Pinyangek Siso Api Protes Cerita Legenda Malin Kundang Lewat Tari

oleh -1,258 views
oleh
1,258 views

Padang,—Tari kolosal tiga dimensi darat laut dan udara digelar dalam peringati Hari Pers Nasional (HPN) 2018 di tepi laut Muara Lasak, ribuan pengunjung antusias menyaksikan saat beriringan  tenggelamnya matahari (sunset) yang indah, Selasa 6/2.

Tarian kolosal dengan judul Malin Kundang, Pinyangek Siso Api atau Lebah Madu yang tersisa dari pembakaran orang yang memburu atau mencari madu dari ribuan penyengat yang jatuh hangus terbakar

Satu atau dua yang selamat terbang menghindar, melarikan luka deritanya ke rimba yang jauh .

Malin Kundang si miskin yg dicerca oleh nilai materi bahwa Karakatau Madang Dihulu , Babuah Babungo Balun. Marantau Bujang Dahulu di Rumah Paguno Balun

Malin anak bujang yang dianggap belum berguna, disuruh merantau, mencari ilmu harta dan pangkat jika dapat barulah berguna dengan doa dan kerelaan Mandeh merubah nasib bagaimana ujungnya nanti.

Diceritakan Malin yang terusir hingga pergi menghindari cercaan sebagai pinyangek siso api , pergi terbang kerantau jauh. Bertahun tahun menempa perjuangan hidup kekerasan hati dan takdir Allah berubahlah nasib si Malin berhasil sukses menjadi seorang nangkodo ( nahkoda ) yang kaya raya.

Seiring Berlalunya waktu dan musim Mandeh si Malin pun telah tiada sementara Malin pulang dengan membawa kebanggan dan kekayaan yg diimpikanya di masa lalu

Dia pun mencari Mandeh yang dicintainya tapi yang ada hanya mimpi kenyataan yang ada di kampung halamannya dan kebanyakan orang kampung yang mengaku-ngaku telah berjasa menyuruhnya untuk merantau

Di mana dulunya dia diusir dan dihina inilah yg tidak diakui oleh Malin di ranah Bundo ketika itu orang hanya menghargai pangkat dan kekayaan dibanding cinta.

Itulah yang didurhakai ( tidak diakui ) oleh Malin dan dia menemukan muara rindunya , arwah ( roh ) Mandeh untuk membangkitkan batang tarandam atau membangun kampung halaman.

Dalam sambutanya Gubernur Sumbar Irwan Prayitno sempat mengatakan perlu dikaji lebih dalam oleh sejarawan budayawan dan wartawan tentang legenda Malin Kundang di mana ceritakan sebagai anak durhaka terhadap ibunya rasanya tak mungkin di minang kabau ini ada cerita sampai begitu sebutannya.

Eri Mefri sang Kereografer tarian menyebutkan dalam tarian kolosal ini bagaimana untuk bisa mengubah cara berpikir kita tentang si Malin Kundang ana durhaka itu.

Sementara Pengamat seni UNP Syafwandi mengatakan cerita legenda Malin Kundang hanya sebatas kearifan lokal semata atau local wisdom di mana digambarkan agar supaya anak-anak di ranah minang saat itu tidak boleh melawan orang tua.

“Melawan orang tua jadi anak durhaka dan sampai saat ini legenda itu masih terpatri, di banyak cara orang tua minang mendidik anaknya,” ujarnya.(wanteha)