*HOAX VERSUS HOAX*

oleh -890 views
oleh
890 views

Oleh : Emeraldy Chatra

APA pun informasi yang tidak Anda percayai maka ia akan menjadi hoax, atau dianggap hoax meskipun informasi itu benar. Sebaliknya, betapapun sebuah informasi mengandung ketidakbenaran dan berbagai dusta yang menyesatkan, ia tidak menjadi hoax bila Anda percaya informasi itu benar.

Bagi penganut agama politheis-pagan ajaran tauhid itu hoax. Bagi mereka Tuhan itu tidak mungkin satu. Dengan demikian ajaran tauhid bagi mereka hanya berisi informasi palsu, sesat dan menyesatkan. Namun bagi penganut ajaran tauhid berlaku pandangan yang sebaliknya.

Jadi isu hoax tidak selalu berada di ruang objektif. Ia juga, bahkan mungkin lebih banyak, berada di ruang subjektif. Oleh sebab itu pembicaraan seputar hoax tidak selamanya dapat menggunakan nalar objektif.

Subjektivitas yang berada di belakang hoax terkait dengan berbagai kepentingan, terutama sekali kepentingan ideologis. Yakin atau tidak yakin akan kebenaran sebuah informasi, sehingga informasi benar pun dianggap hoax, atau sebaliknya, membuktikan adanya kepentingan ideologis. Ideologi itu sendiri hakikatnya adalah ‘apa yang diyakini orang’.

Ketika hoax berada di ranah ideologi, ia pun terkait dengan polarisasi kelompok pendukung ideologi. Kelompok sosial yang terbentuk berdasarkan ideologi selalu terbagi atas kelompok dominan-hegemonik dan kelompok subordinat.

Kelompok dominan adalah kelompok yang paling banyak mendapat manfaat dari sebuah ideologi, terutama dari pengendalian atas kesadaran kelompok subordinat.

Ambil contoh ideologi komunisme. Siapa yang paling banyak mendapat manfaat dari ideologi itu? Tak lain adalah mereka yang menguasai partai komunis dan segenap kekuatan yang dikerahkan untuk melindungi ideologi tersebut.

Penganut komunisme biasa, yaitu kelompok subordinat-pengikut, hanya kebagian deritanya, sementara pegiat partai hidup berkecukupan. Tapi karena faktor hegemoni maka kelompok pengikut mempertahankan kesetiaannya kepada komunisme.

Kelompok dominan adalah mereka yang menguasai kesadaran subordinat-pengikut, yang diberi hak istimewa berupa kebolehan melakukan sesuatu, sementara subordinat-pengikut dilarang melakukannya. Hak istimewa yang diberikan kepada kelompok dominan adalah membuat dan menetapkan peraturan. Subordinat-pengikut tidak boleh membuat peraturan.

Kelompok dominan dibolehkan memberikan argumen-argumen yang memperkuat peraturan yang mereka produksi, sementara kelompok subordinat hanya diberi hak mendukung, tidak dibolehkan menyanggah atau membatalkan peraturan yang sudah ditetapkan. Dalam kelompok ideologis tertentu para subordinat pembangkang boleh dijatuhi hukuman mati.

Kekuasaan kelompok dominan dapat sampai kepada kebolehan memproduksi hoax karena hoax adalah instrumen pengendalian kesadaran segenap pendukung ideologi. Disebabkan produksi peraturan juga di bawah kendali mereka, tidak mungkin mereka membuat peraturan yang melarang mereka memproduksi hoax.

Para ideolog di partai komunis menciptakan berbagai cerita indah tentang masa depan bagi yang hidup dalam komunisme, padahal semuanya hanya bualan. Semua itu dibolehkan karena kekuasaan dalam genggaman mereka.

Di banyak negara hoax itu justru dibuat secara bebas oleh penguasa untuk mendukung kebijakan yang mereka buat. Pemerintah Presiden Bush, misalnya, membuat hoax tentang pemilikan senjata pemusnah massal oleh Irak yang berakhir dengan kematian tragis Presiden Saddam Husein dan kehancuran Irak. Apakah Presiden Bush dihukum oleh pengadilan Amerika Serikat karena sudah berdusta? Tidak pernah.

Kelompok subordinat-pengikut tidak diberi hak memproduksi hoax, apalagi yang berpotensi menyaingi hoaxes produksi kelompok dominan. Ketiadaan hak itu menjadi dasar mengapa masyarakat dapat ditangkap dan dikriminalisasi apabila memproduksi hoax yang bukan hak mereka.

Sebagai golongan subordinat-pengikut para pembuat hoax di media sosial itu harusnya menyadari bahwa perbuatan itu tidak akan pernah ditolerir. Mereka harus mengerti bahwa media sosial sewaktu-waktu dapat menjadi perangkap yang menyengsarakan karena tidak patuh pada aturan kelompok dominan. (analisa/padangekspres 6 Maret)