 Januari 2020 lalu Gedung Putih dan Pentagon mengonfirmasi pembunuhan Jendral Qasem Soleimani (Jendral plaing diagungkan di Iran)oleh Militer Amerika Serikat. Tak lama selang kejadian tersebut, dunia kembali dikejutkan oleh serangan balik Iran ke Pangkalan Pasukan Amerika di Irak pada 8 Januari.

Benar saja, kejadian tersebut membuat masyarakat dunia terkejut, dan mulai berasumsi akan terjadi Perang dunia ke-3 antara Iran dan Amerika, atau Paling tidak #worldwarIII yang trending di social media pernah membuat kita mengingat kematian walau sejenak, membayangkan kedua negara terkuat di dunia tiba-tiba berlaku tak peduli dengan perjanjian Nucler non-Poliferation Treaty, lalu perang dunia terjadi.Untungskenarionya tidak demikian.

Lalu, kejadian ini disusul dengan menyebarnya Virus corona, Covid-19 dengan penyebaran yang semakin meluas dari hari ke hari.

Meskipun Virus ini ditemukan di kota Wuhan, China pada 2019,  penyebarannya justru mulai disadari dan kian memuncak pada awal tahun 2020, dan tepat pada 2 Maret,Covid 19 untuk pertamakalinya terdeteksi di Indonesia, sesuai dengan pengumuman yang disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan.

Selangkejadian ini pun kita terus dihebohkan dengan kematian tokoh-tokoh kebanggan, Kobe Bryant, legenda basket dunia yang meninggal pada 26, Januari 2020, Indonesia kehilangan dua musisi besar dan melegenda, juga terjadi di tahun ini, Glenn Fredly dan Didi Kempot. Untuk pertama kalinyaKa’bah tak dikunjungi oleh mereka yang berangkat ibadah haji, pertamakalinya menjalankan ibadah puasa ditengah krisi (Pandemi), Untuk pertamakalinya pula terjadi lonjakan antrian pulang kampung di berbagai bandara, stasiun, dan pangkalan transportasi.

Belum kering genangan kemarin sore, kesedihan baru juga kembali dirasakan. Kasus Racism kembali muncul kepermukaan dengan begitu mencengangkan, Goerge Floyd Case, yang kematiannya mencerminkan perlakuan berbeda terhadap ras di Amerika. Berbagai demonstrasi dilakukan untuk menuntut keadilan, berbagai dukunganpun disampaikan oleh masyarakat dunia dalam merespon kasus ini melalui berbagai postingan, hashtag di media sosial. Yang lebih mencengangkan adalah perlakuan yang sama justru didapat oleh para demonstan. Demonstran dianggap tak diperlakukan dengan semestinya oleh sang Presiden, dilansir dari laman BBC Indonesia (04/06), Mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat menyatakan dirinya marah dan terkejut dengan cara Trump menangani berbagai protes yang terjadi menyusul kematian George Floyd dan mencerca sang Presiden, sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang, sembari menyatakan posisinya mendukung mereka yang sedang protes untuk menjunjung nilai-nilai Amerika. Mereka yang berkulit hitam kembali merasa diperlakukan berbeda. Berbagai video luapan perasaan akan perlakuan tak adil tersebut pun kian tersebar di berbagai platform sosial media.

Kejadian-kejadian tersebut bukan soal kesedihan semata. Beragam kejadian diatas justru berbuah sebuah Momentum Berperadaban”. Pada kajian Antropologi Peradaban identik dengan kemajuan dalam berbagai hal pada umat manusia,baik ilmu pengetahuan, sosial, kebudayaan, agama dan semua aspek dalam kehidupan. Maka berperadaban dapat diartikan sebagai sebuah kondisi dimana masyarakat mengalami kemajuan dalam aspek-aspek kehidupan yang dapat dilihat dari berbagai bentuk.

Kita belajar banyak soal dunia Politik Internasional lewat pertikaian Iran, Amerika. Beberapa dari kita mulai membaca artikel terkait dengan kasus tersebut, tak melulu sekedar membuat meme dan cuitan renyah di media sosial, banyak terjadi diskusi berbobot di dunia virtual dikalangan anak muda dan akademisi. Kehilangan beberapa tokoh legenda mulai membuat kita kembali merenungi manisnya berkarya dan berjuangan, tak jarang kematian tokoh menghadirkan inspirasi besar lewat ceritanya semasa hidup yang kembali disorot media, membuat kita kian memberi nilai pada rasa dan karsa. Pandemi Covid-19 mengajarkan kita jutaan hal, mulai dari bersikap sabar, peduli sesama, memberi nilai tinggi pada ilmu pengetahuan, mendadak menjadi hobi membaca karena takut dibodohi berita palsu, beberapa menjadikannya momen belajar agama dan menggali pengalaman spiritual, banyak merenungi tentang diri dan perihal ketuhanan, memaknai kembali esensi sebuah ibadah. Pandemi mengajarkan pelajaran hidup yang tak terhitung, dipaksa belajar soal tekknologi, guru-guru SD di daerah mulai mengetahui fungsi lain dari gadget mahal mereka yang awalnya hanya digunakan untuk menonton video di youtube dan menelfon, kini kenal dengan bagaimana mengolah soal dengan google form dan memanfaatkannya lebih baik sebagai media pendidikan, mendadak paham teknologi.

Anak-anak dan generasi muda mulai sadar akan virus dan bakteri, mulai rajin cuci tangan, mulai paham dengan kesehatan mental. Berbagai penelitian dan teknologi menjadi terus dikembangkan, tak melulubergantung pada Negara Adikuasa.

Demonstari yang saat ini terjadipun menjadi buktinyata bahwa kemanusiaan tak mampu dikategorisasikan berdasarkan warna kulit, apalagi dibungkam penguasa, perlawanan perlu ditunjukan, agar keberpihakan dapat terlihat jelas. Kejadian demi kejadian ini kian menggerakan setiap diri untuk menjadi manusia yangberperadaban.

Berperadaban bukan hanya perihal tetap dalam kondisi baik namun juga soal bagaimana menarik kebaikan dari kondisi terburuk sekalipun.(analisa)