Masyarakat Harus Kritis Terhadap Isu Politisasi Simbol Agama

oleh -546 views
oleh
546 views
Moderator Syukri Rahmatullah, Sekjen Pemuda Muhammadiyah Dzul Fikar Ahmad, Anggota BPIP Romo Benny Susetyo, Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad, Pengamat Politik Ujang Komarudin. Kamis 4/4 di Cikini Jakarta. (foto: dok)

Jakarta-Pembahasan politisasi agama menjadi pembahasan yang sangat menarik pada diskusi yang bertemakan Pilpres dan Politisasi Simbol Agama, di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis 4/4.

“Politisasi agama memang menjadi hangat saat ini. Tentu, elemen masyarakat menjadi hati-hati terhadap kondisi ini,” kata Dzul Fikar Ahmad, Sekjen PP Pemuda Muhammadiyah.

Menurut Dzul, sebenarnya politik harus jadi ekspresi pemikiran, tidak boleh dibawa jadi ekspresi perasaan. Karena dibawa ke ekspresi pemikiran yang lahir adalah narasi dan gagasan. Kalau dibawa ke ruang emosi justru akan melahirkan emosi.

“Ruang politik harus jadi ruang ekspresi pemikiran bukan perasaan. Kalau jadi ruang perasaan, politik tidak beda dengan yang digambarkan dalam film Dilan,”ujar Dzul.

Ia menyampaikan, paska reformasi harusnya politik tumbuh jadi peradaban, lahir dari pemikiran. Yang membuat kenapa simbolisasi agam jadi sedemikian marak, karena ruang politik kita digiring ke ekspresi perasaan.

“Kenapa politik penting dibawa ke ruang ekspresi pemikiran, supaya politik betul-betul tujuan akhirnya pada kemanusiaan, sehingga kita bisa menekan pragmatisme dalam politik,” ucapnya.

“Bahwa di dunia manapun, peradaban yang maju akan selalu menjajah perdaban yang lemah. Kita beraharap politik kita ke arah perdaban maju,” tambah Dzul.

Sementara itu, Romo Benny Susetyo, anggota BPIP menyebutkan politisasi simbol agama tidak hanya di Indonesia. Modal simbol agama itu apa? Tokoh agama memiliki kekuatan lebih besar daripada tokoh politik, ini yang digunakan untuk politik.

“Sekarang terjadi politik pembelahan, sehingga secara ideologis terjadi pemecahan. Sekarang antar pertemanan jadi konflik gara-gara agama digunakan sebagai alat politik. Ini berbahaya,” ungkapnya.

Sekarang yang penting sambung Romo Benny, bagaimana media mencoba mengajak masyarakat untuk memiliki budaya kritis. Bagaimana media mendidik masyarakat tidak lagi menggunakan politisasi agama. Jangan diberi ruang politisasi simbol agama.

“Berani tidak media massa tidak ekspos isu agama. Kemudian harus ada literasi media, terutama medsos. Sekarang orang tanpa data bisa menuduh orang lain. Agama itu urusan personal, urusannya dengan tuhan, tidak ada urusan dengan politik,” sebutnya.

Rumadi Ahmad, Ketua Lakpesdam PBNU, menyebutkan ada dua istilah yang digunakan, politisasi agama dan agamanisasi politik.Politisasi agama dan agamanisasi politik dua hal yang sama buruknya.

“Politisasi agama akan jadi bahaya kalau agama dilucuti dari aspek substansinya, ajaran moral dilucuti, yang tersisa aspek simbolik dan emosi,” imbuh Rumadi.

Ujang Komarudin, Pengamat Politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) mengatakan ketika agama dijadikan ideologi yang kuat digunakan untuk politik sah dan boleh.

“Tapi ketika agama dijadikan alat legitimasi politik ini jadi masalah. Yang terjadi sekarang seperti itu. Kita harus mendudukkan secara benar,” tutur Ujang.

Ujang menyebutkan, kita sedih agama dibenturkan dengan politik. Kita sedih ketika agama jadi alat untuk legitimasi politik. Agama apapun tidak salah, agama jadi kekuatan, bahwa bekerja itu ibadah, politik juga ibadah, tapi manusianya mengalami penyempitan dalam cara berpikir, ini jadi persoalan.

“Solusinya media memberikan kesadaran kepada masyarakat yang belum melek secara politik. Jika agama digunakan sebagai alat legitimasi politik, sesungguhnya masyarakat yang harus memilah,” beber Ujang.(rilis)