Padang, - Menjelang hari pemungutan suara Pilkada, yang tinggal satu bulan lagi, kampanye dan debat kandidat sudah berlangsung di seluruh daerah Pilkada di Indonesia.
Meskipun begitu, masih muncul pertanyaan apakah kampanye dan debat tersebut benar-benar dapat memengaruhi pilihan masyarakat.
Tak dapat dipungkiri, meskipun calon kepala daerah berusaha keras menampilkan ide dan gagasan terbaik mereka, sebagian besar pemilih masih cenderung menunggu "serangan fajar" atau politik uang menjelang hari pencoblosan.
"Debat yang hebat dan gagasan yang bagus dari calon mungkin tak berpengaruh besar. Nyatanya, uang masih menjadi faktor penentu kemenangan dalam Pilkada.
Ini sudah menjadi rahasia umum dalam setiap pesta demokrasi di negara ini," ujar Adrian Tuswandi, Ketua Jaringan Pemred Sumbar, saat ditemui di Padang, Senin (28/10/2024).
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, terlihat bahwa banyak pemilih menganggap uang sebagai hal utama dalam menentukan dukungan mereka."Jika ada uang, ya kami mencoblos. Itulah kenyataan yang sering kita dengar, baik di Padang maupun di daerah lain di Sumatera Barat," ungkap Adrian yang akrab disapa Toaik.
Jika dihitung, estimasi harga satu suara pemilih bisa mencapai Rp100 ribu. Misalnya, di satu TPS dengan 100 pemilih, anggaran yang diperlukan adalah sekitar Rp10 juta.
Bila jumlah ini dikalikan dengan total TPS yang ada di Sumbar, yaitu sekitar 1600 TPS, maka anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp16 miliar.
"Pertanyaannya, apakah para calon sanggup menyediakan dana sebesar itu? Belum lagi biaya tambahan untuk saksi di setiap TPS yang berkisar antara Rp250 ribu hingga Rp300 ribu. Pilkada kali ini benar-benar menjadi pesta demokrasi yang mahal," tambah Toaik.
Editor : Redaksi