Dukungan penuh juga datang dari Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasko Ruseimy.
Ia menyebut bahwa program sawah pokok murah merupakan sebuah inovasi di bidang pertanian yang perlu mendapatkan penguatan dari sisi akademik.
Untuk itu, ia telah meminta para akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Sumbar untuk melakukan kajian ilmiah sebagai dasar penerapan program ini secara nasional.
Inovator di balik program ini, Ir. Joni, mengungkapkan bahwa inisiatif tersebut telah dimulai sejak tahun 2020.
Ia terinspirasi dari kebiasaan petani yang membakar jerami setelah panen, yang justru menimbulkan masalah lingkungan.
Dari berbagai percobaan, ia akhirnya menemukan bahwa jerami ternyata dapat dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk kimia dan bahkan mampu meningkatkan ketahanan tanah terhadap kekeringan.
“Biasanya, lahan yang menggunakan pupuk kimia akan retak saat musim kemarau. Namun sawah yang dikelola dengan sistem ini tetap terjaga kelembabannya karena jerami mampu menyimpan air lebih lama,” ungkap Joni.Teknik yang diterapkan pada program sawah pokok murah meliputi metode Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT), di mana jerami sisa panen tidak dibakar, tetapi dikumpulkan dan dijadikan sebagai penutup tanah untuk menjaga kelembaban serta kesuburan lahan.
Selain itu, dibuat pula parit kecil selebar mata cangkul dengan jarak antar parit sekitar 125 cm guna mengatur aliran air.
Untuk proses seleksi benih, digunakan metode campuran air garam dan telur agar hanya benih berkualitas tinggi yang ditanam.
Editor : Redaksi