Oleh: Irdam Imran, Alumni Sekolah Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional (Unas)
Sumpah Pemuda lahir dari keberanian, kreativitas, dan kerja keras generasi muda untuk meraih kemerdekaan. Pemuda dahulu tidak menunggu; mereka bertindak, berinovasi, dan menciptakan peluang meski menghadapi tekanan dan risiko besar.
Hari ini, semangat itu tampak dipertanyakan. Pemuda hadir dalam lomba memancing ikan yang sudah digelontorkan ribuan ton—aktivitas yang jauh dari perjuangan, dan lebih menyerupai hiburan semu. Kreativitas dan kerja keras dikorbankan demi kesenangan instan, sementara nilai-nilai yang dulu melekat pada Sumpah Pemuda nyaris hilang.
Yang lebih mengejutkan, acara ini dihadiri Wakil Presiden—anak muda juga—produk dari putusan Mahkamah Konstitusi No. 90 yang banyak pihak anggap cacat konstitusional. Kehadiran simbol kekuasaan di tengah aktivitas yang minim produktivitas menegaskan bahwa pemuda kerap dijadikan penonton dalam permainan yang telah diatur elit, bukan sebagai pencipta perubahan.Ini adalah panggilan keras bagi generasi muda: jika kita hanya menunggu hasil orang lain, kapan bangsa ini akan bergerak maju? Pemuda sejati tidak menunggu rejeki jatuh dari langit. Mereka menciptakan peluang, bekerja keras, berinovasi, dan memberi dampak nyata bagi masyarakat.
Sumpah Pemuda 2025 seharusnya menjadi refleksi kritis: apakah kita akan membiarkan semangat perjuangan ini menjadi tontonan semata, atau akan kita hidupkan kembali melalui kreativitas, kerja keras, dan keberanian bertindak?
Bangkitlah, generasi muda! Jangan hanya menjadi penonton. Jadilah pelopor perubahan, pencipta peluang, dan penggerak kemajuan bangsa. Karena bangsa yang besar lahir dari pemuda yang berani bertindak, bukan dari pemuda yang menunggu di tepi kolam. (***)
Editor : Redaksi
