Ninik Mamak Maligi Anton Dt Sinaro Mangkuto Maligi membenarkan perjuangan menuntut hak di Maligi sudah berlangsung 20 tahun"Sudah 20 tahun kami berjuang untuk menuntut hak sesuai kesepakatan terhadap lahan 2100 hektar, tapi perusahaan tetap tidak mau menyelesaikan pernasalahan ini,"ujarnya.
Bahkan menurut DT Sinaro pejuangan sekarang adalah babak baru yakni lebih mengedepankan cara elegan sesuai ketentuan hukum yang berlaku."Sebelum melapor lewat kuasa hukum kami menempuh somasi, bahkan ada ninik mamak melakukan upaya persuasif untuk mencari titik temu, tapi pihak perusahaan justru menyuruh kami melapor saja ke polisi,"ujarnya.
Menurut 30 orang perwakilan pemilik lahan Maligi, masyarakat hanya menuntut terapkan perjanjian dan kembalikan lahan 2100 hektar ke warga lagi."Dan mohon kepada Pemprov Sumbar dan Pemkab Pasbar turun tangan membantu menyelesaikan persoalan Maligi, jika membairkan warga dengan perusahaan maka sampai hari kiamat pun konflik lahan ulayat di Maligi tidak akan selesai,"ujar Basri Chan.
Advokat Zulhendri Hasan mengatakan kliennya warga Maligi pemilik lahan 2100 hektar punya semangat menyelesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan dengan PT PHP."Klien saya tidak kaku soal tuntutannya, masih mau baiyo-batido (bermusyawarah) dengan perusahan, tapi sampai melapor ke Polda pihak perusahaan tidak merespon semangat dari klien kami,"ujarnya.
Zulhendri mengatakan selain laporan dugaan pidana, pihaknya atas izin klien juga akan menggugat secara perdata, dan jika tak ada penyelesaian win-win solution dengan perusahaan, pihaknya kata Zulhendri akan melaprokan kepada asosiasi perusahaan sawit dunia yang berkantor di Malaysia."Di asosiasi itu, perusahaan sawit yang produknya diterima pasar dunia harus clean and clear termasuk soal lahan ini, ini langkah kami selaku kuasa hukum selanjutnya,"uajr Zulhendry.Martalinda hanya berdoa adanya penyelesaian yang damai di Maligi."Kami menuntut hanya untuk masa depan anak-anak kami, kami mau penyelesaian secara damai atau secara hukum yabg berlaku, tolonglah kami,"ujarnya. (wandi)
Editor : Adrian Tuswandi, SH