Politik Islam adalah Keadilan dan Keseimbangan

oleh -675 views
oleh
675 views

oleh:

YUSRIL IHZA MAHENDRA    Disampaikan pada Ceramah di Gedung Pertemuan Masjid Akbar Kota Sorong, Papua Barat.

KETUA Umum PBB Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa Islam mengajarkan kehidupan politik haruslah didasarkan atas keadilan, keseimbangan dan proporsionalitas.

Tanpa menjaga dan mempertahankan hal itu, maka konflik dan perpecahanlah yang akan terjadi, bukan kedamaian, kemajuan dan kesejahteraan.

Itu menjadi topik ceramah Pakar Hukum Tata Negara ini pada pertemuan yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia Kota Sorong dihadiri sekitar 500 tokoh ormas Islam, sesepuh dan aktivis Islam.

Saya mengajak umat Islam untuk berpartisipasi aktif dalam politik dan mengisi berbagai jabatan politik strategis agar kebijakan negara sejalan dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin dan nilai-nilai kebangsaan demi kemaslahatan dan kemajuan bangsa.

Menyinggung kemajemukan bangsa, itu adalah suatu keniscayaan yang harus diterima. Islam sendiri telah memberikan bimbingan bagaimana hidup dalam kemajemukan. Umat Islam pun sepanjang sejarahnya telah terbiasa hidup berdampingan secara damai atas dasar menghormati dan saling menghargai dalam kebersamaan.

Suatu hal yang sangat penting dalam kemajemukan itu ialah ditegakan tiga prinsip utama yaitu keadilan, keseimbangan dan proporsionalitas dalam semua aspek kehidupan. Dalam pengisian jabatan politik dan penerapan kebijakan sosial ekonomi penerapan ketiga prinsip itu sangat mutlak untuk menjaga agar bangsa ini tetap utuh dan bersatu selamanya, tanpa khawatir terjadinya disintegrasi .

Ketiga prinsip yang dikemukakan di atas  hanya bisa ditegakkan jika umat Islam terlibat langsung ke dalam politik, bukan sekedar jadi penonton. Sebab, UUD tidak memberikan keistimewaan atau pengaturan khusus mengenai umat Islam, sebagaimana di Malaysia yang mengakui dan menjamin keistimewaan orang Melayu yang otomatis beragama Islam dan pernyataan dalam konstitusinya bahwa Islam adalah agama resmi negara.

Karena tidak ada keistimewaan apa pun kepada Islam dan umat Islam, meskipun agama ini dianut secara mayoritas mutlak, maka tidak ada jalan lain bagi umat Islam kecuali mampu berkompetisi dan mengatur strategi secara tepat, untuk membangun kebijakan dan melakukan kontrol terhadapnya agar Islam dan umat Islam menjadi tuan di negerinya sendiri.

Tanpa mampu berkompetisi dan memegang kekuasaan politik secara adil, proporsional dan seimbang, maka Islam dan umat Islam di negeri ini akan tersingkir, bahkan mungkin sekali akan tertindas.

Dalam konteks di atas itulah, profesor memegang kendali Partai Bulan Bintang, memanggil umat Islam untuk perduli kepada politik.

“Jangan ada lagi umat Islam yang acuh tak acuh kepada politik, atau juga tergadai akidah politiknya karena rayuan materi, yang akhirnya membuat umat Islam yang mayoritas menjadi terpinggirkan oleh kekuasaan yang jauh dari sikap respek kepada Islam dan umatnya”. (*analisa)