Padang, —Pro-kontra Tour de Singkarak (TDS) saat negeri masih dikungkung pandemi covid-19 terus memenuhi laman platform media sosial banyak netizen di Sumbar.
Tapi, Dinas Pariwisata Sumbar sepertinya tak terusik, persiapan TDS mengaspal terus dilakukan dinas tersebut.
“Persiapan tetap dilakukan, TDS dijadwalkan Oktober, tapi tetap atas sizin Satgas Covid-19 pusat dan Sumbar,” ujar Kadis Pariwisata Sumbar Novrial beberapa hari lalu di Padang.
Tapi Pakar Pariwisata Sumbar Sari Lenggogeni punya pandangan lain dan berbeda dari banyak yang pro maupun kontra. Apalagi beberapa iven balap sepeda di daerah lain dan di Malaysia oleh otoritas mereka di banned.
Berikut padangan Sari Lenggogeni disampaikan ke media ini, Jumat 20/8-2021.
Dulu saat sebelum pandemi, setiap akan TDS paling sering menjadi perdebatan.
“Termasuk saya paling sering ditelpon teman-teman baik lewat media sosial maupun telepon langsung. Jawaban saya waktu itu dan sekarang akan sama lihat review tahunan, 5 tahunan. Mana yang besar goverment expenditure atau direct dan indirect effect yang diterima Sumbar,”ujar Sari Lenggogeni.
Indirect effect kata akademisi Unand ini bisa dirasakan 5 tahun setelah event. Dilihat dari dampak destination image Sumbar, pertumbuhan wisatawan dari negara aktor atau tlit dan official berasal, daya saing Sumbar trutama internasional? Dampak untuk masyarakat saat event dan post event?
“Kecuali spektatorship dari masyarakat lokal yang berdampak terbentuk kelompok-kelompok pecinta sepeda. Layaknya 5-10 tahun jika event ini berhasil funding-nya dibiayai full swasta bukan lagi pemerintah,” ujar Sari.
Kedua. Bagaimana TDS saat pandemi? Apa pun program dan event pariwisata pada saat crises atau tidak dalam kondisi normal harus menyesuaikan.
“Dulu saya sudah berapa kali sampaikan tapi bergerak single fighter, tidak mau berkoordinasi menyesuaikan dengan sektor kesehatan yang leading saat ini,” ujarnya.
Pertama. Pertanyaan Sari Lenggogeni: apa antisipasi yang menjadi jaminan atlit dan rombongan bebas sgala varians virus?
Kedua. Apa jaminan tidak terjadi kerumunan masyarakat yang menonton saat kita masih belum taat Prokes atau belum mencapai herd immunity?
Sejatinya TDS, masyarakat mengalah sejak dulu, menghindari traffic dan kecelakaan, lalu tidak sampai hanya “5 menit” masyarakat sebagai spektator menonton.
Event itu adalah engagement aktif host, pelaku dan spektator atau audience. Di mana keterikatannya?
Ketiga, riset pernah kita lakukan dulu 2016 terhadap atlit TDS mereka ke Sumbar karena challenge untuk kemenangan bukan berkunjung. Malah banyak kritikan higienitas dan lain sebagainya.
“Saya pikir alangkah baiknya saat ini kita fokus mempersiapkan masyarakat wisata atau pelaku wisata dan destinasi juga industri wisata untuk CHSE (Clean Health Safety Enviromental). Kalau end to end CHSE kuat maka apa pun program wisata setidaknya ada jaminan pengunjung merasa aman. ChSE Ini saya diskusikan sebelumnya dengan Menpar. Program kemenpar pun juga lihat berbasis adaptif covid-19 kan?”papar Sari. (iko)