Alex Indra Lukman: Minta Tataniaga Gula Ditinjau Ulang untuk Lindungi Petani Tebu Indonesia

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman.(Foto: Ist)
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman.(Foto: Ist)

Jakarta - Persoalan tataniaga gula kembali menjadi sorotan setelah Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman menegaskan perlunya peninjauan ulang sistem distribusi gula. Baik dalam bentuk gula kristal rafinasi (GKR) maupun gula petani, kondisi saat ini dinilai masih menyisakan celah yang dapat menggagalkan target swasembada pangan.

Target ambisius Presiden Prabowo untuk mencapai swasembada pangan pada tahun 2025 mencakup tiga indikator utama. Pertama, tidak ada impor beras. Kedua, tidak ada impor jagung. Ketiga, tidak ada impor gula konsumsi. Namun demikian, kondisi tataniaga gula saat ini justru mengancam tercapainya target tersebut.

Menurut Alex, gula rafinasi dan gula petani seharusnya menggarap segmen pasar yang berbeda. Selanjutnya, gula rafinasi ditujukan untuk memasok kebutuhan industri. Sementara itu, gula petani diperuntukkan untuk konsumsi masyarakat umum. Oleh karena itu, apabila gula rafinasi masuk ke pasar konsumsi, hal ini menandakan adanya kesalahan dalam sistem tata niaga.

Lebih lanjut, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 17 Tahun 2022, GKR tidak boleh diperdagangkan di pasar eceran. Selain itu, GKR hanya ditujukan untuk industri pengguna dengan persyaratan izin usaha industri dan dokumen izin sejenis.

Lemahnya pengawasan tata niaga GKR telah memberikan dampak negatif kepada petani tebu. Akibatnya, serapan gula petani menjadi terhambat. Data menunjukkan sekitar 100.000 ton gula konsumsi hasil tebu petani menumpuk di gudang. Hal ini terjadi karena GKR yang masuk ke pasar tradisional mengganggu mekanisme pasar yang seharusnya.

Kondisi ini tidak hanya merugikan petani tebu, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya, dampak buruk ini akan berimbas pada sektor kesehatan secara keseluruhan.

Alex juga mengingatkan pemerintah tentang pentingnya skema yang jelas dalam penugasan BUMN pangan (ID Food). Penugasan untuk menyerap gula petani yang gagal terserap pasar harus disertai dengan mekanisme yang terukur dan transparan.

Dana sebesar Rp1,5 triliun yang digelontorkan pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) harus dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya secara akuntabel. Pasalnya, pendirian Danantara bukan dimaksudkan sebagai public service semata.

Di sisi lain, Alex mengapresiasi keputusan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono yang menghentikan sementara impor GKR. Keputusan ini dinilai dapat melindungi petani tebu sekaligus meningkatkan serapan gula konsumsi dalam negeri.

Meskipun demikian, Alex memberikan peringatan bahwa dengan realisasi impor GKR sebesar 70 persen saja, telah terjadi praktik distribusi yang salah sasaran. Kondisi ini akhirnya merusak stabilitas pasar gula nasional.

Editor : Redaksi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini