Protes Harga PCR!!!

oleh -317 views
oleh
317 views
Prof Elfindri (foto: dok)

Oleh: Elfindri Dir SDGs Center Unand

JAUH hari penulis telah protes masalah harga “pasar” yang berlaku untuk PCR. Termasuk tidak konsistennya pemberlakuan, tempat digunakan dan oleh siapa PCR.

Kepada mahasiswa saya diskusikan sebuah lembaga itu efisien jika pembentukan harga bisa menguntungkan semua fihak, dan memenuhi unsur keadilan.

Pertama saya komplain bahwa penetapan PCR untuk perjalanan pesawat. Kenapa? Karena apa bedanya pesawat dengan bis atau mal, dan sejenisnya. Toh ruangan tertutup.

Ketika komplain merebak, presiden kita memberikan instruksi agar harga PCR diturunkan.

Pasar berkedok, oke saya turunkan namun dengan gradasi waktu. Boleh kisaran 400 ribu tapi 24 jam, kalau yang cepat toh harganya premium.

Ketika di India harga PCR jauh lebih rendah, maka reaksi masyarakat semakin tinggi. Karena bukan apa apa, karena produk yang sama tapi harga pasar barang impornya kok berbeda.

Dalam.kaitan ini instruksi presiden terhadap penetapan harga sekitar 400 ribu tidak diacuhkan oleh pasar.

Hari ini 26 Oktober, ternyata penetapan wajib PCR untuk pesawat semakin merebak. Kemudian Presiden memberikan arahan lagi. Bahkan Luhut bilang (sesuai dengan kutipan Metro TV harga terendah 300.000. Dengan durasi 3 kali 24 jam.

Inilah yang akan bikin heran lagi. Atas dasar apa pemerintan menetapkan harga terendah? Apakah karena adanya desakan publik atau benar benar dihitung berapa harga yang paling pas untuk ditetapkan sebagai sebuah barang “pure public good” PPG.

Barang PPG mudah dihitung sepanjang marginal cost (MC) sama dengan harga rata rata (AC), maka penetapan harga barang publik setinggi itu. Itu mudah dibuat dalam buku teks pengantar ekonomi mikro diajarkan.

Jika vaksin sebagai barang non publik, maka penetapan harga pasar di atas dari harga rata rata per vaksin.

Saran saya sebaiknya DPR memainkan peran dalam mendesak agar adanya keterbukaan penetapan harga. Termasuk berapa lama diselesaikan pemeriksaan hasil dan masa berlakunya.

Seharusnya aspek ini dituntaskan oleh kawan kawan yang ahli virus terus masyarakat menjadi paham akan kebijakan yang diambil.

Termasuk juga kesadaran yang tinggi apa motivasi dari bervaksin ria ini. Jika motivasinya untuk bisa masuk mall atau bepergian tentu masyarakat yang tidak akan masuk mal atau bepergian tidak merasa memerlukan.

Yang jelas pendidikan masyarakat tentang vaksin ini masih tetap diperlukan. Jika tidak adanya keterbukaan, maka rasa keadilan jauh dirasa oleh masyarakat. Bisa jadi presiden sudah benar tetapi prlaksanaan di lapangan tidak jalan.(analisa)