Padang, - Mahkamah Konstitusi menjadi perhatian utama dalam sengketa Pilkada serentak 2024.
Pakar hukum kepemiluan Universitas Andalas, Dr. Khairul Fahmi, mengungkapkan bahwa MK tidak hanya mengandalkan ambang batas persentase dalam menangani Perselisihan Hasil Pilkada (PHP), tetapi juga mempertimbangkan dugaan politik uang yang dilakukan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).
Menurut Fahmi, politik uang TSM dapat menjadi faktor yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan MK.
Hal ini menunjukkan bahwa MK memiliki fleksibilitas dalam menilai aspek keadilan di luar batasan formal yang diatur oleh Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam beberapa putusan sebelumnya, MK pernah mengesampingkan ketentuan ambang batas persentase jika terdapat bukti awal yang kuat terkait dugaan pelanggaran TSM.
Fahmi menyatakan bahwa hal tersebut bisa menjadi preseden dalam menangani sengketa Pilkada yang saat ini sedang berlangsung."MK akan menunda penerapan Pasal 158 UU No. 10/2016 jika hakim melihat bahwa bukti awal yang diajukan sangat kuat. Dalam beberapa kasus, MK bahkan menggeser fokus dari ambang batas menuju pokok masalah yang didalilkan," ujar Fahmi.
Langkah ini, tambah Fahmi, memberikan peluang besar bagi pemohon untuk mengajukan gugatan yang relevan, terutama jika menyangkut pelanggaran yang signifikan.
"Kalau signifikan, MK akan mengenyampingkan Pasal 158 dan fokus pada substansi masalah. Hal ini menjadi yurisprudensi yang penting dalam sengketa Pilkada," jelasnya.
Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan bahwa MK tidak hanya memandang gugatan dengan "kacamata kuda", tetapi menilai aspek gugatan secara menyeluruh.
Editor : Redaksi