Oleh : ISA KURNIAWANKoordinator Komunitas Pemerhati Sumbar (Kapas)
BATAS waktu konversi PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat atau Bank Nagari dari Bank Umum Konvensional (BUK) ke Bank Umum Syariah (BUS), tinggal kurang lebih 5 bulan lagi.Keputusan konversi Bank Nagari ke bank syariah disepakati dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 30 November 2019 secara aklamasi oleh seluruh pemegang saham.
RUPSLB memberi tenggat proses peralihan dan beroperasi penuh dengan sistem syariah selama 2 tahun. Artinya, sudah harus menjadi Bank Syariah maksimal pada 30 November 2021.Sebagai pemegang saham pengendali, berbagai upaya ke arah sana sudah dilakukan oleh Gubernur Sumbar terdahulu Irwan Prayitno, sampai saat ini oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, Mahyeldi dan Audy Joinaldy.
Tetapi patut rasanya digaris bawahi, persoalan konversi Bank Nagari ini tidak lah semudah membalik telapak tangan. Maksudnya, dengan ota saja semuanya akan selesai. Tidak.Kemudian, dengan alasan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), terus semuanya selesai? Terlalu sederhana.
****Saya memang bukan ahli di bidang ekonomi, tapi mencermati proses konversi Bank Nagari ini, tidak harus dilihat dari kacamata ekonomi semata, tetapi juga sosial dan politik.
Dalam hal konversi ke syariah, soal teknis dan administrasi, saya haqul yakin direksi Bank Nagari dan jajaran, tidak akan mengalami masalah yang berarti, karena mereka ini adalah para profesional. Dan lagi selama ini, Bank Nagari Syariah pun sudah pula berjalan.Tetapi persoalan konversi Bank Nagari bukan sekadar teknis dan administrasi saja, tetapi menyangkut juga masalah politik. Kenapa? Karena di antara syarat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu harus ada Peraturan Daerah (Perda) yang disetujui oleh DPRD Sumbar.Di sini letak persoalannya. Sepertinya DPRD Sumbar enggan membahas perda, sebelum syarat-syarat yang diajukan oleh OJK diselesaikan terlebih dahulu.Syarat-syarat itu ada belasan, di antaranya persetujuan nasabah, serta kepala-kepala daerah (kabupaten dan kota) pemegang saham, dengan tanda tangan basah.
Karena DPRD Sumbar itu adalah lembaga politik, makanya persoalan konversi Bank Nagari itu tidak bisa lepas dari kepentingan politik.Pertanyaannya, pemerintahan Mahyeldi - Audy Joinaldy yang didukung PKS dan PPP apakah mampu meyakinkan partai-partai lain di DPRD Sumbar untuk mendukung konversi Bank Nagari?
Sementara saat ini, sudah ada suara-suara penolakan terhadap konversi, tapi sebaiknya spin off --seperti dari Romeo Rissal Pandji Alam (mantan Kepala BI Perwakilan Sumbar), Walikota Pariaman Genius Umar, dan beberapa pakar ekonomi lainnya.Tentunya suara-suara ini menjadi perhatian pula oleh DPRD Sumbar. Bagi mereka ini, pilihan yang terbaik itu adalah spin off: Bank Nagari Syariah Yes, Konversi No!
Maksudnya, Bank Nagari Konvensional tetap ada, silahkan berdiri Bank Nagari Syariah satu lagi. Jadi di-spin off saja, atau dipisah.****
Editor : Adrian Tuswandi, SH